Pagi di Hindia Belanda, mereka mulai dengan sesuatu yang menyenangkan Ellan mengayuh sepeda miliknya, membawa Lerajee pada sebuah tempat yang hampir tidak terjamah manusia. Gadis itu memeluk erat tas rami besar, berisi alat melukis dan buku-buku atas dasar rekomendasi Ellan. Hingga, kayuhan itu berhenti tepat pada sebuah jalan setapak, tersembunyi dari jalan besar. Di bawah sebuah jembatan yang menjadi perlintasan lori pengangkut hasil ladang, Ellan mengetahui surga menyendiri.
Tempatnya biasa merenung sembari mendengar kicauan burung yang sibuk terbang dari pohon ke pohon, melintas di atas derasnya aliran sungai. Sedan Ellan akan duduk dengan buku di tangan, hingga senja menjelang.
Dunia Lerajee dan dunia Ellan tidak akan jauh berbeda. Mereka bisa betah berjam-jam dengan kesibukan masing-masing tanpa berbicara, tanpa obrolan hangat. Namun, Ellan benar-benar bisa mengenali selera seorang Lerajee.
"Darimana kau menemukan tempat ini?" tanya gadis itu sedikit takjub saat Ellan menyingkap akar pohon yang menjuntai bak tirai dan terbukalah pemandangan sungai dengan aliran deras di depan mereka. Pohon murbei lebat dengan buah-buahnya yang kehitaman, menjadi spot terbaik tempat itu.
Ellan memetik beberapa buah murbei matang dan memberikannya pada Lerajee.
"Manis," komentar gadis itu merasakan rasa murbei yang baru kali ini ia coba.
"Ada lebih banyak tempat yang harus kau coba," ucap Ellan. Lebih seperti ajakan dan sarat akan harapan bahwa Lerajee akan menyetujui rencana itu. Dimana Ellan akan mencoba banyak hal, mengajak Lerajee merasakan yang sama, kemudian-- Ellan akan berharap, bahwa mereka bisa lebih dekat.
"Jika Kile Roell tidak berkomentar terlampau banyak, saya setuju."
Ellan tertawa. Jika Kile tidak memasang wajah garangnya saat Ellan datang menjemput dengan membawa sepeda dan tas berisi buku serta kanvas. Perjalanan mereka adalah rahasia. Ellan hanya mengatakan sebuah sekolah rakyat di pesisir kota yang menjadi tujuan mereka. Namun salah. Mereka tidak pergi terlampau jauh dari perkotaan. Mereka hanya mencoba bersembunyi dibalik keramaian.
Ada seorang gadis yang melampiaskan perasaannya ke dalam lukisan yang tampak hampa. Ada pula seorang pemuda yang sibuk menjelajah dunia hanya lewat sastra. Filosofi dalam, teori tak berdasar tentang dunia, membuatnya bertanya-tanya, apa yang ada di luar tembok Hindia? Sedang sang gadis turut bertanya, bagaimana jika lukisannya ia beri sedikit rasa? Akan jadi seperti apa karyanya?
Lerajee memejamkan mata saat sketsa di kanvasnya selesai. Ia ragu untuk menggores warna. Belum lama, ia mendekam dalam kamar dengan lukisan-lukisan berwarna gelap serta mengerikan. Bahkan sebagian kanvasnya terkoyak oleh pisau tajam dan tidak lagi bisa disebut karya sempurna. Lantas, hari ini, ia tengah menghirup dengan leluasa udara segar di luar megahnya kediaman Roell. Sayangnya, terlintas tanya di kepala saat ini. Warna apa yang akan ia pilih?
KAMU SEDANG MEMBACA
Lerajee
Historical FictionLerajee tidak pernah meminta untuk dilahirkan sebagai setengah pribumi. Ketika semua orang hanya memandangnya sebagai anak iblis sebab namanya yang disematkan oleh sang ibu. Direndahkan oleh orang disekitarnya dan hidup dalam pengabaian ayahnya. Ler...