Dinda mengusap kepala Kaizy yang masih memejamkan matanya dengan lembut. Ia tersenyum sendu melihat wajah pucat anak gadisnya, "apa bunda salah mendidik kamu nak? Bunda cuma pengen yang terbaik buat kamu,"
Ia mengusap pipinya yang basah saat pintu kamar Kaizy dibuka, "bundaa"
Dinda menoleh, "Sera, kenapa sayang?"
Sera masuk dan ikut duduk dipinggir kasur seraya menatap Kaizy, "kakak kenapa bun? Kok kakak tidur?"
"Kakak pingsan sayang, bentar lagi pasti bangun," jawab Dinda seraya tersenyum kecil.
Sera meraih tangan Kaizy, "pingsan itu tidur gak bangun ya Bun? Kata kak Lizi pingsan itu tidurnya lama banget,"
Dinda tersenyum tipis, "iya sayang, tapi nggak selama itu kok. Kenapa hm? Kamu mau sama kak Kai?"
Sera mengangguk lucu, "iya bun, Sera mau main sama kak Kai, kemaren kak Kai janji kalo hari ini mau ngajak Sera ketaman,"
"Kak Kai nya lagi sakit, gimana kalo besok aja ke tamannya sama kak Kai?"
Bibir Sera mengerucut lucu, "tapi Sera pengen sekarang bun,"
"Kamu tega liat kakak kamu kayak gini, hm? Nanti kalo kak Kai gak sembuh gimana?"
Sera mengulum bibirnya, kemudian mengusap tangan Kaizy dengan jemarinya yang mungil, "iya deh bun, tapi bener ya besok Sera ke taman sama kak Kai,"
Dinda tersenyum, "iya sayang, sekarang ayok keluar bantu bunda cuci piring ya?"
Sera mengangguk dan turun dari kasur. Ia meraih tangan Dinda lalu mereka keluar dari kamar. Dinda menutup pintu kamar Kaizy dengan perlahan agar tidak mengganggu Kaizy.
Kedua netra Kaizy terbuka perlahan membuat sesuatu yang ia tahan daritadi menetes begitu saja dari sudut matanya. Bibir pucatnya mengulas senyum tipis, "kapan terakhir kali bunda ngusap kepala gue?"
—————
Kaizy keluar dari kamarnya setelah ia memoleskan lip tint dibibirnya agar tidak terlihat pucat. Kemudian, ia menghampiri keluarganya yang sudah berada dimeja makan, "Kakak berangkat ya yah, bun"
"Bawa ini," Dinda menyodorkan bekal berwarna biru dengan gambar beruang kepadanya. Kaizy terdiam menatap bekal dan ibunya bergantian.
"Ambil atau bunda buang?"
Kaizy menerima bekal tersebut dengan senyum yang ditahan. Rasanya bahagia sekali karena dapat bekal dari ibunya setelah sekian lama.
"Hari ini ada penilaian matematika sama fisika kan? Harus dapat sempurna atau kamu bunda hukum,"
Senyum dibibir Kaizy kembali luntur dan sorot matanya sendu. Ia mengangguk patuh dan menyalami kedua orangtuanya.
"Kak, nanti sore kita ketaman ya!"
Kaizy tersenyum kecil, "siap sayang, tunggu kakak pulang ya?"
Sera mengangguk dan kembali memakan roti lapisnya. Kaizy mengusap kepala Sera dengan penuh kasih sayang, kemudian berjalan meninggalkan ruang makan.
"Kai, kamu berangkat sama siapa?" Tanya Wira sembari menoleh kearah Kaizy.
Kaizy terdiam sejenak kemudian menjawab, "sama temen yah,"
"Temen yang mana? Tunggu, ayah mau liat"
Kaizy membeku, bagaimana ini? Bagaimana jika ia dimarahi? Mampus ia mampus. Bagaimana jika dirinya tak diperbolehkan berteman lagi?
Kaizy mengikuti langkah ayahnya dengan penuh rasa was-was. Bagaimana jika nanti Gibran akan diusir dan dimarahi abis-abisan oleh ayahnya?
Tak disangka Gibran telah berada didepan. Ah iya, lelaki itu memang sudah menghubunginya tadi. Kaizy meremat ujung seragamnya sembari ikut keluar gerbang bersama ayahnya. Gibran yang melihat pria paruh baya yang asing itu sontak turun dari motor. Pasti pria itu adalah ayahnya Kaizy.
KAMU SEDANG MEMBACA
HARSA
Random"sejahat itu gue sampe harus ngerasain ini semua?" ucapnya sembari menatap pantulan dirinya didepan cermin. mata sembab, rambut acak-acakan, persis seperti salah satu pasien RSJ. ----- "gue gapapa, luka kecil doang gabakal bikin gue mati" jawabnya...