🍁 16. Terpojok 🍁

640 187 15
                                    

Malam, temans. Rindu dtg lagi. Yang menunggu, yuk merapat 🥰🥰🥰

"Serius amat, Ndu!" Galang muncul dan duduk tak jauh dari Rindu. "ngerjain apa, sih?"

"Pakai nanya. Bikin ndog dadar, dong." Rindu menjawab sekenanya tanpa menoleh pada Galang. "Sudah tahu aku dikejar tenggat, masih aja basa-basi."

"Kalau melihatmu begitu, aku jadi ingat masa-masa aku bikin tugas akhir. Itu seperti yang dikejar-kejar sama Pak Gara."

"Mas Galang ngigau? Mana pernah Pak Gara mengejar-ngejar mahasiswa? Yang ada, mahasiswa jungkir balik mengejar Pak Gara."

"Seperti, Ndu, seperti!" tekan Galang sembari menatap jengkel pada Rindu. "Bagian mana dari kata seperti yang bikin kamu nggak ngerti?"

Rindu berdecak sebal, lalu menatap garang pada Galang. "Makanya jangan bikin perumpamaan yang aneh-aneh! Nggak ada ceritanya dosen ngejar-ngejar mahasiswa. Lagian, tumben, sih, jam segini sudah pulang?"

"Apa yang tumben? Jam enam ini."

Rindu melirik jam di pergelangan tangannya. Memang jam enam, berarti dia terlalu larut mengerjakan bab tiga sampai tak tahu kalau hari sudah sore. Dia juga baru menyadari kalau punggungnya terasa pegal.

"Mau mbolang ke mana besok akhir pekan, Mas?" Rindu meregangkan kedua tangan, kemudian mendorong laptopnya menjauh.

"Nggak ke mana-mana. Memes (sebutan untuk ibu) minta antar ke pertemuan keluarga di rumah Mbahku."

"Ebes-mu (sebutan bapak) ke mana?"

"Biasalah, lek ayas sing ladub (kalau aku yang berangkat), berarti Ebes luar kota. Orang proyek, Ndu."

Rindu mengangguk-angguk. Meskipun suka berpetualang dan mengunjungi banyak tempat, nyatanya tak sedikit anggota Mapala yang lebih mementingkan untuk membantu orang tua mereka.

"Kamu ngerjakan apa, sih, Ndu? Aku ngomong nggak kamu tanggapi dengan baik." Galang menarik laptop Rindu, lalu membaca yang tertulis di layar.

"Bab tiga ini." Galang menoleh, tangannya mengacak rambut Rindu sampai beberapa helai lepas dari ikatan.

"Kebiasaanmu, Mas!" Rindu menjauh dari jangkauan tangan Galang dan merapikan rambutnya. "Nggak ngerti aku gimana bikin bab tiga."

"Bab tiga isinya profil organisasi, analisis permasalahan, kebutuhan, ya yang itulah pokoknya."

"Masalahnya, aku takut kalau yang aku tulis ini dianggap nggak cukup sama Pak Gara."

Rindu ingat dengan baik, saat berada di ruangan dosennya. Dia sedang membaca beberapa referensi dan mencatat saat Segara memberikan bimbingan pada mahasiswa lain. Suaranya memang tidak keras, tetapi perintah yang diucapkannya tidak bisa dibantah. Segara meminta mahasiswa malang itu untuk kembali ke tempat studi kasus untuk menggali lagi permasalahan. Bukan tidak mungkin kalau besok dirinya juga akan mendapatkan hal yang sama.

"Kerjakan saja dan maju!" kata Galang enteng. "Kalaupun Pak Gara memintamu untuk kembali ke tempat studi kasus, ada aku yang akan menemanimu ke sana. Omku juga sudah bilang bersedia untuk membantu. Nggak usah dijadikan besar kalau hanya masalah itu. Kubantu juga kalau memang itu terjadi."

"Tapi ...." Membayangkannya saja Rindu merasa ngeri. "Bakalan ribet banget."

"Mau sarjana, nggak?"

"Ya mau."

"Pak Gara juga pasti nggak bakalan suka dengar keluhanmu."

Rindu paham kalau Segara tak akan suka dengan orang yang malas belajar. Beliau mungkin dan hampir bisa dipastikan kalau tak akan mengatakan apa-apa. Dia tak datang sekalipun, dosennya tak akan bertanya. Pertanyaannya sekarang, sanggupkah Rindu mengecewakan banyak orang hanya karena kemalasannya?

Kidung Merah JambuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang