Kaizy tengah menyapu halaman rumahnya. Sejak kejadian dimana ia masuk kedalam ruang kepala sekolah, ia dijatuhi hukuman skors selama lima hari. Ia merasa setengah sedih setengah senang. Sedih, karena ia akan ketinggalan pelajaran, senang karena ia tak perlu beradu mulut sama Lavina.
Ia mengumpulkan daun-daun yang gugur dihalamannya, kemudian membakarnya. Setelah selesai, ia masuk kedalam dan menemukan Dinda yang tengah bermain handphone dengan televisi yang menyala.
"Bunda..."
Dinda tak mengalihkan pandangannya, "hm?"
"Kakak udah siap nyapu, kakak mau istirahat boleh?"
"Cuci piring udah?"
"Udah Bun,"
"Gausah istirahat bentar lagi jemput Sera, pijit aja kaki bunda sini"
Kaizy menghela pelan dan menuruti apa kata bunda nya. Ia duduk dibawah dan mulai memijit kaki wanita yang memakai daster itu.
"Lebih kuat, mana tenaga kamu?!"
—————
Gibran menatap kursi yang ada disebelahnya. Kosong lagi, walaupun cuman 5 hari tapi tetap saja rasanya gak enak. Dia beralih menatap Lavina yang tengah bercerita dengan teman-temannya. Lalu, pembicaraan mereka mengarah ke Kaizy.
Lelaki itu segera menghidupkan perekam suara untuk merekamnya. Lalu ia bangkit dan meninggalkan kelas. Hp nya berada dibawah laci mejanya. Sengaja, agar Lavina lebih leluasa membicarakan Kaizy.
"Makasih ya Rin, udah bantu gue"
Karlina terkekeh, "selo aja Vin, kita kan temen"
"Seneng banget gue, dia di skors lima hari. Kan Gibran jadi gak merhatiin siapa-siapa"
"Iya Vin iyaa, makanya lo pepet terus si Gibran"
"Tapi Vin, ide lo tuh kayak udah biasa banget, kenapa mereka gak curiga gitu loh? Trus si Kaizy itu juga gak ada pembelaan apa-apa lagi,"
"Iya kan, padahal mah gue cuman nyuruh lo tarok hp gue di tas dia trus gue tinggal akting depan kelas," Lavina terkekeh dan tersenyum bangga mengingat kejadian kemarin.
Tanpa kelima gadis itu sadari, hp yang berada dibawah meja Gibran merekam semua pembicaraan mereka. Pembicaraan terus larut membicarakan satu objek yang sama, seakan tidak menyadari ada yang memantau dari jauh.
Bugh
"Sialan! Licik banget kalian!" Desis Gibran tajam dan memukul dinding disebelahnya dengan kuat.
Ia segera melepaskan penyumpal telinganya dan berjalan menuju kelas dengan ekspresi sebiasa mungkin.
—————
Tok tok tok
"Masuk"
Lelaki dengan seragam sekolah itu masuk kedalam ruang kepala sekolah. Ia membungkuk sedikit tanda memberi hormat.
"Permisi pak, saya ingin menunjukkan satu bukti penting terhadap bapak,"
Lelaki berperawakan bak kepala sekolah itu mengangkat sebelah alisnya, "tentang apa?"
"Tentang dua murid kemarin dari kelas 11 MIPA 2 pak,"
Gibran memberikan handphonenya kepada kepala sekolah dan memutar rekaman tadi.
"Makasih ya Rin, udah bantu gue"
"selo aja Vin, kita kan temen"
"Seneng banget gue, dia di skors lima hari. Kan Gibran jadi gak merhatiin siapa-siapa"
KAMU SEDANG MEMBACA
HARSA
Random"sejahat itu gue sampe harus ngerasain ini semua?" ucapnya sembari menatap pantulan dirinya didepan cermin. mata sembab, rambut acak-acakan, persis seperti salah satu pasien RSJ. ----- "gue gapapa, luka kecil doang gabakal bikin gue mati" jawabnya...