28 • Oud Verhaal

170 26 0
                                        

Setiap goresannya akan membawa rasa atau kisah yang harus segera ia sampaikan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setiap goresannya akan membawa rasa atau kisah yang harus segera ia sampaikan.

Terasa demikian bagi siapapun yang melihat karyanya. Secarik kertas di tangan Galuh seperti berbicara.

Seberapa deras arus yang menghantam sebuah jembatan hingga jalan itu tidak lagi mampu membawanya pulang?

Ada alasan mengapa Ellan mendeklarasikan perlawanan hanya karena seseorang.

Selain sebab perasaan, gadis itu butuh lebih dari sekedar teman. Ia ingin pulang, tapi tidak ada yang memandu jalan lain selain melalui satu jembatan yang telah rusak terbelah oleh derasnya aliran sungai.

Dari tempatnya berdiri Galuuh melihat ke arah luar jendela, gadis yang memenuhi pikirannya keluar dengan menenteng buku beserta alat lukis di tangannya. Tampak kepayahan, namun seorang pria datang dengan sigap membantu gadis itu membawa barangnya. Galuh tersenyum tipis, terlebih gadis itu turut melempar senyum, walau bukan pada dirinya, tapi senyum itu tetaplah jauh lebih indah dibandingkan air matanya.

"Mengaguminya dari jauh, bung?" Galuh tersentak dan menjatuhkan buku tebal di tangannya hingga mengenai kakinya. Sakit, tentu saja. Galuh sedikit meringis lalu memungutnya kembali sebelum memaki orang yang tanpa merasa bersalah justru tertawa.

Ellan mendekat ke jendela dan melihat pada arah yang sama. Apa yang membuat masing-masing jatuh cinta pada gadis itu. Apa karena ia seorang Roell? karena parasanya? atau karena hal lainnya? Beberapa pertemuan tidak cukup membuat seseorang bisa jatuh cinta semudah itu. Tapi hebatnya, mereka berdua mampu menjadikan beberapa kali pertemuan itu menjadi sebuah perasaan yang tertuju pada satu orang yang sama.

Galuh menutup kembali buku yang sebelumnya ia baca dan diam-diam menyimpan kertas berisi coretan jembatan itu ke dalam sakunya. Mereka kini tengah sama-sama memandang ke arah luar jendela. Dimana, jalanan mulai ramai dengan delman serta mobil berlalu lalang. waktu dimana semua membaur selayaknya manusia biasa. Tidak ada siapa yang kuat dan siapa yang lemah. Beberapa tahun waktu mengubah segala yang ada di kota ini dengan sangat cepat. Terlihat damai, hanya saat dunia terang berkat kehadiran sang surya. Pemilik kehidupan yang sesungguhnya.

"Mau mendengar sesuatu?" tawar Galuh di tengah keheningan mereka.

Ellan menoleh, seperti ingin Galuh melanjutkan kalimatnya.

"Kisahnya sama. Seorang pribumi dan seorang kompeni menyukai satu gadis yang sama. Keduanya bersahabat dan sama-sama tahu perihal pada siapa mereka jatuh cinta. Singkatnya, mereka berjuang mati-matian bukan sekedar mendapatkan simpati dan mengharap balas atas yang orang sebut cinta sejati." Galuh menceritakan masa lalu. Mungkin cerita itu akan terulang kembali sekarang. Bilamana sama, maka ia hanya perlu mengulangi caranya agar mereka bisa ikhlas menerima apapun hasil akhirnya. Akankah sama atau jauh berbeda.

"Mereka justru memberi kesempatan pada gadis itu untuk memutuskan, pada siapa ia akan jatuh cinta dan bahagia. Bila bukan satu dari mereka, maka mereka akan menerima dan selesai sudah cerita yang mana mereka bertiga tokoh utamanya." Galuh tersenyum. Bagi orang yang mendengarnya, kisah itu tampak indah dan damai. Tidak ada perselisihan, tidak akan mengubah sebuah hubungan yang sudah ada sedari lama.

Tapi, jika sesungguhnya yang terjadi, kisah itu membawa luka mendalam pada masing-masing yang menjalaninya. "Mulanya mereka akan merasakan pahitnya perjuangan dan pedih akibat patah hati, tapi..." Galuh menganggukkan kepalanya pelan meresapi pesan dari ceritanya sendiri. "Hebatnya hubungan antara kedua laki-laki itu semakin erat dan semakit kuat. Tahu mengapa?"

Ellan yang sedari awal menyimak, menggeleng. "Dari sana mereka tahu bagaimana cara untuk merelakan cinta demi pentingnya persahabatan. Dan kebahagiaan bisa dicari dengan banyak cara. Jika dia bukan cintamu, maka ada orang lain yang kelak akan datang menghampirimu sebagai belahan jiwamu."

Ellan takjub. Pandangannya mengedar pada deretan buku yang tersusun pada rak. "Di antara semua ini, kau mengutip dari buku mana? Aku akan membacanya."

Mendengar pertanyaan Ellan, Galuh hanya mendengus sebal dan beranjak meninggalkan toko buku itu. Mana ada. Kisah yang ia ceritakan nyata adanya. Pesan moralnya benar-benar ia dapatkan dari apa yang ia lihat secara langsung. Walau, masa itu, Galuh masih terlampau kecil untuk bisa memahami apa itu 'cinta' dan apa itu 'merelakan'.

Keduanya mungkin akan berada di garis cerita yang kurang lebih sama. Dua orang berbeda ras yang jatuh hati pada seorang gadis. Mereka juga masin-masing tidak menunjukkan tanda permusuhan. Cukup tahu atas perasaan masing-masing.

"Ah, apa yang membawamu kesini?" tanya Galuh yang hampir melupakan niat Ellan menemuinya.

Ellan mengeluarkan amplop dari balik saku jasnya dan memberikannya pada Galuh. Ellan memang akan berhenti, tapi jika ada informasi yang bisa membantu pemuda itu, akan ia sampaikan. Ellan hanya cukup terlibat sebagai penyumbang informasi saja. Tidak membantu lebih seperti halnya kemarin.

"Daftar aset yang dimiliki Roell."

Galuh membukanya. "Danke. Tapi..."

Kata Nyonya di rumah pelacuran itu, sekecil apapun informasi yang ia dapat akan membantu jalannya. Tapi, Ellan selalu memberi banyak. Mana mungkin ia menolak.

"Bagaimana mengatakannya?" Ellan sedikit bingung, melirik sekitar yang tampak lengang dan tidak ada siapapun yang akan mendengarkan pembicaraan mereka.

"Bagaimana jika sebagian lahan yang ingin kau ambil kembali, adalah hasil korupsi? Pejabat bukan hanya orang-orang Eropa, bung. Jangan lupakan jika pribumi pun bisa gila karena harta."

Sialnya Galuh melupakan satu fakta itu.

"Sebelum menghadapi orang sebesar Kile Roell dan Thomas D'Aureville. Sebaiknya teliti dulu, siapa yang lebih pantas untuk kau bela haknya." Ellan menyembunyikan kepalan tangannya dibalik saku celana. Terlebih ada fakta yang Ellan sembunyikan dari semua orang.

Biasanya Ellan sering membayar orang untuk mengumpulkan informasi. Tidak se-ekstrim para perempuan di rumah pelacuran itu. Masih ada sisi kejam Ellan, jika orang itu tertangkap basah sedang memata-matai, hukum tetap berjalan dan Ellan tidak mau namanya dibawa sekalipun ia yang memerintah. Ellan hanya akan memberi upah jika upayanya berhasil. Jika gagal, maka itu adalah karena kecerobohannya.

Tapi, ada seseorang yang memberinya secuil informasi tanpa diminta. Hanya mengharap sepuluh gulden jika informasinya cukup membantu Ellan dan tiga gulden jika informasinya tidak berguna. Ellan memang tetap akan memberinya uang. Siapa sangka jika informasi itu bukan hanya berguna, tapi juga mengejutkan bagi Ellan.

"Galuh," Panggil Ellan, tapi kemudian ia menggeleng. Mengurungkan niatnya. "Tidak. Bukan apa-apa. Selesaikan saja urusanmu dan aku akan melindungi Lerajee semampuku."

Semampu Ellan. Sebab masalahnya bukan pada Galuh dan bagaimana nanti Galuh mengacaukan Kile bersama Thomas. Tapi tidak ada yang bisa mengetahui masa depan lebih awal.

"Ya. Seperti kisah yang kau ceritakan. Berjuanglah dan bertahan."

Maaf banyak typo

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Maaf banyak typo

see u again, guys❤

LerajeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang