"Clary, coba tebak!" teriak Cindy, sahabat Clary sejak di bangku sekolah dasar.
"Kita sekelas kan." tebak Clary tanpa waktu lama. Clary tersenyum melihat temannya melompat-lompat senang, Clary bahkan mengikuti temannya itu. Tidak memedulikan tatapan murid-murid lain. "Yey! Satu tahun lagi di kelas yang sama. Pokoknya lo harus duduk di sebelah gue."
"Pastinya! Sekalian supaya lo bisa contekin tugas lo ke gue gitu." Kata Cindy.
"Eits, enak aja lo. Belajar! Main nyontek, gue laporin ke guru-guru tau rasa lo!" elak Clary. Keduanya sedang berjalan menuju kelas baru mereka. 11 IPA-A.
"Eh, gue juga belajar kali! Lo aja tuh yang terlalu pintar sampe gak perlu belajar lagi." Cindy membela dirinya. Clary tertawa, memang benar, sebenarnya dia sudah menyelesaikan semua pelajaran SMA ketika usianya baru 12 tahun. Tapi orang tuanya dengan keras kepala mengharuskannya mengikuti pelajaran formal hingga lulus SMA.
"Ya, nasib gue aja yang beruntung." Gumam Clary. Atau nggak? Tambahnya dalam hati.
Clary masuk ke ruang kelasnya, masih asyik bercanda dengan Cindy. Ada beberapa murid yang sudah asyik berbincang di dalam kelas, beberapa diantaranya adalah teman kelas Clary waktu kelas 10.
"Pagi Clary, Cindy. Bantu gue lagi ya setahun kedepan." Sapa Hiro, teman sekelas mereka sejak kelas sepuluh. Selain Hiro, ada juga Risa, Vanya, Dito dan Benhard.
"Pagi. Cindy aja ya yang bantuin. Gue gak bisa." Kata Clary. Dia memilih bangku di sudut belakang kelas. Tempat favorit dan strategis untuk tidur dan melamun, atau mengerjakan hal lain jika bosan mendengarkan penjelasan guru.
"Enak aja. Gue aja ngarep dari lo." Gumam Cindy, mengikuti Clary. "Oh ya, pagi. Sorry gue lupa nyapa lo."
Risa dan Vanya menghampiri kami, diikuti Dito, Benhard dan Hiro. Risa dan Vanya duduk di bangku yang ada di depan Clary dan Cindy, Dito duduk di kursi di sebelah Cindy, Hiro duduk di atas meja dan Benhard berdiri.
"Kalian udah denger belum?" tanya Risa, terdengar sangat semangat.
"Apaan?" tanya Clary.
"Wali kelas kita guru baru loh." Jawab Vanya.
"Guru baru? Bukannya kalo guru baru gak bisa jadi wali kelas?" tanya Clary lagi.
"Masa sih guru baru yang jadi wali kelas kita? Gak banget tuh. Gak berpengalaman."tambah Cindy.
"Nah, itu dia. Gue setuju tuh. Gak pengalaman. Guru yang udah lama aja belum tentu bisa jadi wali kelas. Kenapa mendadak guru baru yang jadi wali kelas kita." Komentar Dito, setuju.
"Yah, bukan itu masalahnya tau!" seru Risa.
"Terus apaan kalo bukan itu?" tanya Clary.
"Gurunya cowok!" seru Risa. Para cowok yang ada di sana berteriak memprotes.
"Masih muda pula! Keren banget." Tambah Vanya, semangat.
"Beneran bisa ngajar tuh?" celetuk Clary, meragukan guru barunya yang bahkan belum pernah ditemuinya.
"Kalo gak bisa ngajar, kita kan bisa protes, terus dia di pecat deh. End of story." Kata Benhard.
"Lo aja deh Clary yang ngajar. Kalo lo jadi guru, gue mau deh jadi murid lo satu-satunya." Kata Hiro, segera mendapat teriakan 'HUUU!!' dari keenam temannya.
"Gue yang gak mau kalo lo jadi murid gue kali! Amit-amit deh." Komentar Clary. Semuanya tertawa.
"Kasihan banget lo, Ro! Belon juga nyatain cinta, udah di tolak aja." Ejek Dito.
KAMU SEDANG MEMBACA
Genius VS Genius | ✔
Teen Fiction[LONGLIST WATTYS 2018] 😆😆😆 Apa jadinya jika gurumu seumuran denganmu? Apa jadinya jika gurumu sangat keren? Apa jadinya jika gurumu adalah seorang jenius? Apa jadinya jika kau sepintar gurumu? Here, you'll find out what will happen. Meet Clary, a...