Bab 7 Butuh Seseorang

23 15 39
                                    

DRRRT ... DRRRT ... DRRRT ...

Getar telpon genggam  dengan tertera nama Kevin di handphone Tania mengalihkan perhatianya karyawan bude.

"Angkat aja dulu, Tan, sapa tau penting!" ucap mona salah satu karyawan bude, "tapi kita duluan ya makan siangnya," sambungnya.

"Iya, mbak," dengan senyumnya. Namun, setelah teman kerjanya pergi, senyum itu turun begitu saja. Ia mengangkat telpon dengan bibir yang membentuk seperti huruf 'n'.

"Halo, ayank!" sapa Kevin dengan senangnya, sudah beberapa waktu mereka tidak berkomunikasi.

"Apa!" Nada yang sedikit menyentak itu membuat Kevin kaget.

"Ihh, ayang mah jangan gitu donk." Kevin mencoba merayu Tania.

"Kamu sihh! aku tuh butuh kamu! tapi kamu jarang hubungin aku!" emosi yang dikeluarkan Tania seperti anak kecil yang marah pada orang tuanya.

"Ya, ampun ayang ... kamu teriak-teriak gitu bikin aku kaget yank," Kevin tersentak kaget.

"Kamu sihh, aku tuh kangen kamu," kini emosinya berubah menjadi sedih.
Tangisan tanpa air mata itu membuat Kevin menjadi ikut sedih.

"Maafin aku ya yank, aku gak bisa berada disamping kamu, aku gak bisa nemenin kamu, aku gk bisa bantu kamu apa-apa," Kevin merasa bersalah.

Perkataan Kevin itu membuat Tania merasa bersalah juga, pasalnya, sebenarnya sebelum Kevin pergi merantau, Kevin lah yang membantu Tania, mulai dari biaya oprasi jantung ayah Tania, perawatan rumah sakitnya, serta hutang keluarga Tania yang belum lunas. Bukan cuma uang, Kevin sering membantu ibu Tania berjualan dipasar, sering membawakan makanan, dan hal-hal kecil lain.

"Bukan gitu juga sayang, aku tuh cuma kangen banget sama kamu, kamu tuh jarang ngabarin aku, apalagi Nala yang sibuk sama tokonya yang semakin ramai, jadi aku merasa kesepian." jelas Tania.

"Maafin aku ya, Tan, soalnya showroom tempat aku kerja itu rame banget jadi akhir-akhir ini aku sibuk banget sama pekerjaan sampai lupa pegang HP."

"Iya, sebenarnya aku bisa ngerti kalau kamu pasti sibuk bekerja, itu juga kan demi masa depan kita, apalagi kamu juga selalu ngirimin aku makanan buah-buahan dan keperluan lainnya Makasih banget atas pemberiannya, tapi aku memang benar-benar kangen sama kamu, aku pengen kamu pulang biar bisa nemenin aku," kini Tania merengek seperti anak kecil.

Walaupun Kevin jauh di mata, namun kasih sayangnya tetap tersampaikan pada Tania. kini hanya waktu yang bisa mempertemukan mereka berdua.

Sebenernya kamu cari uang banyak tuh buat apa aja sih yank? kenapa gak cari disini aja?" tanya Tania penasaran.

"Aku tuh pingin buka bengkel sendiri, yank, aku juga pengen kamu punya butik sendiri, jadi kita gak kebingungan lagi kalo butuh uang," jelas Kevin.

"Apa masih kurang banyak ya, yank?" nada suaranya mengisyaratkan harapan.

"Sabar ya, sebentar lagi kok,"

Sudah hampir dua tahun mereka tidak bertemu, wajar jika Tania sangat merindukan Kevin apalagi saat ini ibunya sedang sakit, ia membutuhkan sandaran.

"Ya udah, kalo gitu cukup dulu ya, besok kita sambung lagi," ujar Kevin mengakhiri telponya. "Jangan lupa jaga kesehatan, istirahat yang cukup, makan yang banyak! menjalani ujian juga butuh tenaga, kan," sambungnya lagi.

"Iya, ayank,"

"Ciee, ada yang lagi LDR-an nih ye" ledek Mona yang sudah kembali dari makan siangnya.

"Lo? kok udah kalian kok udah dateng aja sih, baru aku mau nyamperin," kejut Tania

"Ya, telat lah Tan ... udah setengah jam kita tadi, kenyang donk," ucap salah satu temsn kerja Tania, mereka tertaww melihat tingkah laku Tania yang manja pada kekasihnya. Tania pun hanya bisa menggaruk kepalanya yang tidak gatal itu.

*******

Bulan ini, adalah bulan dimana Tania akan mendapatkan gajinya. Namun sepeti biasa, sebelum menghabiskan uangnya itu, Tania membagi pengeluaran bulan ini. Setiap bulan, Tania tak pernah mendapatkan sisa gaji dari hasilnya kerja. Uang itu hanya berputar seperi roda yang tak tau ujungnya.
Walaupun kalkulasi dari kerja dibutik, menjahit dirumah, serta jualan online cukup banyak, namun uang-uang itu hanya akan lewat saja tanpa mampir.

Sesekali ia merasa lelah akan kondisinya sekarang ini, namun Dafa selalu menjadi penenangnya.

Saat ini Tania sedang berada di ruang resepsionis untuk membayar biaya perawatan ibunya. Setelah keluar dari ruangan, seorang laki-laki bertopi dengan masker hitam menghampirinya.

"Permisi, ada paket untuk anda," ucap laki-laki itu dengan membawa sekotak kardus kecil.

"Maaf, tapi saya tidak pesan apa-apa, mungkin anda salah orang." Tania sempat berfikir jika paket itu dari Kevin, namun saat telpon tadi Kevin tidak mengatakan apa-apa tentang paket.

"Atas nama Tania Maharini, kan?" sontak laki-laki itu sebelum Tania beranjak pergi.

"Iya? dari siapa?" Tania nenunggu jawaban laki-laki itu.

"Dari Dafa Sanjaya," Laki-laki yang dianggap sebagai kurir membuka topi dan maskernya. Yang benar saja, ia adalah Dafa.
Sontak Tania memukul bahu Dafa.

"Apaan sih, Daf," senyum tawa itu tercetak begitu manis dibibir Tania.

"Yuk ikut aku!" Dafa menggandeng tangan Tania.

"Kemana? aku baru sampek, loh," tanya Tania dengan alis keatas.

Kevin mengajak Tania keluar gedung rumah sakit. Ia menghampiri penjual es oyen di sebrang jalan.

"Wahh, es oyen! udah lama banget aku gk makan es oyen," sontak Tania kala berada didepan penjual es oyen.

"Pas banget mas, tinggal dua porsi," ucap penjual itu pada Dafa.

Walaupun menjelang magrib, namun es oyen tetap segar dimakan kapan pun. Isian mutiara, kolang-kaling, alpukat dan nangka, jeli, kelapa muda yang dilumuri susu kental manis sangatlah menyegarkan bila masuk tenggorokan. Apalagi es khas bandung itu adalah es favorit Tania sejak SMP.

"Huhu, makasih ya, Daf, gak nyangka aku bisa makan es oyen setelah sekian lama." Senyum menyeringai terlihat jelas pada bibir Tania.

"Iya, sama-sama." Dafa begitu senang melihat Tania tersenyum cukup lebar. Pasalnya semenjak ibunya terbaring koma, Tania jarang sekali terlihat bahagia.

Tania dan Dafa begitu menikmati es oyen itu, apalagi Tania sampai tidak menyisakan setetes pun di dalam gelas cupnya.

"Yahh, kok gue gak diajak sihh," ucap Nala yang baru datang dari parkiran.

"Yee, telat sih, lo," tawa kecil Tania.

"Pak, masih ada kan es nya?" ucap Nala pada pedagang itu.

"Ya, abis neng, tadi emang sisa dua, ini aja saya mau pulang neng."

"Yahh," lesu Nala.

"Besok lagi aja, Nal, orangnya pasti kesini lagi kok," saut Tania. "Btw, udah tutup tokonya? biasanya sampek jam depalan malam?" sambungnya lagi.

"Iya, gue pengen cepet-cepet kesini, soalnya kan gue jarang banget nemenin lo," jawab Nala.

"Gue ngerti kok lo sibuk, gue gak maksa lo buat selalu nemenin gue," walau sebenarnya Tania membutuhkan seseorang untuk sandaranya.

"Tan, karna udah ada Nala, kalo gitu aku berangkat ngojek dulu ya," ucap Dafa sembari berdiri untuk bersiap segera pergi.

"Oh, ya udah kalo gitu, maksih ya, Daf." Tania melambaikan tangan sebelum Dafa pergi.

"Ya udah, Tan, ayo masuk," aja Nala.

**********

Tetep ikuti kisahnya ya, karna konflik masalahnya dimulai di bab selanjutnya😗😗
Seperti biasa, jangan lupa vote dan komenya🤗🤗🤗

ig:haroh_01

(Hiatus)Bukan Salah Takdir Jika Kamu Bukan Jodohku Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang