Enam belas tahun selama ia hidup di dunia ini, tidak pernah Arzelie rasakan penderitaan yang lebih menyakitkan daripada ditinggalkan oleh kedua orang tuanya.
Tolong, ia masih takut pada dunia.
Arzelie masih terlalu kecil untuk ditinggalkan seorang diri.
Rasa sakit itu kian bertambah ketika Arzelie menyadari betapa ia merasakan kehangatan dari keluarga kecilnya dan ketika kebahagiaan itu dicuri secara paksa, Arzelie tahu bahwa ia tidak akan pernah terbiasa dengan kehidupan yang tiba-tiba berubah ini.
Ia merasa seolah ditipu.
Jika harus berakhir seperti ini, bukankah lebih baik jika kedua orang yang begitu ia cintai itu tidak pernah memperlihatkan diri sedari awal. Sehingga ia tidak perlu terbiasa dengan kasih sayang dan bertahan hidup tanpa mengharapkan lebih.
Mungkin, rasa sakitnya tidak akan menghancurkannya sejauh ini.
Kala itu, ketika Arzelie memasuki usianya yang ke enam belas tahun, ia merasa putus asa karena orang tuanya yang tiba-tiba meninggalkannya di rumah kecil mereka. Seorang diri, Arzelie benar-benar ditinggalkan seorang diri.
Di dunia ini, tidak mungkin ia dapat bertahan hidup tanpa orang dewasa yang membimbingnya.
Ia membutuhkan perlindungan.
Tetapi setelah menjalani berminggu-minggu masa hidupnya di dalam rumah yang menyesakkan itu, tepat ketika Arzelie berniat meratapi kematian kedua orang tuanya dengan cara mengurung diri, tepat pada sore hari yang sama, seseorang mendorong pintu kamarnya.
Terlihat figur seorang wanita berdiri di ambang pintu. Wanita itu mengenakan dress selutut berwarna merah, yang mana kancing-kancing di bagian dadanya di buka. Sepatu formal dengan hak pendek ia gunakan sebagai alas kaki. Terlihat mencolok dengan sarung tangan putih yang melapisi hingga ke pergelangan tangan. Diertai juga sebuah tas tangan kecil yang ia tenteng.
Lalu ketika Arzelie bertanya,
"Siapa?"
Wanita itu mengangkat pandangannya, sehingga fascinator yang menutupi wajahnya ikut terangkat.
Pada akhirnya Arzelie hanya dapat terdiam mendapati mata tajam wanita itu yang tertuju padanya. Bahkan tidak sedikit pun ia membalas bibir merah itu yang melengkung, membentuk senyuman yang ditujukan untuknya.
Jujur saja, di dalam hati Arzelie terpukau. Mata biru wanita itu gelap, seperti lautan. Rambut coklatnya yang ikal terlihat bukan main memesona. Bahkan mole yang terukir di sudut bibirnya terasa menambah kesan sexy.
"Kemarilah, Arzelie."
Arzelie berharap bahwa ia secantik dan sedewasa wanita itu...
Eh?
Menyadari raut heran di wajah Arzelie, wanita itu menutup mulutnya dan tertawa.
"Kemarilah Arzelie," ulangnya. "Aku adalah bibimu."
Bibi? Perempuan semuda dirinya?
Ia lebih sudi memanggil perempuan itu sebagai kakak.
Selama ini, tidak pernah Arzelie menyadari bahwa ia memiliki kerabat. Tetapi sebagai seorang gadis remaja yang kehilangan tempat bersandarnya, kala itu, jujur saja ia merasa senang.
Tanpa sadar ia bangkit, menangis dan memeluk wanita itu yang merentangkan tangan untuknya.
Tetapi nyatanya, gadis muda yang polos itu tidak tahu. Arzelie tidak tahu bahwa kehadiran wanita itu dapat berarti dua hal.
Entah sebagai sosok sandaran baru.
Atau mungkin petaka yang akan menggelapkan hidupnya.
"Ohh, Arzelie sayang. Aku harap kau menyadari betapa cantik wajah dan tubuhmu."
INTRÉPIDE
Kecantikan itu berarti kutukan, Arzelie mempercayainya.
Semua orang berniat untuk menjadikannya boneka tetapi tidak ada yang mencintainya dengan tulus.
Que Sera Sera
By: Ayaraaa (9 Desember)
KAMU SEDANG MEMBACA
INTRÉPIDE
RomanceSetelah ditinggalkan orang tuanya di usia yang masih sangat muda, Arzelie merasakan pengalaman terburuk ketika tiba-tiba saja orang yang mengaku sebagai kerabatnya membawanya memasuki sebuah rumah bordil yang menjadi sarang kegiatan prostitusi. Ket...