02

168 8 0
                                    


Hello, I'm Star girl 👋
.
.
.
.
Bertahun-tahun kemudian, tak terasa freya menginjak kelas 1 SMP. Freya masuk di International school, di sana gadis itu kerap di olok-olok. Sebab freya datang menggunakan sepeda, sedangkan mereka semua di jemput dengan mobil.

"Ish! Jaga omongan kalian, freya itu gak miskin. Papanya--"

"Sstt." Freya berdesis, dia tak butuh nama sang papa agar dirinya dihargai. Siapa yang menjadi temannya sekarang adalah seseorang yang tulus. Yang menerima freya apa adanya.

"Iya, papa-nya pembantu di rumah aku!" Amel muncul dengan wajah pongah, membuat anak-anak kembali berbisik-bisik, kembali menertawakan freya.

"Bener kata amel?"

Tanpa ragu freya mengangguk "papa memang pembantu!" Gadis itu terdengar menggebu-gebu. Tak ada yang sadar akan emosi freya, maksud dari kata 'pembantu' itu memanglah di tujukan untuk papa Ravi. Papanya bak raja yang gila karena di suruh-suruh oleh gundit murahan-nya sendiri.

Buta akan fakta.

Di saat itu teman-teman freya tertawa, membuat hari-hari berlanjut dengan hinaan. Freya benar-benar tak peduli akan omongan mereka.

***

Setiap Sepulang sekolah, freya ke tempat SD-nya dulu. Revan bersekolah di sana, kini anak itu sudah kelas 5. Dan keduanya selalu pulang bersama-sama.

Langkah freya memasuki gedung sekolah, dengan riang freya bersenandung, mengabaikan tatapan orang-orang pada wajahnya yang terdapat banyak tempelan. Luka, memar.

hingga suatu kerumunan menarik perhatian freya, terlihat beberapa anak kelas 6 tengah membully adik kelasnya sendiri. Freya berdecak mengetahui siapa korbannya.

Tidak. Itu bukanlah Revan, melainkan seorang anak laki-laki yang menyebalkan di mata freya. Dia sepantaran revan.

"Heh, beraninya sama adek kelas. Malah se geng lagi..." Freya berdecak sambil menggelengkan kepalanya.

"Kak freya..." Salah satu anak kelas 6 itu mundur perlahan, mereka ada tujuh orang "kenapa bos?" Freya memang ditakuti oleh anak-anak sekolah dulu, tapi sekarang mereka ada 7 orang! Mereka akan menang jika hanya melawan freya sendirian.

Sedangkan Anak laki-laki yang di panggil bos itu menggeleng kaku "k-kenapa kamu masih disini?! Kamu itu udah SMP!"

"Terus? Gak boleh datengin sekolah SD gue sendiri?" Freya mengangkat satu alis. Alumni sah-sah saja masuk kesini.

"Ya..."

"Pergi dari sini Sebelum--" Anak yang di sebut 'bos' itu berlari duluan, diikuti dengan anak-anak lainnya. Menyisakan freya dengan anak laki-laki berambut gondrong yang memakai kacamata bulat.

Anak sepantaran Revan itu tampak ketakutan, kepalanya menunduk dalam membuat freya memutar mata "tenang, gue punya duit. gak akan malakin lo lagi..."

Tak ada jawaban, freya mengangkat bahu tak acuh dan meneruskan langkahnya. Gadis itu sampai di depan kelas 5, duduk di kursi depan menunggu Revan keluar kelas.

Namun sudah 30 menit, seluruh anak mungkin sudah keluar semua. Freya pun bangkit menuju pintu melihat ke dalam kelas.

"Eh, freya..." Seorang ibu guru tersenyum mendapati presensi murid kebanggaannya dulu, freya sontak menyalimi tangan bu guru. Pemandangan wajah freya yang mengerikan berusaha tak ia hiraukan, selama 6 tahun, freya selalu datang dengan luka. Dan jika di tanya gadis itu hanya menjawab bahwa dia terjatuh.

Bahkan ketika freya dibawa ke ruangan guru, ditanya pelan-pelan agar anak itu merasa nyaman. Namun tetap saja, jawaban freya sama. Freya sadar bahwa mereka menganggapnya berbohong, namun ini urusan freya. Dia mampu mengatasinya.

Transmigrasi FreyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang