23 • Biecht

188 28 12
                                        

Suasana asing bagi seorang gadis yang terbiasa hidup di lingkungan bangsa Eropa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Suasana asing bagi seorang gadis yang terbiasa hidup di lingkungan bangsa Eropa.

Rumah Nyai memang seperti dalam bayangannya. Hanya rumah sederhana dengan dua kamar dan dinding bata tipis. Atapnya rendah dan luas kamarnya hanya setengah dari luas kamar Lerajee. Ranjangnya dari kayu, bukan dari besi tanpa kelambu.

Tapi, keheningan dan kenyamanan yang diberikan mengalahkan kemewahan yang selama ini Lerajee terima di kediaman Roell. Apa setiap isi rumah pribumi sama seperti ini? sederhana, namun memberikan kenyamanan yang tidak bisa digantikan dengan apapun.

Nyai datang dengan handuk kering, lantas duduk di tepi ranjang, tepat di belakang Lerajee. Dengan telaten, wanita itu mengeringkan rambut basah Lerajee tanpa ada yang memulai pembicaraan. Mereka tidak pernah sedekat ini sebelumnya. Mereka terlampau jauh untuk berpayung pada status ibu dan anak. Mereka terikat secara tidak kasat mata, secara batin. Saling membutuhkan kehadiran masing-masing tanpa mampu mengutarakannya.

Hingga, hari ini tiba. Saat Lerajee datang dengan segala kekecewaannya. Mengabaikan rasa sakit yang dulu pernah Nyai torehkan. Karena Bagi Lerajee, sekejam apapun Nyai, wanita itu tetap ibunya. Mereka memang pernah saling menyakiti di masa lalu. Mereka memang pernah saling membenci dan tersakiti.

Tapi, untuk saat ini saja. Lerajee ingin bersandar pada ibunya dan Nyai ingin menjadi pendengar yang baik untuk putrinya.

"Mama," panggil Lerajee saat Nyai mulai menyisir rambut panjangnya.

Nyai tidak menjawab, memberi waktu untuk Lerajee melanjutkan kalimatnya.

"Mama tidak punya saudara?" tanya gadis itu.

"Tidak ada."

"Mama selama ini sendirian?"

"Iya."

"Mama tidak kesepian?"

"Tidak."

"Mama pasti tidak senang saya disini," gumam gadis itu menunduk.

Koespatni menghela nafas dan membalikkan tubuh Lerajee hingga menghadapnya. Semua tidak ada dalam rencananya. Tentang Lerajee yang datang di malam hari dengan mata sembab dan tubuh kehujanan. Meminta menginap di rumahnya yang sederhana, jauh dari mewahnya kediaman Roell.

Koespatni hanya bingung.

"Kenapa noni berpikiran begitu?"

"Tidak tahu, mama."

Koespatni memegang kedua pundak putrinya. "Ceritakan semua pada mama, kenapa noni pergi dari rumah? Kenapa noni malah menemui mama? kenapa tidak dibicarakan dengan papamu? atau, noni bertengkar dengannya?"

Rentetan pertanyaan itu membuat Lerajee kembali menangis. Namun bedanya, kali ini ada sang ibu yang akan memeluknya dengan hangat. Lerajee percaya diri untuk itu.

Bukannya menjawab tanya dari ibunya. Lerajee balik bertanya dengan tatapannya yang tidak bisa Koespatni baca. "Kenapa mama berubah?"

"Berubah?"

LerajeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang