Kaizy menatap pantulan dirinya di cermin. Seragam baru yang melekat padanya cukup bagus, apakah sekolah barunya akan sama seperti seragamnya hari ini?
Helaaan napas terdengar dari mulutnya, ia tak menyangka harus pindah ke sekolah baru. Apa dia akan sama seperti disekolah lamanya? Atau malah berbeda?
"Kak! Buruan, kita bisa telat nanti!!"
Kaizy menoleh kearah pintu yang menampilkan sosok Sera dengan wajah kesalnya.
"Gausah teriak-teriak dek," ujarnya datar karna memang merasa terganggu dengan teriakan Sera.
"Makanya cepet, gausah lelet jadi orang! Gara-gara kakak, Sera sama kak Lizi bisa telat!"
-----
Tok tok tok
Kaizy menggeser pintu kelas dengan perlahan dan menunjukkan wajah datarnya. "Boleh masuk?"
"Oh iya, kamu anak barunya ya? Sini masuk," ucap guru dengan perawakan seperti masih muda, padahal sudah berumur sekitar 40an tahun.
Gadis itu melangkah masuk dan menutup kembali pintunya. Kemudian ia berdiri didepan kelas dan menatap satu kelas yang terlihat tidak suka dengannya. Ia bisa menafsirkan hal itu, karena memang dirumah ia ditatap seperti itu oleh keluarganya.
"Silahkan, perkenalkan diri kamu lalu duduk di bangku yang ada disana" tunjuk guru tersebut kearah bangku yang kosong.
"Nama gue Kaizy Margaret, panggil aja Kai. Gue dari SMA Erlangga,"
"Pindahan dari swasta? Kemungkinan di DO ya?"
"Senakal apa sampe di DO?"
"Apa keluarga lo bangkrut, dan gak bisa biayain lo sekolah?"
Pecah lah tawa kelas tersebut. Kaizy hanya diam, karena penuturan terakhir memang benar adanya. Ia juga tidak boleh marah, karena ia masih baru. Resiko menjadi anak baru emang gini, jadi ia harus tegar.
"Sudah! Sudah cukup! Apa-apaan kalian seperti itu?! Kalian pikir hebat bisa ngata-ngatain anak baru seperti itu?!"
"Kalian belum tau saja siapa dia! Kalau kalian tau, kalian pasti akan iri dengannya!"
"Iya buk, kami iri dengannya karena tidak memiliki banyak uang hingga harus pindah dari sekolah elit" celetuk gadis dengan pakaian ketat dan wajah yang di polesi hiasan. Lalu sekelas kembali tertawa mendengarnya.
Kaizy mengepalkan kedua tangannya, tapi bibirnya masih tersenyum kecil seakan ia tidak marah. Kemudian ia menatap kearah guru yang duduk dimeja guru.
"Gak papa buk, saya duduk aja" mau tidak mau guru tadi mengangguk dan membiarkan Kaizy duduk di bangkunya.
Guru tadi memijit pelipisnya melihat kelakuan anak didiknya seperti ini. Tidak akan ada mubar yang betah dikelasnya, belum ada sebulan pasti keluar. Apakah Kaizy bisa bertahan?
"Sudah, buka buku tugas kalian dan kerjakan sepuluh soal dipapan tulis!" Perintah guru itu yang kemudian menuliskan soal dipapan tulis.
-----
"Hai, gue Azarine. Panggil aja Zaza atau Zarin,"
Kaizy yang tengah menulis beralih menatap gadis yang duduk didepannya. Ia hanya bergeming menatap uluran tangan dari gadis itu.
Zaza yang merasa tangannya tidak diterima, lantas ditarik kembali. "Hm, gue mau temenan sama lo. Boleh kan?"
Kaizy masih diam, ia sedikit takut untuk menerima orang baru sebenarnya. Ia takut kalau ia akan mendapatkan teman fake lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
HARSA
Random"sejahat itu gue sampe harus ngerasain ini semua?" ucapnya sembari menatap pantulan dirinya didepan cermin. mata sembab, rambut acak-acakan, persis seperti salah satu pasien RSJ. ----- "gue gapapa, luka kecil doang gabakal bikin gue mati" jawabnya...