Bab 16 Keputusan Kevin

11 4 0
                                    

Kevin pun bingung harus memberikan jawaban apa, pasalnya Jika ia menolak tawaran Niken, maka ia harus bersiap untuk keluar dari pekerjaannya, namun, jika ia menerima tawaran itu maka ia harus rela meninggalkan Tania, padahal Tania adalah tujuannya untuk mencari uang. Kevin pusing bukan kepalang, jika ia menolak tawaran itu dan bekerja di tempat lain pastinya akan lebih lama lagi untuk mengumpulkan uang dan jika ia pulang sekarang apakah tidak menambah pikiran untuk Tania karena ibunya yang sedang sakit, Tania juga harus bekerja lebih keras untuk mencari uang. Kevin benar-benar Harus berpikir lebih keras agar bisa memutuskan pilihan yang tepat.

Dua hari dua malam dia tidak bisa tidur hanya karena memikirkan keputusan apa yang harus diambil, bahkan ketika dia bekerja, ia benar-benar canggung saat melihat Natalia ataupun Niken. "Baru setengah bulan kerja di sini, masa gue harus berhenti? apalagi kerja di sini juga gajinya lumayan gede, tapi kalau gue terima tawarannya, Bu Niken, terus gimana sama Tania? gue benar-benar cinta sama Tania! gue nggak bisa menghianati dia!" gumamnya di atas kasur yang keadaanya berantakan dan acak-acakan.

Di tengah-tengah kasur yang berantakan itu, Kevin duduk bersila ditengah-tengah dengan tangan di atas paha serta telapak tangan yang menghadap ke atas, jari tengahnya mrlengkung ke atas, ia memejamkan mata berharap ada hidayah yang turun dari langit. "Ya, Allah apapun keputusan yang akan muncul nanti, berarti itulah yang Engkau kehendaki." Itulah mantra yang ia ucapkan.

Setelah 10 menit lamanya ia bersemedi, akhirnya ia menemukan jawaban yang tepat menurutnya. Matanya seketika terbuka lebar dan wajahnya berubah menjadi serius, serta senyum di bibirnya yang mulai merekah. Keesokan harinya ia bekerja seperti biasa dengan wajah yang datar, bahkan ketika ia bertemu dengan Niken ataupun Natali wajahnya tetap menunjukkan ekspresi yang datar. Entah rencana apa yang ia lakukan saat ini, namun, sepertinya rencana itu akan berjalan dalam waktu yang lama.

LIMA BELAS HARI KEMUDIAN

"Vin, lo dipanggil, tuh, sama, Bu Niken, disuruh ke restoran sekarang," ujar salah satu teman karyawannya.

"Ok!"

Kevin pun berjalan dengan santai menuju restoran, ia terlihat begitu percaya diri.

"Permisi, Bu," ucap Kevin saat sudah berada di depan Niken.

"Nih, gaji buat kamu!" Niken melempar amplop coklat yang berisi uang itu kepada Kevin di atas meja.

"Terima kasih, Bu," ucap Kevin.

"Nih, surat pemecatan kamu!" Niken melemparkan sebuah amplop putih ke atas meja. Kevin membelalakkan matanya pada surat amplop putih itu, ia tak percaya dengan apa yang ia dengar barusan.

"Saya dipecat, Bu?"

"Bukankah ini yang kamu mau? kamu mengulur waktu sampai lima belas hari untuk menunggu waktu gajian, kan! terus kamu di rumah diam-diam mencari pekerjaan lain sebagai cadangan jika kamu diberhentikan dari sini," emosinya dengan nada tinggi. "Saya akui kamu cukup pintar untuk mempermainkan saya, tapi saya tidak terima dengan semua ini!"

Matanya mengisyaratkan segalanya, Kevin tak bisa berkutik lagi karena apa yang dikatakan Niken adalah benar. "Saya minta maaf Bu."

Niken memutar bola matanya malas dengan senyum sinisnya. "Nih, surat pemecatan Kamu dari tempat kamu mengajukan lamaran. Saya telah membuat kamu di blacklist oleh seluruh instansi yang ada di Bandung ini agar kamu tidak tidak diterima kerja."

"Lho, kok gitu, Bu? saya mohon maaf atas segala yang saya lakukan, tapi tolong jangan seperti ini, Bu, karena saya juga butuh pekerjaan." Kevin memohon dengan sangat.

