🍁 4. Dipersulit 🍁

709 177 14
                                    

Malam, temans. Rindu hadir cepat, yaa. Semoga suka. Selamat membaca ....

Rindu membaringkan tubuhnya di hammock dengan tas di atas perut. Matanya terpejam dengan tangan yang memijat dahi. Menemui Segara benar-benar menguras kesabaran, membuatnya mati kutu dan merasa disuruh berpikir habis-habisan. Lebih dari kapasitas yang dimilikinya.

Di bawah pohon ceri, Galang duduk sambil memetik gitar. Menyanyikan lagu Puncak Rindu dalam suara lirih dan santai. Menjengkelkan. Suasana hatinya sedang tidak baik dan ada yang bernyanyi dengan tampang tanpa dosa.

"Woiii ...." Rindu mengubah posisinya di atas hammock jadi miring menghadap Galang. "Ganti lagu, Bos! Dari tadi itu terus di-repeat sampai negara api padam."

Galang menatap Rindu. Bibirnya sudah tidak bersenandung, tetapi jarinya masih memainkan lagu yang sama. "Masalahmu apa?" tanyanya santai. "Tutup kupingmu kalau nggak mau dengar! Aku sudah ada di sini lebih dulu sebelum kamu datang dengan wajah yang nggak enak dilihat."

"Nggak usah dipeduliin kali, Mas!" Ika muncul dari sekretariat membawa lima gelas kopi susu di atas nampan dan meletakkannya di meja dari kayu. "Tak akan jauh-jauh dari Pak Gara kalau ngeliat tampang kusutnya."

"Hei, bocah!" hardik Rindu. "Memasang carabiner aja masih minta bantuan, berani ngeledekin aku."

"Maafkan hamba, Suhu."

"Mukamu itu nggak ada tulus-tulusnya kalau minta maaf, Ka. Kualat tau rasa."

"Ya, maaf kalau sampean (kamu) tersinggung, Mbak Rindu."

Rindu berdecak tak peduli. Dia menyamankan posisinya, lalu memejamkan mata. Ditariknya napas dalam dan mengembuskannya pelan. Tugas akhir ini rumit. Mungkin hanya mahasiswa jenius saja yang bisa mengerjakan ini dengan baik. Sulit melewati Segara tanpa dipersulit.

"Mas Galang," panggil Rindu tanpa membuka mata.

"Hmm," gumam Galang, masih memainkan chord lagu Puncak Rindu.

"Di mana, sih, pertemuan dua sungai?"

Permainan gitar Galang berhenti. Suara-suara di sekelilingnya pun menghilang. Rindu membuka mata, lalu menatap sekelilingnya. Teman-teman menatapnya dengan pandangan heran. Apa yang aneh?

"Kenapa kalian menatapku begitu?" tanya Rindu, "Kuperingatkan, ya, jangan ada yang berani-berani tertawa! Aku sedang serius."

Meski diperingatkan, tawa tetap meledak setelah diamnya Rindu. Apa yang lucu? Rindu mendadak merasa menjadi anak pecinta alam kurang piknik. Ada tempat yang terlewat dari jangkauan bermainnya. Segera, dia harus menjadwalkan untuk mengunjungi tempat-tempat menarik, terutama sungai-sungai supaya masuk dalam radar tempat bermainnya.

"Ngapain cari pertemuan dua sungai?" Seperti biasa, Galang selalu menanggapi ucapan Rindu meski seaneh apa pun yang diucapkan gadis itu.

"Mau semedi."

"Gayamu semedi," cemooh Galang. "Mau apa semedi? Cari pesugihan?"

"Amit-amit." Rindu mengetuk dahinya tiga kali. "Duwe konco kok gendeng alon-alon (punya teman kok gila pelan-pelan)!"

"Lah, salahku di mana, Rindu? Kamu sendiri yang nanya pertemuan dua sungai dan mau semedi. Tujuannya semedi apa kalau bukan cari pesugihan?"

"Bikin tugas akhir!" seru Rindu.

"Astaga!" kata yang diucapkan secara serentak, kemudian diikuti tawa keras. Sungguh, Rindu tidak mengerti mengapa teman-temannya tertawa sekeras itu. Menurutnya, tidak ada yang lucu dengan kalimatnya. Begitu pun kelakuannya. Tidak ada yang berpotensi menimbulkan tawa.

Kidung Merah JambuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang