29 • Kile's Schreeuw

96 18 0
                                    

Karel berjalan mengiringi setiap langkah Lerajee menyusuri satu persatu toko sepanjang jalan yang orang sebut Petjinan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Karel berjalan mengiringi setiap langkah Lerajee menyusuri satu persatu toko sepanjang jalan yang orang sebut Petjinan. Membeli tali renda, pernak-pernik untuk menghias kamarnya, perhiasan rambut, parfum, aromaterapi, serta dua benda yang tidak akan mungkin gadis itu lupakan adalah buku dan alat melukis.

Atas perintah Kile, beri waktu pada gadis itu untuk menikmati harinya. Sepanjang hari dan seperti biasa, gadis itu tidak membantah sekalipun ia harus seharian dalam pengawasan Karel.

"Jika juffrouw merasa tidak nyaman, saya akan menepi dan menunggu di tempat lain. Kita bisa bertemu nanti saat juffrouw ingin kembali." Begitulah kalimat yang berkali-kali Karel ucapkan pada Lerajee.

Gadis itu hanya tersenyum menolak. Karel tidak mengganggunya sama sekali. Laki-laki itu memang baiknya menemaninya, agar ia tidak merasa sendirian. 

"Karel,"

"Ada apa?" Lerajee menyerahkan pensil dan kanvasnya. 

"Gambar sesuatu di sini." Jemarinya menunjuk kanvas yang sudah ia beri sedikit goresan. Sebuah pesisir pantai. Ia berdiri betulan memberi Karel waktu sejenak untuk mengamati kanvas di tangannya dan memikirkan apa yang akan ia gambar. Lagipula kenapa sang nona memberinya pensil dan kanvas? Ia mengira gadis itu akan menghabiskan waktunya dengan menggambar dan Karel akan menemani hingga gambarannya selesai dibuat. Karel dibuat terperangah kali ini, namun tidak bisa menolak permintaan sang nona.

Di taman itu, bersisian dengan sungai, Lerajee mendekat dan mengamati bagaimana anak-anak Eropa bisa dengan riangnya bermain di air dangkal. Mereka bisa tertawa dan tampak bergembira. Hari ini, akan menjadi cerita untuk mereka kelak ketika dewasa. Lerajee ingin tersenyum, tapi bibirnya kelu. 

Saat ia seusia mereka, Lerajee justru memecahkan piring di atas meja hingga tangannya terluka dan berakhir Kile memarahinya. Saat seusia mereka, Lerajee harus belajar dari tumpukan buku yang selalu Kile bawakan dan rentetan tata krama yang selalu Patricia ajarkan. Saat seusia mereka pula, Lerajee merasakan cambukan di betis berkali-kali ketika ia membuat kesalahan saat belajar. Saat itu, Lerajee merasa, lebih baik membiarkan Patricia mencambuk betisnya, daripada harus duduk dalam satu meja bersama kedua orang tuanya.

Lerajee yang diam-diam duduk di sisi sungai, melihat sesuatu berjalan mendekat ke arahnya. Sebuah wadah anyaman bambu mengambang mengikuti aliran sungai. Di atasnya ada sebuah kertas yang digulung dan diikat dengan tali dari rumput. Saat wadah itu berhenti tebat di kakinya, Lerajee mengambil kertasnya.

'Satu langkah untuk sembuh adalah tersenyum. Meskipun nona bisa saja terluka untuk kesekian kalinya. Tapi, tersenyumlah untuk diri nona sendiri.'

Badannya bergerak cepat melihat pada arah datangnya pesan itu. Seorang pemuda dengan pakaian khasnya tengah berdiri di sisi sungai, pandangannya lurus tertuju pada Lerajee seorang. Melempar senyum termanisnya, Lerajee masih terdiam.

Ketika Lerajee menegakkan tubuhnya, pemuda itu beranjak dari tempatnya, naik dan meninggalkan sungai.

Gadis itu bertanya-tanya. Menatap kembali pada kertas di tangannya yang berupa sebuah lipatan. Ada kertas lain yang terselip. Sebuah jembatan di atas sungai. Jempatan patah itu telah diperbaiki kembali. Masih menyisahkan jejak kayu yang lama, hanya ditimpa oleh kayu baru yang lebih kuat dan lebih kokoh. Seperti menegaskan satu hal.

LerajeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang