Kepala sekolah menatap Kaizy yang hanya menunduk, ia sudah menyuruh wali kelas kedua gadis dihadapannya untuk menelpon orangtua Kaizy untuk segera datang ke sekolah.
Tak lama, seorang pria dengan kemeja lengan panjang masuk kedalam ruangan bersama wali kelas Kaizy dan Lavina.
Lavina berdiri dan memperhatikan lelaki tersebut, seperti ia adalah ayah dari Kaizy.
Wira menunduk dan memberikan senyuman kepada kepala sekolah.
"Apa yang Kaizy perbuat hingga saya dipanggil?" Tanya Wira tanpa basa basi setelah ia dipersilahkan untuk duduk.
"Begini pak. Anak bapak telah mencuri handphone temannya, saya sudah menanyainya terus tapi ia tak kunjung menjawab"
"Barangkali bapak adalah ayahnya, mungkin ia mau menjawab kenapa dia mengambil handphone temannya"
Wira sedikit terkejut kemudian melirik tajam kearah Kaizy yang duduk disebelahnya. Kemudian ia tersenyum kearah kepala sekolah tersebut.
"Tapi pak, saya tidak pernah mengajarkan mencuri pada anak saya"
"Saya mengerti pak, coba bapak tanyakan kepada anaknya sendiri"
Wira manggut-manggut mengerti, "baik pak, boleh saya bawa keluar anak saya sebentar?"
"Oh tentu pak, silahkan saja"
Wira segera meraih tangan putri sulungnya dan keluar dari ruangan kepala sekolah. Ia menutup pintu, kemudian mendorong gadis itu hingga menabrak tembok.
"Apa maksud kamu hah?! Saya capek kerja buat sekolah kamu, tapi kamu malah mencuri?! Kamu sadar gak sih tindakan kamu bikin saya malu?!"
Kaizy hanya diam, masih menunduk. Percuma membela diri kan? Tidak akan ada yang percaya.
Plak
"Kenapa kamu mencuri? Uang saku kamu gak cukup? Iya?!"
Plak
"Kamu anak pembawa sial! Bisanya cuma mempermalukan saya!"
Plak
"Setelah ini, kalau sampai kamu bertindak lebih lagi..." Wira mendekat kearah telinga putrinya.
"....saya tidak akan segan-segan untuk menghukum kamu bahkan mencabut nyawa kamu!"
Kaizy meneteskan air matanya. 3 tamparan itu terasa sangat panas dan perih. Bahkan, ia merasa sudut bibirnya mengeluarkan darah.
Wira menjauhkan kembali tubuhnya, "cuci wajah kamu dan berhenti menangis, lalu pergi ke mobil dan tunggu saya disana!"
Kaizy langsung pergi dari hadapan Wira. Ia berusaha menahan mati-matian airmatanya yang berkumpul di kelopak matanya.
—————
Gibran meletakkan tasnya didalam kamar dan merebahkan dirinya dikasur. Hari yang sangat melelahkan.
Ia teringat kembali pada Kaizy yang masuk kedalam kelas dari ruang kepala sekolah dan mengambil tasnya. Bukan kejahatan yang ia lihat dari gadis itu, tapi wajahnya yang terlihat mengenaskan. Sudut bibirnya yang luka, dan matanya yang sembab.
Gibran yakin, pasti terjadi sesuatu pada gadis itu.
"Gibran, kakak pulang!"
Lelaki itu beralih duduk dan berlari keluar dari kamar saat mendengar suara kakaknya.
Ia langsung memeluk kakaknya dengan erat, "Gibran kangen"
Ara tersenyum lembut dan mengusap punggung adiknya, "kakak juga kangen,"
KAMU SEDANG MEMBACA
HARSA
Random"sejahat itu gue sampe harus ngerasain ini semua?" ucapnya sembari menatap pantulan dirinya didepan cermin. mata sembab, rambut acak-acakan, persis seperti salah satu pasien RSJ. ----- "gue gapapa, luka kecil doang gabakal bikin gue mati" jawabnya...