Denting waktu kini menunjukkan pukul 17.00 waktu Korea, sorot swastamita yang adiwarna ternyata tak cukup menghentikan deras air mata yang mengalir di pipinya. Semilir angin yang berhembus seolah seirama dengan berat nafasnya yang hingga kini tak beralun dengan halus. Surai hitam jelaganya kini kusut, beriringan dengan nayanikanya yang perlahan meredup.
"Senja sebentar lagi tenggelam, jangan terlalu lama berdiri di sini. Udara malam tidak baik untuk kesehatanmu Jiminie". Suga yang entah berapa lama berdiri di sudut kamar milik pemuda mungil kesayangan Bangtan itu, hampir 1 jam kiranya, bahkan tanpa di sadari sang pemilik kamar.
"Oh hyungie, sejak kapan ada di sini". Dengan suara khas terkejut, Jimin kembali melontarkan pertanyaan.
"Belum lama, segeralah mandi. Aku sudah menyiapkan air hangat untukmu. Setelah itu turunlah ke bawah, Namjoon bilang ada beberapa hal yang akan kita bicarakan setelah makan malam". Terang Suga
"Nee hyung, terimakasih dan maaf sudah merepotkan hyungie".
"Jiminie melupakan hal penting akhir-akhir ini, terlalu sering mengucapkan maaf dan terimakasih tetapi lupa bagaimana caranya meminta tolong". Suga menjeda ucapannya
"Hyung maaf, aku tidak bermaksud... ". Belum selesai Jimin merengkai kata, ucapannya kembali di selah oleh Suga
"Sejak pertama kali kita dekat, aku sudah berjanji kepada ayahmu untuk selalu menjaga putra kecilnya. Dan janji itu pernah aku ingkari 5 tahun yang lalu, dan sekarang? Sepertinya kamu ingin aku kembali tenggelam ke dalam lautan rasa bersalah untuk kedua kalinya? Jangan menjadi egois Park Jimin".
"Aku marah padamu, tapi aku lebih marah kepada diriku sendiri. Hampir 10 tahun kita bersama, tapi ternyata waktu selama itu tidak cukup untuk menumbuhkan rasa percaya di antara kita. Aku memang tidak menjamin bahwa hidupmu akan baik-baik saja untuk kedepannya. Tetapi setidaknya selagi aku masih hidup segala duka, dera dan lara tidak akan mampu menyentuhmu, bahkan seujung kuku sekalipun".
"Suga hyung maaf". Hanya itu kata yang bisa terlontar dari mulut kecil Park Jimin
"Aku dan Jin Hyung tidak pernah mengajarkan kalian untuk menjadi laki-laki pengecut dan cengeng. Jika sesuatu itu terlihat buruk dan jahat, maka jangan dekati dan jangan mencoba untuk melakukan. Jangan menjadikan menangis sebagai tameng hidup, kamu harus kuat untuk dirimu sendiri. Ingat kamu punya adik yang harus kamu jaga Jiminie, jika menjaga diri sendiri saja tidak bisa apa yang bisa kamu jaminkan untuk keselamatan mereka".
"Dunia ini tidak hanya ada warna putih Jiminie, jangan terlalu naif. Ada banyak warna yang mungkin menguatkan atau bahkan malah menghancurkan, semua sudah hukum alam. Jangan mau berada dibawah kendali orang lain dan terus-terusan menjadi seorang kacung".
"Ketika ada seseorang yang menginjak kakimu. Maka gunakan kakimu untuk menginjak kepalanya!. Semua adik-adiku harus menang melawan ketakutannya!".
"Hiks, hyungie aku takut. Dadaku sesak sekali, aku takut. Aku... Aku....". Jimin berbicara dengan nafas yang tersenggal
"Ssstttt. Kemarilah, berikan hyung pelukan". Suara Suga kini terdengar lebih lembut, berbeda dengan Suga 10 menit yang lalu. Dan Jimin rasa ini bukan Suga Hyung, ini Yoongi Hyung.
"Hyung menyayangimu, jangan terlalu dipaksa, jangan terlalu lama dipendam. Aku dan semuanya selalu menunggu kesayangan kami ini, dengan berani membuka luka lamanya untuk disembuhkan bersama-sama. Aku selalu berharap kebahagiaan selalu menyapamu Jiminie, hiduplah lebih lama lagi". Suga dengan lembut mengelus punggung sempit Jimin, dengan sesekali mengecup puncak kepala adik kecilnya itu, sembari terus merapalkan doa, berharap kedepannya semua akan baik-baik saja.
"Hyung terimakasih, bantu aku untuk berani mengatakannya hyung". Jimin kembali mengangkat wajahnya, tatapannya terkunci pada sorot tajam khas netra Suga
KAMU SEDANG MEMBACA
THE HEAVEN JOURNEY
Random"Dunia hanya mengetahui bahwa ketiganya adalah sosok yang sempurna, tanpa tahu mereka sudah terlampau sering merindu bebas kakinya menjelajah semesta". ~ Jin Hyung "Mereka berisik, tapi dunia akan kesepian tanpa tawanya dan itu tidak asik". ~Suga...