Hei!
Enjoy!
________________________________________________________
Part 8 : The Thinking
Terdengar ketukan pada pintu ruangan Alvian. Alvian yang sedang mempersiapkan materi pelajaran harus menghentikan kegiatannya dan mempersilahkan orang di balik pintu itu untuk masuk.
Pintu itu terbuka dan menampakkan wajah familiar kepala sekolah. "Apa saya mengganggu, Pak Alvian?" Tanya Bambang, kepala sekolah di sekolah itu.
Alvian menggeleng singkat sambil berkata, "Sama sekali tidak, Pak." Alvian kemudian mempersilahkan bapak yang sudah berusia setengah abad itu untuk duduk. "Ada apa Pak?"
"Saya ingin membicarakan soal lomba sains antar sekolah yang akan diadakan bulan depan. Saya yakin ada beberapa murid spesial di kelas bapak yang bisa ikut dalam lomba ini." Kata Pak Bambang, langsung menujukan pada topik pembicaraan.
Alvian mengangguk. "Saya akan memilih beberapa murid yang berminat untuk ikut dalam lomba yang bapak maksud."
Pak Bambang berdeham sejenak, "Claressa Jocelyn Chandra." Alvian mengerutkan kening saat mendengar nama Clary disebutkan. "Kalau bisa, saya ingin pak Alvian meyakinkan dia untuk mengikuti lomba ini."
Sejak kejadian jumat lalu, Alvian belum bertatap muka lagi dengan Clary. Alvian sadar dia sudah mengatakan hal yang tidak pantas, mengingat hubungannya dengan Clary hanya sebatas guru dan murid saja. Alvian mengerjapkan mata, membersihkan pikirannya.
"Apakah Claressa memang tertarik untuk ikut lomba ini?" Tanya Alvian.
"Itu dia masalahnya, Pak. Tahun lalu dia bersikukuh menolak untuk ikut lomba ini. Mungkin dengan..."
Alvian mengerutkan dahinya sejak mendengar kata 'menolak'. "Maaf jika saya memotong perkataan bapak. Tapi menurut saya jika dia memang tidak mau ikut, lebih baik tidak perlu di paksa Pak. Karena menurut saya, lomba itu lebih baik jika diikuti oleh orang yang memang tertarik mengikuti lomba." Potong Alvian.
Kali ini giliran Pak Bambang yang mengerutkan dahinya. "Ya, tapi kenapa tidak mencoba meyakinkan anak berpotensi tinggi terlebih dahulu?" Katanya, tetap ingin mengikutkan Clary dalam lomba sains bulan depan.
Alvian menghela napas, bagaimanapun, statusnya saat ini adalah bawahan kepala sekolah, apa yang dikatakan kepala sekolah harus dilakukannya. "Saya akan mencoba, Pak. Tapi saya juga bisa merekomendasikan beberapa murid lain jika Claressa memang menolak." Katanya dengan nada tenang dan penuh wibawa.
Pak Bambang mengangguk puas. Mungkin saja jika diyakinkan dengan orang yang seumuran dengannya, Clary akan setuju untuk mengikuti lomba itu.
Clary duduk dibangkunya dalam diam. Kelas masih sepi pagi itu, baru segelintir murid yang sudah datang. Bahkan Cindy yang biasanya datang cepat pun belum datang. Sedangkan Clary sudah duduk manis dalam diam di tempatnya. Alasannya adalah karena Clary kesulitan tidur akhir-akhir ini karena kebanyakan pikiran.
Clary bahkan tidak sadar kalau bangku disebelahnya sudah tidak kosong lagi sampai sebuah suara berkata, "Pagi Clare. Hari ini lo cepat banget datengnya."
Clary menoleh karena refleks, mendapati Hiro sudah duduk manis di bangku Cindy.
"Hei.." Sapa Clary tanpa semangat. Sebenarnya dia mengharapkan orang lain yang menyapanya.
"Rapor lo gimana hasilnya?" Tanya Hiro, lagi, berusaha tetap melanjutkan perbincangan.
"Biasa aja." Jawab Clary sambil mengedikkan bahunya, cuek. Hiro memang teman yang baik bagi Clary, tapi tidak lebih. Clary tidak punya perasaan khusus pada Hiro dan sudah berusaha menjaga jarak, tapi Hiro keras kepala dan tetap mendekatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Genius VS Genius | ✔
Teen Fiction[LONGLIST WATTYS 2018] 😆😆😆 Apa jadinya jika gurumu seumuran denganmu? Apa jadinya jika gurumu sangat keren? Apa jadinya jika gurumu adalah seorang jenius? Apa jadinya jika kau sepintar gurumu? Here, you'll find out what will happen. Meet Clary, a...