Aku tahu isi lubuk hati kalian, pasti berisikan kenapa aku bisa dipanggil Perempuan Gila.
Terlalu panjang untuk dijelaskan, namun kalian harus tahu seberapa pedihnya hidupku tanpa sosok berharga yang berperan sebagai kekasih setia.
Yeah, aku menyayangi kedua orang-tuaku. But that's not the point. Siapa yang membantuku saat aku menderita dan membutuhkan penenang? Jawabannya simpel, Remus John Lupin.
Terima kasih untuk Sirius sudah mau menemaniku bahkan membasmi mereka. I'm very grateful.
Tidak ada yang tahu bahwa aku memiliki penyakit bawaan. Bahkan Sirius sendiri, hanya Remus yang mengetahuinya. Bagiku terlalu beresiko jika aku memberi tahu.
Jadi, lebih baik aku diam.
𑁯꯭໑
Gadis kecil dengan serabut kemerahannya itu berlarian kecil di sekitar rumah tingkat yang besar karena memiliki lantai dua. Jemari mungilnya meraba setiap surai rerumputan yang halus perlahan-lahan.
Hidupnya berjalan normal saat itu. Sesaat, segerombolan bocah laki-laki, setidaknya berjumlah tiga orang, mendatangi gadis itu secara tiba-tiba.
"Lihat, gadis ini bermain sendirian lagi!" ejek bocah laki-laki yang berperawakan tinggi. Dikenal sebagai Ferdinand yang tangguh karena tubuhnya lumayan kekar dan cenderung bengis.
Disebelahnya, bocah laki-laki pendek menimpali. "Kita harus memberinya nama panggilan!" sahutnya. Ferdinand menepuk-nepuk bahu Ashford━laki-laki pendek pemberani yang tak memperdulikan tinggi badannya. Kata Ibunya, berani itu tak harus dari tinggi badan.
Terakhir, bocah laki-laki dengan tinggi yang bisa dibilang rata-rata itu tertawa menatap gadis tersebut. Lengannya dengan keji menjambak rambut dari si gadis.
"Bagaimana jika, perempuan gila? Bukankah cocok?" usul John, rambutnya yang klimis itu ia kibaskan ketika menghalangi pandangannya.
Gadis itu meronta-ronta kesakitan. Berteriak minta ampun, namun tak ada yang mau mendengarnya. Marcella meringis sembari menekuk lututnya yang mulai kaku.
"HEI, BERHENTI!"
Marcella bernafas lega. Lega karena masih ada orang baik yang mau menolongnya, kira-kira siapa orang yang menolongnya ya?
"Sudah kubilang. Mereka itu bengis, iblis. Kenapa kau masih mencoba menyerang mereka?" Marcella menekankan kapas ke kelopak mata Sirius yang memar.
Sirius kecil menggigit bibir bawahnya untuk mencegah agar tidak berteriak. "Aku melihat wajahmu, kau membutuhkan pertolongan, El."
"Setidaknya berterimakasih lah! Aku melawan mereka sampai babak belur, bocah-bocah badung itu harus menyesal jika berurusan denganku!" protes Sirius menggelegar. Tangannya ia angkat di langit-langit, membuat Marcella menggelengkan kepalanya.
Seutas senyum mulai nampak di wajah Marcella. Gadis itu kemudian mengusap rambut Sirius, "Lain kali, jangan coba untuk selamatkan aku lagi."
"Bibi Walburga tidak akan senang melihatmu seperti ini. Sudahi perkelahian kalian, aku baik-baik saja."
KAMU SEDANG MEMBACA
𝑯𝒆𝒂𝒗𝒆𝒏 𝒂𝒏𝒅 𝑩𝒂𝒄𝒌
Ciencia Ficciónㅤ ֹ ׅ ݊ ︵ ֹ ︵ ׅ ︵ ֹ 𐃐 ֹ ︵ ׅ ︵ ֹ ︵ ݊ ׅ 𝗩𝗼𝗹.ㅤ𝐈𝐈ㅤ/ 𝐈𝐍 𝐖𝐈𝐂𝐇ㅤㅤㅤ: Marcella Van Dijkㅤㅤㅤ telahㅤㅤㅤmengalihkanㅤㅤㅤ perhatian ㅤㅤㅤseorang ㅤㅤㅤ 𝗥𝗘𝗠𝗨𝗦 𝗟𝗨𝗣𝗜𝗡ㅤㅤㅤyang ㅤㅤㅤterobsesiㅤㅤㅤdanㅤㅤㅤrelaㅤㅤㅤmelakukan ㅤㅤㅤapa ㅤㅤㅤsaja ㅤㅤㅤdem...