"Ya, itulah masalah kamu karena kamu telah mempermainkan saya! saya sudah perbaiki hati menawarkan uang yang banyak kepada kamu tapi kamu malah berbuat seperti ini kepada saya, terimalah akibatnya!" Niken bahkan tak menoleh pada Kevin. "Sekarang kamu cepat pergi dari sini! Saya tidak mau menerima kamu lagi!"
Kevin pun pergi dengan wajah yang lebih lesu dari sebelumnya

Malam hari telah tiba, mungkin malam ini akan menjadi malam paling sendu bagi Kevin. Ia pikir keputusan yang telah ia buat adalah keputusan yang baik, namun, nyatanya malah menjerumuskannya pada jurang kesusahan.

TOK TOK TOK

"Vin, ini, ada temen kamu, nih, cariin," ucap ibu kos Kevin.

"Iya, Bu, bentar." Kevin segera beranjak dari ranjangnya untuk membukakan pintu. Ia terkejut karena melihat yang datang adalah Natali.

"Ibu mau pergi dulu sama suami, tolong jaga rumah, ya, soalnya anak-anak lain banyak yang belum pulang."

"Iya, Bu."

Ibu kos pun pergi meninggalkan mereka berdua.

"Mbak Natalia ada apa, ya, ke sini?"

"Ada yang ingin saya bicarakan."

"Ya, udah mbak kita bicara di luar saja."

Kini mereka sedang berada di teras rumah kos.

"Begini, Vin, pertama Aku mau minta maaf atas sikap Mamaku tadi. Apa yang dia lakukan semata-mata hanya ingin membantuku bahagia, namun, jika caranya menyusahkanmu, aku benar-benar minta maaf." Mimik wajahnya yang terlihat sedih membuat Kevin percaya bahwa apa yang Natalie katakan adalah tulus.

"Iya, Mbak nggak apa-apa."

"Dan yang kedua aku nggak tahu apa yang aku inginkan ini benar atau salah, namun, aku benar-benar mencintaimu Kevin." Suasana menjadi lebih serius. "Aku belum pernah merasakan cintai yang sesungguhnya, tetapi saat kita bertemu perasaanku menjadi berubah," sambungnya. Kevin memalingkan wajahnya. "Kevin, umurku ini sudah tidak panjang lagi, aku hanya ingin merasakan kebahagiaan di saat-saat terakhirku, cuma itu aja, kok, tidak lebih. Jadi setelah aku meninggal nanti, kamu bisa kembali pada kekasihmu dengan uang yang dijanjikan Mamaku." Natalie berusaha meyakinkanya.

"Tapi gak semudah itu, Mbak."

"Bukankah situasi yang seperti ini akan menguntungkanmu? pikirkanlah baik-baik Kevin." Natalie berusaha menyentuh tangan Kevin, namun, Kevin mengelaknya. "Aku memang tak bisa memaksamu, itu akan menjadi keputusanmu. Jika kamu menolakku Setidaknya aku tidak menyesal karena telah mengenalmu." Natalie berusaha tersenyum.

"Aku belum bisa jawab sekarang, Mbak."

"Tidak apa-apa, aku akan menunggunya. Tapi kuharap jangan lama-lama, karna aku gak tau apa yang akan dilakukan oleh Mama nanti." Kevin hanya bisa terdiam. "Kalau begitu aku pamit dulu" Natalie berdiri, bersiap untuk pergi.

"Hati-hati di jalan, mbak."

Sepertinya Kevin harus berpikir lebih keras lagi. Perkataan Natalie membuat Kevin semakin takut untuk menolak tawaran itu, namun di sisi lain Kevin benar-benar tidak bisa menghianati Tania. Sudah beberapa hari ini Kevin tidak berani menelpon Tania, selain karna Tania sedang sibuk bekerja demi ibunya, Kevin juga tak sanggup berbicara dengan kekasihnya itu. Sungguh dilema menghantui Kevin. Kevin segera masuk ke kamarnya lalu membaringkan badan, berusaha untuk memejamkan matanya.

********

Sepertinya kalian tau lah jawabanya. Namun, kisah selanjutnya gimana, ya, kira-kira? Yuk ikuti kisahnya dan jangan lupa vote dan komenya🤗😉

(Hiatus)Bukan Salah Takdir Jika Kamu Bukan Jodohku Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang