27 • Hod van Netherlands-Indie

195 26 0
                                        

Siapa kangen Lerajee? aku lebih kangen kalian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Siapa kangen Lerajee? aku lebih kangen kalian...
happy reading all

>>>>>

"Ellan!"

Pemuda itu berbalik dan memberikan sebungkus rempah pada pribumi yang entah bagaimana ceritanya bisa menjadi rekan. Dalam bisnis dan pertukaran informasi rahasi.

Tentu saja.

Di dalam bungkusan kertas berisi rempah yang ia beli pada seorang pedagang Tionghoa itu, Ellan menyelipkan kertas-kertas lain seperti bermain peran sebagai telik sandi. Galuh pun sama, ia akan memberi akses kepada Ellan untuk merambah lebih jauh target bisnisnya. Selama mereka sama-sama punya tujuan dan tidak saling bertentangan.

Ellan menghentikan langkahnya saat mereka hampir berpisah di perempatan jalan. Ellan memicing karena menahan teriknya matahari mulai membakar kulit putihnya. Sementara Galuh tetap berdiri dengan tenang sebab terbiasa. Ini negaranya dan ia terlahir untuk berada disini. Terik pun ia akan tetap berdiri tanpa mengeluh. Memijak dan menjunjung bumi Pertiwi.

Puitis sekali.

"Kenapa kau percaya padaku?" tanya Ellan dengan bahasa Melayu yang sedikit payah tapi Galuh masih bisa memahaminya.

"Saya cukup mampu untuk membunuhmu. Urusan kau yang akan berkhianat, saya bisa menyelesaikannya."

"Sombong sekali," cibir Ellan. Pemuda Eropa itu berdecak pelan. Menatap pada Galuh yang sedikitpun tidak menunjukkan keraguan. Seketika oa mulai yakin bahwa rekannya ini bukan pemuda biasa dengan ambisi sekenanya. Tapi benar-benar ingin membalas rasa sakit yang menghujam dirinya selama ini. "Silakan, nikmati tehnya. Esok malam akan segera membaik."

Galuh mengangguk dan berbalik meninggalkan Ellan. Segera ia akan membuka dan mengkonsumsi isi dari bungkus herbal itu. Esok malam ia akan melihat bagaimana herbal itu bekerja.

>>>>>

Suara koin jatuh menggelinding di lantai berbahan dasar tegel itu hingga terinjak kaki pelayan yang membawa nampan berisi botol-botol wine.

Sumpah serapah, tawa lepas menggelegar mengisi ruangan. Denting gelas kaca beradu dan aroma parfum bercampur aroma alkohol memabukkan siapapun yang ada di dalam sana. Seperti melihat monyet bertaruh pisang dan meraung sebab kalah hingga tiada yang tersisa. Satu persatu kartu dibuka dan...

"Saya menang lagi, maaf meneer."

Tidak ada sejarah mencatat di gedung itu seorang pribumi bisa menang di meja perjudian.

Tapi, mereka hampir gila dan mengumpat karena kehilangan kesempatan untuk mempermalukannya. Mereka mempertaruhkan harga diri, reputasi dan bahkan harta yang mereka miliki. Sialnya, tiga kursi yang melingkar di meja itu telah kosong ditinggalkan penghuninya yang merasa dilucuti oleh pribumi yang selama ini mereka anggap bodoh dan tidak berguna.

LerajeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang