"gausah pulang sekalian!" Kaizy mendekati ibunya dan menyalaminya, "assalamualaikum Bun," Dinda berdecak kemudian mendengus kasar.
"Waalaikumussalam,"
Kaizy beralih menatap bundanya, "Kai masuk ya bun? Marahinnya pending dulu, Kai capek" kemudian ia berjalan melewati bundanya dan menuju kamar. Ia benar-benar capek hari ini.
Gadis itu langsung membaringkan tubuhnya setelah meletakkan tasnya, ia masih tak menyangka kalau Sagara adalah wakil ketua geng motor yang diketuai oleh Gibran. Bagaimana situasinya bisa seperti ini? Kepala Kai mau pecah rasanya.
Ia beralih mengambil handphone yang ada disaku roknya. Notice masuk, dari dua pengirim yang berbeda.
Ia membuka salah satunya kemudian membalasnya, lalu keduanya larut dalam satu pembahasan hingga ia lupa membalas yang satunya. Setelah selesai, ia baru membuka yang satunya kemudian membalas "iya" .
Setelah itu, ia meletakkan kembali handphonenya dan menatap langit-langit kamar. Kenapa bisa samaan seperti ini? Apa yang harus ia lakukan? Kai sangat menyayangi Sagara, tapi ia juga sedikit nyaman bersama Gibran. Kai menggelengkan kepalanya, berpikir apa coba? Ia tidak boleh begini, mereka adalah teman jadi Kai harus bersikap biasa aja. Jangan bawa hati atau bunda dan ayah akan marah.
Ia bangkit dan berjalan menuju kamar mandi. Ia akan bersih-bersih dan langsung tidur. Lapar, tapi ia mager jadi sepertinya ia akan tidur saja.
——————
"Lo kenal sama Kai?"
Sagara mendongak kepalanya dan menatap kearah Gibran yang menyodorkan minuman kaleng padanya, "mungkin?"
Gibran mengambil duduk disebelahnya dan meminum minuman kaleng ditangannya. Ia menatap lurus kedepan, "bilang yang jelas, lo siapanya dia?" Tanya lelaki itu dengan nada yang lebih serius.
Sagara menghela dan meletakkan handphonenya, "sahabat,"
Uhuk! Uhuk!
Gibran menatap tak percaya kearah Sagara, "gausah bercanda!"
Lelaki disebelahnya hanya mengangkat bahu acuh, "terserah,"
"Gak mungkin, lo pasti boong kan? Dia itu anti banget sama yang namanya temenan, apalagi sahabat?" Gibran tak percaya apa yang dikatakan wakilnya itu, pasalnya selama ini ia mendekati Kaizy sangat susah. Jadi, gak mungkin kan kalo Sagara adalah sahabatnya?
"Gue dulu sama kayak lo, susah dapetin dia buat sekedar temenan. Sampe suatu hari gue berhasil karena gue bantu dia dari perampok, dia tremor dan takut banget jadi gue tenangin dan gue anter sampe depan komplek," muak ditanya dan tidak dipercayai, ia terpaksa bercerita bagaimana dulu ia dengan Kaizy bisa jadi sahabat.
"Kenapa gak sampe rumahnya?"
"Karena dia bilang kalo ortunya gak boleh bawa cowo kerumah,"
Gibran membulatkan mulutnya, "terus? Gak pernah main?"
Helaan napas terdengar dari mulut Sagara, "gak, karena dia susah diajak keluar"
Gibran bersyukur dalam hati. Seenggaknya ia pernah mengantar gadis itu pulang dengan selamat sampai rumah. Tapi memang ia tak pernah tau wajah kedua orangtuanya Kaizy. Entahlah, apa emang setertutup itu?
"Dia pindah rumah waktu itu, gue marah karena dia bilang pas besoknya pindah. Gue gak suka sama sifat dia yang terlalu tertutup dan gak pernah mau cerita apapun,"
"Dan dia pindah kerumah gue,"
Sagara beralih menatap Gibran, "serius?"
Gibran hanya mengangguk, "iya, sejak gue liat dia gue ngerasa dia asik makanya gue deketin, dan baru aja kemaren gue sama dia temenan"
KAMU SEDANG MEMBACA
HARSA
Random"sejahat itu gue sampe harus ngerasain ini semua?" ucapnya sembari menatap pantulan dirinya didepan cermin. mata sembab, rambut acak-acakan, persis seperti salah satu pasien RSJ. ----- "gue gapapa, luka kecil doang gabakal bikin gue mati" jawabnya...