Bab 9 Sudah Jatuh, Tertimpa Tangga Pula

7 3 0
                                    

DRRRT ... DRRRT ...

Handphone Tania berdering saaat ia membereskan barang-barangnya. Tania membulatkan matanya saat nama yang tertera di layar handphone nya adalah Dafa.
Tania pun segera mengangkat telepon genggamnya.

"Tania, ibu kamu meninggal!" Suara dengan nada pelan di iringi isakan tangis itu seakan  membuat dunia Tania berhenti sejenak. Seketika itu, bagai di guyur hujan deras, di hantam ombak laut, hatinya hancur berkeping-keping, air mata pun jatuh tanpa ada yang menyuruh.

"Tania! udah selesai?" teriak bude Murni karna Tania tak menyahut ketika dipanggil.
Tania pun menoleh ke arah bude. Murni yang melihat Tania berlinang air mata, langsung menghampirinya.

"Ada apa?" tanya Murni dengan memegang bahu Tania.

"Ibu meninggal." Kini air matanya membanjiri pipinya. Murni pun segera memeluk keponakanya itu.

Murni beserta karyawanya pun kembali ke kendaraan untuk segera pulang. Tania tak bisa menahan tangisanya. ia larut dalam pelukan budenya. Batinya bagai teriris namun hatinya seakan terbakar. Dadanya sesak seakan penghuninya berteriak ingin keluar. Air mata yang tak henti-hentinya jatuh itu, seakan tak punya rem untuk menghentikannya.

Sejak kepergian ayahnya empat tahun lalu, Tania hanya hidup berdua bersama ibunya. Namun tak pernah ada kesedihan lagi diantara mereka, karna Kevin selalu memberikan kebahagiaan dan keceriaan pada keluarga Tania. Namun kini, Tania bahkan tak bisa merasakan jantungnya berdetak.

Dengan wajah pucat pasi, Tania berdiri dihadapan jasad ibunya. Ia tak bisa berkata apa-apa. Bahkan kaki nya tak sanggup menopang tubuhnya, kesadaranya hilang seketika.

"Ibu ... Seharusnya aku saja yang mati!"
Hanya kata-kata itu yang terngiang-ngiang dikepala Tania.

Setekah beberapa waktu, Tania terbangun dari pingsanya. Namun, sepertinya ia belum benar-benar sadar.

Tania membelalakan matanya, "kenapa aku disini? aku seharusnya nungguin ibu di rumah sakit!" dengan paniknya ia segera keluar dari kamar.

Dafa yang baru datang dari pemakaman terkejut melihat Tania berjalan gontai menuju keluar.

"Tania?" Dafa berlari menghampiri Tania disusul dengan Murni dari arah dapur

"Kamu mau kemana?" sembari memapah Tania.

"Maaf tadi bude tinggal kedapur bikin minuman, bude gak tau kalo Tania udah sadar," sela Murni yang berjalan disampingnya.

"Bude, ayo temenin Tania ke rumah sakit, ibu pasti sendirian di sana!" ajak Tania.

"Tania, tenangkan pikiranmu." Murni memeluk keponakanya itu. Ia juga tak kuasa melihat Tania merasakan kesedihan itu.

Dafa membantu Tania untuk duduk diruang tamu, ia bersimpuh di depan Tania.
"Tania, ibu kamu sudah meninggal," ucap Dafa dengan perlahan.

Mata sayup Tania menoleh ke kanan dan ke kiri secara perlahan. Tumpukan buku yasin yang berada di atas meja serta bunga kertas dan beras kuning berwadah nampan bundar yang berada diteras membuat Tania berfikir sejenak bahwa perkataan Dafa itu benar.

Kini, air matanya terjun membasahi bajunya. Tania hanya bisa merunduk pilu menutupi tangisnya. Berkali-kali ia memukul dadanya yang sesak, jeritanya tak bisa di elakan. Murni merangkul Tania, sedangkan Dafa hanya bisa menggenggam erat tangan Tania.

Cukup lama ia meratapi kesedihannya hingga ia sendiri lemah tak berdaya, tak sadarkan diri di pelukan Murni. Murni dan Dafa yang mengira Tania hanya kelelahan, mereka segera membawa Tania ke kamar. Namun, berbeda dengan Mona yang sedari tadi berada diambang pintu menyaksikan ratapan Tania, ia berpikir bahwa Tania bukan hanya lelah, hal itu ia lihat dari wajah Tania yang semakin pucat pasi.

"Bu, sebaiknya kita bawa Tania ke rumah sakit!" Mona menghampiri Murni.

"Memangnya kenapa?" tanya Murni yang tidak mejgerti maksut Mona.

"Mona juga gak yakin, Bu, namun, kemarin pernikahan yang kita lihat adalah pernikahan kekasih Tania," ucap dengan gugup.

"Apa, apa maksudnya Bude," sontak Dafa.

Murni yang sempat kebingungan, akhirnya dapat mencerna perkataan Mona.
"Kemarin, Tania dan Mona sempat melihat pernikahan sederhana yang diadakan di masjid dekat mushola tempat kami berhenti untuk sholat Magrib, namun ternyata, yang menikah adalah kekasih Tania.

"ASTAGFIRULLAHALADZIM." Dafa benar-benar tidak menyangka bahwa Tania akan di hianati oleh kekasihnya sendiri.

Sekarang mereka paham apa yang di rasakan Tania sebenarnya.

"Ya udah, kalo gitu kita bawa Tania ke rumah sakit, sepertinya dia butuh perawatan.

********

"Bagaimana, Dok, keadaan keponakan saya?" tanya Murni yang berada disamping Tania.

"Sepertinya keponakan, Ibu, perlu dirawat  disini, karna dilihat dari kondisi organ tubuhnya yang sangat lemah, kekurangan cairan, serta tekanan darahnya yang rendah membuatnya tak sadarkan diri," jelas dokter.

"Baik, Dok, lakukan saja yang terbaik untuk keponakan saya," pinta Murni.

"Kami akan selalu memeriksanya dan juga memberikan obat yang terbaik, Bu," ujar doket.

"Terimakasih, Dok," ucap Murni.

Dafa dan Murni sangat tidak menyangka bahwa kejadian ini bisa terjadi bersamaan.

"Siapa yang tak terluka bila kekasihnya menikah dengan perempuan lain? siapa yang menyangka bahwa orang yang dicintai  akan mendua? dan siapa yang mengira ibunya akan meninggal bersama dengan patah hatinya." Hanya kata-kata itu yang terngiang-ngiang di kepala Dafa. Kini ia hanya bisa memandangi wajah layu Tania yang masih terbaring lemah tak berdaya.

*******

Sudah dua hari setelah Tania bangun dari tidurnya, namun perutnya belum terisi apapun. Setiap kali melihat makanan, hatinya malah tambah terluka, sebab dulu Tania sering disuapin ibunya. Bukan hanya ibunya, Kevin pun pernah menyuapi Tania.

"Tan, kenapa kok kamu gak makan? mau aku suapin, kah?" tanya Dafa yang tak tega melihat Tania.

"Nggak, aku bisa sendiri kok." Ia mengambil sepiring nasi yang dipegang Dafa.

Tania mulai menyendok makananya, namun, air matanya malah jatuh mengenai nasinya.

"Sebenernya aku lapar, tapi aku gak sanggup menahan air mata." Air matanya malah semakin deras mengalir.

HIKS HIKS HIKS ...

"Ya, udah, kalo gitu biar aku aja yang nyuapin!" Dafa meraih piring yang dipegang oleh Tania.

Tania hanya menatap sendu Dafa, namun ia meng-iyakan apa yang dipinta Dafa. Walaupun tak sampai habis, namun setidaknya perut Tania terisi makanan.

TOK TOK TOK

"Biar aku aja yang buka," ucap Dafa kala mendengar suara ketukan pintu.
"Nala?" gumam Dafa kala melihat siapa yang datang.

Tania pun menoleh ke arah pintu, seketika itu ia memalingkan wajahnya dari Nala.

Nala berjalan dengan santai menghampiri Tania.

"Tan, gimana kabar, Lo? gue tadi ..." Belum sempat melanjutkan pertanyaanya, tiba-tiba Tania mengambil vas bunga yang ada diatas meja, lalu dilemparnya ke arah Nala.

PYAAR ...

Nala yang terkejut melihat prilaku Tania, apalagi ekspresi Tania berubah menjadi marah, "lo, kenapa, Tan?"

"Pergi, Lo, dari sini!!" teriak Tania, ia tak bisa menyembunyikan amarahnya.

Tania terus mencari barang yang bisa ia lemparkan pada Nala, namun, yang dilempari tak paham dengan sikap Tania.

"Pergi!!"

"Pergi dari sini!!"

Dafa segera menarik Nala keluar, agar keadaan tidak semakin parah.

********

Wahh, gimana ya hubungan Tania dan Nala😱 mereka kan sahabatan😰
yuk ikuti terus kisahnya dan jangan lupa vote dan komenya..🤗

ig:haroh_01

(Hiatus)Bukan Salah Takdir Jika Kamu Bukan Jodohku Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang