14 • HE'S ALAN

45 19 3
                                    

"WOI SEKUMPULAN KUTU KUPRET! TUNGGUIN GUE!" Teriak Ela seraya berlari mengejar dua orang cowok yang sudah lebih dulu memasuki ruang khusus yang ada di lantai tiga di SMA Bakti Nusa. Hari ini mereka bertiga dipanggil untuk persiapan Olimpiade Internasional nanti.

Bisa di bilang kalau hari ini masih cukup pagi untuk berangkat ke sekolah, mungkin sekitaran pukul enam pagi. Tapi kedua kakak kelas yang bagi seorang Ela sangat menyebalkan itu tidak peduli, ini bertabrakan dengan jadwal keseharian Ela. Yang biasanya jam segini masih menikmati sarapan nya yang nikmat.

"Jahat banget lo pada," lirihnya ketika sudah sampai di ambang pintu ruangan dengan nafas yang sudah tak karuan.

Mereka bertiga memang sangat sibuk untuk hari ini, lebih jelasnya, Alan, Farel, dan Ela yang harus mempersiapkan diri mereka untuk lomba Olimpiade Internasional yang akan di gelar tiga hari lagi. Berat sekali rasanya tas yang mereka berdua bawa, lebih dari tiga buku tebal dan alat bantu lainnya. Menurut mereka, satu buku saja tidak cukup untuk bekal masa depan nanti. Kalau hari ini berat, maka besok akan lebih berat lagi. Jadi, biasakanlah diri.

"Lo yang lama," celetuk Farel. Ia tidak mendongakkan kepalanya dan menatap kedua manik hitam milik adik kelasnya, pandangannya terfokus kan ke arah buku kamus fisika yang dirinya bawa dari rumah.

Tak mendapat balasan dari gadis itu, ia terpaksa melirik walau hanya sebentar, "Duduk, lo menghalangi jalan," ucapnya sebelum kembali membaca buku.

"Ih! Nyebelin banget!" Kata Ela mulai menghentakkan kakinya dengan sangat keras, ia berjalan menuju bangku kosong di sebelah Alan, ia tidak duduk di situ. Dirinya hanya mengambil bangku kosong itu lalu di pindahkan nya ke pojokan, menyendiri lebih baik daripada harus belajar bersama dengan kakak kelas menyebalkan seperti mereka, untung saja Zidan tidak terpilih. Kalau itu terjadi, mungkin lantai tiga ini akan rubuh dibuatnya.

"Kenapa pindah, El? Tanya Alan.

"Berisik lo! Gue nggak mau sebangku sama lo!" Sentak nya membuang muka.

Mendengar pernyataan dari gadis itu, Alan hanya bisa tersenyum tipis, menatap Ela dengan tatapan sendu. "Lo yakin bisa ngerjain soal itu sendirian, El?"

"Bisa! Liat aja nanti," balas gadis itu.

"Gue tunggu," final Alan.

✎✎✎

"Duh, ini soal apa hutang, banyak bener," gumam seorang gadis berusia lima belas tahun dengan keringat panas dingin yang bercucuran sedari tadi, otaknya terasa panas, mungkin ia tidak mampu untuk berpikir lagi setelah ini, "Masa gue harus nanya ke dia?" Lanjut nya sekilas melirik salah satu kakak kelasnya.

"Nggak! Gue bisa ngerjain sendiri!" Teguh gadis itu menggeleng, "Ta-tapi, gue nggak bisa," finalnya menenggelamkan pandangan nya kedalam lipatan kedua tangan nya di atas meja.

"Butuh bantuan, Tuan Putri?"

Deg!

Ela hafal betul itu suara siapa, nada yang berat dan sedikit kasar, tapi itu terdengar lembut dan menenangkan, "Mau gue bantu, hm?" Lanjut nya menawarkan.

Cowok itu berjongkok, menyetarakan tinggi nya dengan gadis kecil yang berada di hadapan nya saat ini. Tangan cowok itu ikut terlipat di atas meja Ela, membuat wajah nya saling berdekatan, "Ternyata lo secantik ini ya, El?" Batin nya tanpa sadar saat bertatapan langsung dengan gadis cantik itu.

"Ekhem, gue masih ada di sini," deham Farel yang masih fokus membaca buku yang ada di mejanya. Membuat ketidaksadaran di antara dua sejoli itu sirna.

