03

137 7 0
                                    

Hello, I'm Star Girl 👋
.
.
.
.
.
Aroma obat dari ruangan VIP itu menyeruak ketika Elvano masuk ke dalam, bunga yang berada di genggamannya ia letakkan di atas meja. Mengganti bunga layu yang berada di vas dengan bunga yang baru ia bawa.

"Hello girl, ini sudah 2020, sudah hampir 3 tahun. Tapi kau masih betah tidur di tempat ini..." Elvano terdiam, mengamati sejenak wajah freya yang telah di operasi. Elvano ingat kejadian tiga tahun yang lalu, bagaimana hancurnya wajah freya saat itu, sangat mengerikan.

Kini semuanya berubah, bekas luka yang berbentuk setrika di tubuh gadis itu pun sudah hampir menghilang,  ini berkat perjuangan tim medis yang benar-benar bertekad menyembuhkan gadis itu.

Elvano menggenggam tangan mungil freya, wajahnya sedikit murung "aku telah memberitahunya tentang mu, namun ia menolak untuk datang." Pria itu kembali menghela napas, tampak gusar.

Elvano Benedict, seorang pengawal dari sosok pengusaha termuda di Indonesia. Bertahun-tahun ia bekerja dengan tuannya itu, hingga mereka terlihat tak nampak sebagai tuan dan pengawal.

Elvano seolah dianggap layaknya kakak oleh si tuan, ia ingat jasa-jasa tuannya dulu di masa lalu. Hingga membuatnya berdiri gagah seperti sekarang, dan pria itu akan membalasnya. Bahkan dua kali lipat.

Kejadian empat tahun lalu merenggut senyum sang tuan, cinta pertamanya. Teman masa kecilnya, telah tiada. Tuan elvano menjadi lebih dingin dari sebelumnya.

Bibirnya yang jarang tersenyum semakin menampakkan garis lurus ke bawah.

Mereka pun jarang komunikasi, tuannya lebih sering menyendiri. Berkutat dengan berkas-berkas kantor, bahkan lupa untuk istirahat.

Setetes air mata freya terjatuh, membuat elvano tersadar dan sedikit terkejut. Dengan cekatan ia mengambil tisu dan mengusap sudut mata gadis itu dengan telaten.

Merapikan anakan rambut freya dengan sangat pelan, pria itu tersenyum kecil. Pantas saja tuannya sangat mencintai gadis itu. Wajahnya terlihat sangat cantik!

Kelopak mata yang besar dan hidung mancung, bibir yang tebal di bagian bawah dan sedikit tipis di atas. Kulit putih bersih, freya sekarang nyaris seperti boneka.

Sedangkan freya, jauh di dalam tidurnya gadis itu tak tenang, ingatan masa lalu terus membayanginya.

Persis ketika dirinya di tampar di ruang keluarga mereka, freya tersungkur dengan menatap tajam papa-nya.

"Puas kamu per maluin papa hah?!" Rambut gadis itu di tarik kasar, freya tentu saja tak tinggal diam. Ia seberusaha mungkin melepas cengkaraman Ravi.

"Freya kesakitan, papa!" Teriak gadis itu yang tak mampu menandingi kekuatan Ravi. Namun sama saja, pria itu sama sekali tak mengendurkan cengkramannya. Malah semakin menguat menarik rambut freya.

Dirinya malah tambah emosi melihat tatapan tajam anak itu yang ia layangkan, mengapa bisa anaknya berubah sekasar ini? Ravi harus membatasi waktu bermain freya mulai sekarang. Sepertinya pergaulan anak itu yang tak sehat.

Ravi dengan kasar menghempaskan tubuh freya, membuat suara nyaring antara tubuh freya dengan marmer. Menggema di seluruh ruangan yang terjangkau.

Ravi memejamkan mata seraya memijat pelipisnya "kenapa cari uang dengan jadi badut di taman freya? Memangnya uang yang papa kasih gak cukup?"

Sore tadi, Pak Ravi benar-benar kaget ketika tetangganya mengirimkan video yang menayangkan freya joget-joget di taman dengan pakaian badut. Tentunya itu menyulut emosi Ravi, karena seharusnya freya harus belajar, bukan membuang waktu dengan bermain-main di taman.

Transmigrasi FreyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang