"Begitulah ceritanya, Nal, aku bener-bener minta maaf," ucap Kevin, merunduk.
"Gue gak habis pikir, ya, ama, lo! terus gimana sama Tania? dia nggak akan bisa terima jika tahu kalau, lo, udah nikah, walaupun tujuan, lo, untuk kebaikan kalian sendiri, tapi apa Tania bakal terima!" ketus Nala.
"Maka dari itu gue mohon banget sama, lo, jangan bilang apa yang terjadi sebenarnya." Kevin memegang tangan Nala, berharap.
"Takdir itu nggak ada yang tahu, Vin, kalau misalkan tiba-tiba Tania tau apa yang terjadi, dia tahu kalau lu udah nikah, gimana gue ngejelasinya!"
"Aku yakin hal iru gak akan terjadi, asalkan lo jangan bilang sama Tania. Ini gak akan bertahan lama, kok, kata Natalie, umurnya hanya 5 bulan lagi, jadi gue akan pulang setelah natalie meninggal." kekeh Kevin meyakinkan Nala.
PLAK
Sekali lagi Nala menampar Kevin.
"Lo, gila, ya! lu penghianat, nggak punya perasaan!" Emosi Nala meledak-ledak. "Maksudnya, lo, akan bersenang-senang di atas penderitaan orang lai, begitu!" sambungnya. "Natalie itu juga sahabat gue, jadi gue nggak terima kalo Natalie di giniin!"Tiba-tiba dari belakang ada seseorang yang menyentuh tangan Nala, nala pun menoleh ke belakang.
"Jangan salahkan Kevin, ini semua salah gue dan mama yang maksa Kevin buat nikah sama gue, gue mohon lo bisa ngerti perasaan gue, gue cuman pengen bahagia disaat detik-detik terakhir hidup gue, Nal," sambung Natalie, memohon hingga berlutut.
Nala tidak bisa meluapkan emosinya jika kepada Natalie, karena Natalie adalah saudara sekaligus sahabat bagi Nala. Nala pun menangis seketika itu, ia memeluk Natali. Mereka pun larut dalam pelukan masing-masing.
*********
Begitulah ceritanya, Tan, gue bener-bener minta maaf, karena kalau, lo, nggak ngeliat kejadianya langsung, gue nggak bakal jelasin kayak gini ke, lo." Nala berlutut pada Tania, ia merasa bersalah.
Tania pun tak bisa membendung kesedihanya. Sejak tadi ia masih meneteskan air mata, kini tetesanya semakin deras. Nala benar-benar merasa bersalah, namun, ia tidak tega kepada Tania ia segera memeluk sahabatnya itu. Di sisi lain di balik pintu kamar Tania ada Dafa yang mendengarkan sedari tadi.
Malam hari, Tania tidur diranjang susun bagian atas, sedangkan Nala diranjang susun bagian bawah. Lampu kamar telah dimatikan. Perlahan terdengar suara isakan tangis yang memecah keheningan malam.
HIKS HIKS HIKS
Walaupun matanya terpejam, namun, air matanya masih mengalir bercucuran dengan nafas yang tersengal-sengal. Nala yang berada di bawahnya, benar-benar tak tega mendengarnya, iya sangat paham dengan apa yang dirasakan oleh sahabatnya itu. Kekasih yang selama ini tak pernah membuatnya kecewa ataupun marah, kekasih yang selalu menemani suka maupun duka, kekasih yang selalu ada saat dibutuhkan, ternyata adalah orang yang membuat luka paling menganga.
Dua hari dua malam, batinnya masih terasa teriris bagai dilempar garam. Tepat pukul 07.00 pagi, Nala membuka tirai jendela, sinar mentari yang menembus kaca, membangunkan mata Tania.
"Jam berapa ini? gue kira masih malam." Perlahan Tania bangun dari ranangnya.
"Ini jam tujuh pagi, Tan. Yuk bangun, gue udah buatin sarapan, nih, udah gue siapin di atas meja, tuh." Tania perlahan beranjak dari tempat tidurnya.
"Gue cuci muka dulu, ya."
"Ok, gue panggil Daffa dulu ya."
Kini mereka bertiga sudah berkumpul di ruang tamu. Rumah kost yang baru dibangun itu, menjadikan Tania dan Dafa pelanggan pertamanya, sehingga mereka bisa leluasa untuk beraktivitas bahkan pemilik kost pun mengizinkan mereka untuk menganggapnya seperti rumah sendiri.
"Tania, kok, kamu cantik banget, sih," puji Dafa,
"Apaan, sih, orang aku juga belum mandi, kok," senyum tipis Tania mulai terlihat.
"Mata kamu indah banget kayak berlian." Pandangan Dafa membuat senyum Tania kembali mengembang. Daffa memang berniat menghibur Tania, namun, apa yang dikatakan Dafa itu benar dari dalam hati.
"Gimana kemarin udah dapat pekerjaan, belom?" sembari mengambilkan nasi untuk Tania
"Udah, donk, tapi kali ini gue jadi sopir taksi online." senyum kudanya tercetak jelas dibibirnya.
"Cie, ada yang naik pangkat nih." cibir Nala, mereka tertawa bersama.
"Tan, gue suapin elo, ya." Sembari mengambil lauk.
BRUK
Tania jatuh pingsan.
"Tania!" teriak Dafa dan Nala.
"Tan, elo kenapa? Tania!" Nala berusaha membangunkan Tania.
"Lebih baik kita langsung bawa aja ke rumah sakit," saran Dafa.
Mereka pun segera membawa Tania ke rumah sakit.
Saat Tania dibawa masuk oleh suster dan dokter ke ruang IGD, Nala mengekor dibelakangnya.
"Maaf, Mbak, dilarang masuk dulu hingga dokter selesai memeriksa," ujar suster sembari menutup tirai pembatas.
Nala harus menurut, ia tak bisa mengganggu ketenangan di dalam ruangan.
"Jangan khawatir, Tania pasti sembuh, kok," Dafa berusaha menenangkan Nala.
"Gimana gue nggak khawatir, gue bener-bener gak tega ngeliat Tania kayak gitu," kekeh Nala. "Belum satu bulan ibunya meninggal, apalagi dia harus tahu kalau kekasihnya menikah dengan wanita lain. Gue bener-bener gak bisa bayangin kalau gue jadi dia," sambungnya.
Beberapa menit kemudian dokter keluar dari ruangan Tania.
"Gimana, Dok, keadaan sahabat saya?" sontak Nala.
"Kondisi sahabat, Mbak, sangat lemah, ia kekurangan cairan. Sepertinya ada yang dia pikirkan. Saya sarankan untuk menjaga kestabilan tubuhnya karena tubuhnya sekuat orang lain," jelas dokter.
"Baik, Dok, terima kasih."
"Sama-sama, kalau gitu saya permisi."
"silakan."
Dafa dan Nala segera masuk. Secara perlahan Nala memegang tangan Tania, ia memandangi wajah sahabatnya itu. Beberapa saat kemudian, jari-jemari Tania mulai bergerak, diikuti dengan matanya yang mulai terbuka.
"Tania."
Mata Tania mulai menoleh ke arah Nala.
"Jangan sakit, donk, Tan, gue jadi ikut sedih, nih," ujar Nala mengusap rambut Tania, lembut.
"Maaf, ya, Nal, udah bikin lo kawatir." Tania menggenggam tangan Nala. "Nal, gue pengin tanya sama lo."
"Tanya apa?"
"Ceritain hubungan lo sama Natalie, gue penasaran."
Nala berpikir sejenak. "Ya, udah, gue ceritain." Setelah ia pikir, tidak ada salahnya bercerita tentang masa lalunya.
"Natalie, tuh, anak dari adik ibu gue plus sahabat gue. Dari bayi kita udah sering bersama, bahkan saat gue pindah ke Jakarta, Natalie sering berkunjung. Namun, saat SMP dia salah pergaulan. Dia lebih suka pakaian ketat dan terbuka, suka jajan dan suka maen sama temen-temenya, suka menghambur-hamburkan uang, dan lain-lainlah pokoknya. Itulah yang membuat gue gak suka sama dia, jadi hubungan kita kayak terputus gitu."Tania hanya terdiam alih-alih mendengarkan Nala.
"Tan?" Nala memecah lamunan Tania.
"Jadi Kevin yang udah merubah Natalie menjadi lebih baik?"
"Sepertinya begitu, soalnya terakhir kali gue ketemu Natalie, bajunya terlihat lebih sopan," ucap Nala. Tania kembali melamun.
"Udah, ya, Tan, gak usah dipikir. Ingat, kesehatanmu, loh," ujar Nala mengacungkan telunjuknya.
Tania hanya tersenyum ramah.
***********
Huhu, kasian, ya, Tania, sakit terus.🤧 yuk nantikan eps selanjutnya🤗.jangan lupa vote dan komenya😉
KAMU SEDANG MEMBACA
(Hiatus)Bukan Salah Takdir Jika Kamu Bukan Jodohku
RomansaHiatus.... Kevin dan Tania adalah sepasang kekasih yang bahagia. Kebahagiaan itu bukan didapat dari romantisnya, melainkan dari sifat mereka yang saling memahami dan mau mengerti satu sama lain. Walaupun kisah mereka terlihat sempurna, cinta mereka...