Plak!

"Ih, dasar cabul!" Tampar Ela terhadap kakak kelas yang tadi berjarak sangat dekat dengannya. Ia tadi tidak sadar, kalau sekarang sudah sadar. Jadi, ia tidak segan-segan menampar nya walaupun itu kakak kelasnya sekalipun.

"Argh," ringis Alan merasa kesakitan bahkan panas dan perih kini di pipi mulus nya, "Gue nggak bermaksud, El. Gue cuma mau bantuin lo," ucapnya lembut seperti biasa, ia kembali kepada niat awalnya datang.

"Nggak! Gue bisa ngerjain sendiri, lo selesain dulu tugas lo!" Bentak gadis itu tidak terima, ia merasa kalau dirinya sedang di remehkan untuk saat ini, padahal ia memang tidak bisa mengerjakan soal itu sendirian.

Alan sekilas melihat kertas HVS yang ada di meja gadis itu. Yap, ternyata dugaan nya benar, "Lo salah rumus, El."

✎✎✎

Jantung Ela saat ini tidak karuan, nafasnya juga tidak teratur, tapi pandangannya tetap fokus ke arah kertas HVS yang ada di atas mejanya. Tapi sekarang sedikit lebih berbeda, ada dua buah tangan kekar yang sedang menggenggam tangan kecilnya. Suara seorang kakak kelas yang terdengar kasar dan serak-serak sedikit itu terus bergema di telinga kanan nya. Dekat kini jaraknya, dekat pula kini rasa nya.

"Jadi—lo udah paham, hm? Apa masih kurang jelas penjelasan dari gue?" Bisik Alan di telinga nya, sangat jelas terdengar suara berat itu.

"I-iya, u-udah je-jelas kok."

"Heh! Kenapa suara lo patah-patah gitu, nggak usah takut, gue nggak bakal gigit kok. Tapi kalau lo yang nyuruh, gue nggak bakal nolak." Goda Alan, ia hanya bercanda agar suasana tidak canggung.

Ela menggeleng, "Nggak, gu-gue nggak takut!" Ia mendorong kakak kelas yang duduk di samping nya sampai terjatuh ke lantai, "Minggir! Gue udah paham. Makasih, sama-sama!"

Bugh!

"Serius, deh, Al. Gue ketawa paling kenceng kalau kayak gini. Haha!" Sambung Farel di tengah-tengah keharmonisan dua pasangan itu. Ia tidak bisa berhenti tertawa melihat salah satu temannya itu, ekspresi Alan saat itu tidak bisa membuat Farel untuk berhenti menertawakan dirinya.

"Rasain tuh! Makanya jangan cabul!" Cerca Ela seraya mengulurkan lidahnya.

✎✎✎

"Wah gila lo, El! Kakak kelas yang jadi inceran cewek-cewek di SMA Bakti Nusa, bisa-bisanya lo dorong sampai jatuh ke lantai kayak gitu," kaget Flo mengulang kalimat Ela yang baru saja di ceritakan nya.

Ela mengangguk. "Yap, cowok cabul kayak dia emang pantes buat di kasih pelajaran," jelasnya, ia masih kesal dengan kejadian tadi pagi.

"Gue nggak jadi suka, deh. Gue mau sama Kak Farel aja, hehe." Ucap Flo cengengesan, ia belum tau bagaimana sifat asli dari seorang Farel, si batu itu.

"Nyari mati lo?! Yang ada lo nya yang di tinggalin duluan!" Cetus Ela melemparkan guling nya ke arah Flo.

Gadis itu memanyunkan bibirnya. "Kalau gue sama Zidan—"

"Nggak, ah! Gue nggak mau!"

"Kenapa? Zidan kan ganteng."

"Ganteng, sih. Tapi kaya bocah SD."

Ela menghela nafas panjang, hampir semua cowok ganteng di sekolah nya sudah pernah ia tolak, pantas saja Flo tidak mempunyai pacar sampai sekarang.

"El," panggil Flo dengan suara lirihnya.

"Hah?" Balas Ela apa adanya.

"Gue mau Abang lo aja, ya?"

Plak!

"Ngawur!"

"Aw! Jahat banget lo ke gue!"

tbc.

HE'S ALAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang