32 • Als Alles Goed Eindigt

177 24 0
                                        

Galuh berlari bersama Ellan membelah jalanan di sekitar pemukiman padat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Galuh berlari bersama Ellan membelah jalanan di sekitar pemukiman padat. Melewati gang kecil untuk mengejar sesuatu yang sebenarnya tidak bisa mereka bandingkan dengan kecepatan berlari manusia. Biarkan keringat mengucur deras dan kaki yang semakin lama seperti mati rasa. Sesekali mengumpat karena mereka hampir ingin menyerah untuk bisa mencapai titik pertemuan yang sudah mereka perkirakan.

Selenting kabar tentang gedung kontrolir terbakar dan hanya menyisakan sebuah buku pencatatan penggelapan dana atas nama Kile Roell, membuat mereka berdua panik bukan kepalang. Saat ini tujuan mereka adalah rumah pria itu dan meluruskan segala bentuk kesalahan dalam prosesnya.

Galuh mengumpat, Ellan mengumpati Galuh. Tentu mereka sedang saling mengumpat sekarang.

Mengabaikan lutut yang terasa nyeri sebab terus berlari, keduanya tetap pada tujuan, yaitu kantor Kontrolir Hindia Belanda. Jantungnya berdebar kencang dengan mata tertuju pada bara api yang menyambar ganas bangunan itu. Kayu-kayu atapnya mulai habis dan runtuh akibat dimakan api. Malam menjadi riuh bagi orang-orang yang bergegas memadamkan api, sekaligus suram bagi dua pemuda yang mendesah frustrasi.

Ellan menjambak rambut pirangnya sementara Galuh menendang batuan ke arah api dan berteriak mengeluarkan kekesalannya.

Kile Roell, menghadap pada putranya dengan bukti penggelapan dana yang dibuat atas nama dirinya semenjak tahun 1911 hingga 1933. Dua puluh dua tahun, hampir sepanjang hidupnya di Hindia Belanda hidup dengan uang curian. Namanya ada di setiap dokumen buktinya. Cap merahnya ada disana. Tanda tangannya tercetak jelas dengan tinta hitam tanpa sedikitpun pudar. Dalangnya Kile Roell.

Tapi apa Ellan dan Galuh mempercayainya?

Tidak. Bersamaan dengan datangnya buku besar itu, sebuah gedung terbakar habis seolah semua telah direncanakan oleh seseorang yang memang mampu untuk melakukan tindakan itu. Jika bukan Thomas D'Aureville, maka Kile dengan kesadaran penuh mengorbankan dirinya sebagai tumbal untuk melindungi reputasi seorang Thomas D'Aureville.

"Keparat!" umpat Galuh melempar topinya ke tanah. Tangannya bergerak mengacak rambut yang selama ini selalu ia sisir rapi. Apa ia salah langkah? Ia menarik kerah Ellan dan bertanya. "Katakan jika saya tidak salah langkah selama ini? bahkan dengan uluran tangan Aldert de Jageer dan Bhanu Satyokusumo saya masih kalah?" tanyanya dengan tawa getir.

Ellan menjawab, "Tidak. Kita tidak salah langkah." Nada suaranya turut memelan. Bara api terpantul pada bola matanya. Seperti gambaran hatinya saat ini, ia sedikit menunduk menatap pada Galuh. "Kita belum kalah, Galuh. Belum saatnya menyerah."

Galuh mengangkat kepalanya. Taktik perdagangan sudah. Mereka hancur secara ekonomi dan gila karena jatuh miskin. Galuh semakin kaya, orang-orang disekitarnya makmur, tapi afiliasi Thomas masih mendominasi. Selama pria itu membalas semua tindak kejahatannya.

"Kau lupa siapa iblisnya?" tanya Ellan yang membuat Galuh tersadar.

"Kau yang dulu memanggilnya, kau juga yang harus menjadi pemegang kendalinya." Suara Ellan menjadi rendah dan dingin. Seperti mengingatkan pada Galuh untuk tidak melupakan setiap kata yang terucap dari bibirnya di masa lalu. Tidak mengabaikan setiap harapan yang keluar walapun secara tidak ia sengaja.

LerajeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang