Seorang pria masih berkutat dengan berkas di mejanya. Ia sesekali menatap pada layar laptopnya yang juga menampilkan beberapa tugas yang ia kerjakan.
Sudah hampir lima tahun belakang ini, dirinya mencoba hal baru. Bukan hal baru, lebih tepatnya kembali pada jalan yang seharusnya ia ambil. Menjadi pewaris salah satu perusahaan milik orang tuanya.
Tangannya menarik dasi guna melonggarkan ikatan di lehernya. Tangannya meraih ponsel, melihat kenangan foto terakhir yang ia punya sejak 6 tahun yang lalu. Potret wanita yang tiba-tiba menghilang dari kehidupannya.
Semenjak kepergian wanita itu, karirnya juga mengalami beberapa masalah. Lebih tepatnya dirinya yang memutus segalanya. Ia keluar dari Everlast, dirinya juga memutus kerja sama dengan Maribelle saat itu. Namun semua terlambat ketika dirinya gagal menemukan Kanaya. Gagal kembali menggenggam Kanaya yang entah hilang kemana.
Ketukan dibalik pintu menghentikan lamunan Killian.
"Maaf, Pak. Tiga puluh menit lagi meeting dimulai. Ini berkas yang akan kita bahas." Sekretaris pria itu meletakkan berkas di meja Killian. Setelah urusannya selesai ia kembali keluar.
Benar pria yang duduk di meja kebesarannya adalah Killian. Killian Akantha, mantan idol yang tergabung dalam boy group Everlast beberapa tahun yang lalu. Killian keluar setelah satu setengah tahun kepergian Kanaya lalu berselang dua tahun, setelah kepergian Killian yang sedikit banyak mempengaruhi perasaan penggemar, Everlast dikabarkan bubar setelahnya.
Killian masih belum menemukan apa kesalahannya saat bersama Kanaya. Ia hanya menebak jika saat itu dirinya menyakiti hati Kanaya, ingatanya sangat kabur tentang malam itu.
Namun ia juga menuntut Maribelle karna meracuni dirinya beberapa kali. Saat bertanya pada Maribelle, malah jauh lebih buruk bahkan wanita itu malah menyumpahi dirinya untuk sengsara karna membuat karir Maribelle juga ikut hancur setelah terbongkar kencan palsu mereka dan Maribelle yang membuat Killian teracuni.
Dokter yang pernah ia panggil menyarankannya untuk tes lab dan menemukan kandungan obat yang tak sepantasnya ada. Dokter bahkan mengatakan jika ia akan mengalami halusinasi dan ingatannya kacau seperti orang yang mabuk. Itu juga yang membuat ia kehilangan Kanaya.
Sudah berbagai hal ia coba namun gagal, bahkan media sosial milik wanita itu sudah lenyap satu minggu setelahnya. Killian merasa frustasi saat kehilangan Kanaya. Wanita itu memang mempengaruhi sebagian banyak kehidupannya tanpa Killian sadari.
Saat Killian mencari ke apartemen Kanaya, tempat tersebut sudah berganti pemilik. Sialnya Killian sama sekali tak tau banyak tentang Kanaya. Bahkan hampir tak tau mengenai kehidupan asli dari Kanaya.
Dirinya yang brengsek ini hanya menjalin hubungan dengan Kanaya layaknya sepasang kekasih. Namun sama sekali tak memperdulikan bagaimana Kanaya menjalani kehidupan. Hanya dirinya yang menguasai Kanaya, sedangkan Kanaya terlihat senang hati menerima dirinya dan segala perlakuannya tanpa protes.
Saat bertanya pada Alora sepupunya, ia malah mendapat makian. Alora juga sama kehilangan jejak. Kanaya hanya berpamitan lewat pesan dan setelah itu nomor tersebut tak dapat dihubungi. Bahkan Kanaya juga nekat memberi pinalti akan kontraknya pada Everlast.
Kanaya henar-benar susah untuk ditemukan. Satu hal yang selalu ia pertanyakan, apakah perbuatan mereka menghasilkan sebuah anak manusia?
Killian menatap kembali berkas itu lalu meraihnya. Ia segera berdiri saat meeting sudah akan dimulai. Melangkah keluar ruangannya, menuju tempat diadakannya meeting.
***
Dipagi hari kediaman Kanaya tengah sibuk menyiapkan bekal untuk putrinya. Ini adalah rutinitasnya, ia yang dulu mendapat bantuan dari Bi Mira. Kini ia menjalani kehidupan rumah hanya bersama putri kecilnya.
Terdengar langkah kecil menghampiri area dapur. Gadis kecil yang kini sudah berpakaian seragam sekolah menghampiri Kanaya.
"Pagi, Mama!" Sapa Lucianna.
"Pagi, Sayang. Mama udah buatin nasi sama telur mata sapi pesanan kamu."
"Wah, makasih Mama."
Lucianna mulai memakan sarapannya, sementara Kanaya kembali melanjutkan kegiatan menata bekal untuk Lucianna. Kanaya sesekali mengamati putrinya yang selalu bersemangat setiap pagi.
Kanaya sangat bersyukur Lucianna tak pernah lagi menanyakan tentang siapa Papanya. Putrinya itu pernah bertanya sekali Kanaya memberi pengertian jika Papanya pergi ketempat yang jauh, terserah putrinya menebak jika Papanya telah meninggal atau sejenisnya. Setelah itu Lucianna tak pernah bertanya lagi.
Bagi Kanaya, sudah cukup ia hidup bahagia berdua saja dengan putrinya tanpa ada gangguan dari siapapun. Ia juga mampu menghidupi putrinya selama ini dengan hasil keringatnya sendiri.
Dirinya juga tak pernah mencari tau bagaimana kehidupan Killian, pria itu sama sekali tak penting lagi bagi kehidupannya. Yang ia dengar hanya sebatas gosip Killian keluar dari Everlast dan tak berselang lama grup tersebut bubar. Itu yang dirinya dengar dari gosip para rekan kerjanya.
Setelah menghabiskan sarapannya Lucianna seperti biasa meletakkan piring kotor itu di wastafel. Kanaya juga segera mencuci piring tersebut. Ia memang tak bisa meninggalkan rumah jika masih dalam keadaan yang kotor dan berantakan.
"Udah selesai?" Tanya Kanaya yang sudah berdiri disebelah putrinya yang tengah memakai sepatu.
"Udah, Mah. Ayo berangkat!" Lucianna menggandeng tangan Kanaya.
Kanaya membukakan pintu untuk Lucianna lalu membantu putrinya memakai sabuk pengaman. Barulah Kanaya ikut masuk ke bangku kemudi. Mobil Kanaya mulai melaju membelah jalanan pagi ini.
Keduanya tiba didepan sebuah sekolah yang menjadi tempat Lucianna menuntut ilmu. Kanaya kembali merapikan seragam Lucianna.
"Ingat pesan Mama, jangan ikut siapapun kecuali Mama yang jemput, tetap menunggu didalam gerbang."
"Siap, Mah." Lucianna memberi hormat ala perajurit.
Kanaya mengusap kembali rambut putrinya.
"Jangan lupa habiskan bekal dari Mama, sana masuk. Belajar yang rajin putri kecil Mama."
"Bye, Mama." Lucianna melambaikan tangan pada Kanaya lalu masuk kedalam sekolah.
Untung saja Kanaya memasukkan Lucianna kesekolah yang fullday, sehingga ia bisa tenang bekerja. Meski biayanya lebih banyak dari sekolah negeri, namun ia bisa bekerja lebih tenang dan lama.
Kanaya kembali memasuki mobil lalu melakukannya ketempat kerja. Kanaya sesekali melirik jam tangannya, masih tersisa setengah jam sebelum waktu kerjanya. Ia bisa berkendara dengan lebih santai. Jarak sekolah dan tempat kerja Kanaya adalah searah, membuatnya juga bisa mempersingkat waktu dan tidak perlu berputar-putar.
***
Sepanjang jalan didalam butik Kanaya menyapa para pegawai, ia langsung menaiki lantai untuk bekerja.
Hari ini ia akan melakukan beberapa pertemuan dengan klien untuk mendiskusikan pesanan baju mereka. Satu pesta pertunangan dan satu pesta pernikahan. Kanaya kembali mengecek gambar yang klien pesan, ia mengambil beberapa contoh gambar dan juga buku berisi beberapa contoh warna dan kain.
Pertemuannya akan dilakukan setelah makan siang, jadi Kanaya bisa mengerjakan beberapa hal yang lain sebelum bertemu klien tersebut.
"Nay, mau kopi?" Tawar Hanna.
"Gak deh, tadi pagi aku udah sarapan. Gak pengen minum kopi dulu," balas Kanaya yang kembali tenggelam pada layar laptopnya.
"Okay, aku mau buat kopi dulu dibawah." Hanna keluar dari lantai kantor mereka. Dapur memang sengaja diletakkan di lantai bawah demi keamanan dan kenyamanan bersama.
***
Tbc

KAMU SEDANG MEMBACA
KanaLian (selesai)
Short Story🍑Minnie Series #1🍑 Cerita ini hanya akan berisi tidak lebih dari 30 bab bahkan bisa kurang. Projek Minnie Series pertama, semoga kalian menikmati bacaan ini. Rasa haus akan cinta membuat Kanaya harus menelan pil pahit dengan masuk kedalam perangka...