Seorang pria menarik sebuah koper hitam miliknya. Ia menuju salah satu kursi tunggu bandara. Penerbangannya masih setengah jam lagi. Pria itu duduk sambil menatap ponselnya.
Hari ini adalah hari kepulangan Killian menuju kota seberang. Ia tadi pagi sudah berpamitan dengan Lucianna dan Kanaya. Wanita itu tak bisa mengantarnya ke bandara, begitu juga dengan Lucianna. Tak mungkin Killian membawa Lucianna lalu menyuruhnya pulang dengan taksi.
Lucianna sempat berkaca-kaca saat melepas kepergian Killian. Pertemuan mereka memang terlalu singkat, hingga kini Kanaya juga belum memberi keputusan akan ikut dengannya atau tetap menetap di kota ini.
"Papa....."
Killian mengenyit saat mendengar suara yang memanggil Papa. Ah, mungkin hanya telinganya saja yang salah. Ia masih fokus menatap layar ponselnya.
"Papa...."
Panggilan tersebut semakin kuat, Killian yang merasa heran dan juga penasaran mendongak. Ia menemukan anak kecil yang tengah berlari menuju padanga. Senyum Killian tak bisa untuk disembunyikan lagi.
"Papa...."
"Papa.... Luci ikut pulang sama Papa." Lucianna berlari menuju Killian yang sudah berdiri, lalu memeluk pria itu.
Killian mengangkat Lucianna dalam gendongannya. Tak berselang jauh Kanaya ikut datang menghampiri mereka dengan sebuah koper tak terlalu besar milik Lucianna.
"Maaf, Lucianna dari semalam ingin ikut pulang denganmu, aku sudah membelikan tiket. Apa gak masalah? Jika Luci tiba-tiba ikut kamu pulang?" Tanya Kanaya. Ia merasa kasihan dengan Lucianna yang terlihat sedih semalam sejak Killian berpamitan untuk pulang.
"Gak masalah, aku malah sangat senang jika Lucianna ikut pulang denganku," balas Killian mengusap kepala Lucianna yang terlihat senang sejak tadi.
"Syukurlah," jawab Kanaya lega. Ia kira Killian akan merasa kerepotan.
"Tapi apa kamu gak marah jika Luci ikut denganku? Bagaimana dengan dirimu dan pekerjaaanmu?" Tanya Killian. Ia mengerti seberat apa, Kanaya pasti akan merindukan Lucianna.
"Tenang aja, aku seneng kalo Luci bahagia. Pekerjaanku akan selesai beberapa minggu lagi. Sebelum pengajuan cutiku, aku akan segera menyusul kalian," balas Kanaya.
"Jangan membebani dirimu, aku bisa membaqamu sekarang juga bersama kita," balas Killian.
Kanaya menggeleng, saat mendengar saran Killian.
"Luci harus janji sama Mama, gak boleh nakal waktu sama Papa, gak boleh nangis, gak boleh ganggu Papa waktu kerja, dengar semua kata Papa, harus jadi anak yang baik dan penurut, okay?" Kanaya beralih pada Lucianna. Memberi beberapa nasihat pada putrinya.
"Siap Mama, Luci janji akan jadi anak yang baik dan penurut saat bersama Papa," balas Lucianna.
"Kiss Mama first," ucap Kanaya. Menyentuh pipi kanannya.
Lucianna yang memang sudah mengeryi, memberi ciuman perpisahan untuk Kanaya. Wanita itu pun membalas ciuman pada Lucianna.
Killian yang ikut pun, juga tak lepas. Memberi ciuman tiba-tiba pada dahi Kanaya. Cukup lama, bahkan Kanaya sampai terdiam. Killian menatap Kanaya dengan kasih.
"Cepatlah menyusul kami," ucap Killian melepas rangkulannya.
"Aku akan segera menyusul." Kanaya melambaikan tangan pada keduanya saat mendengar siaran informasi keberangkatan mereka.
"Bye, Mama," ucap Lucianna melambaikan tangan pada Kanaya. Killian menarik koper keduanya dan sebelah tangannya menggenggam tangan kecil putrinya.
"Bye, sayang." Kanaya membalas dengan haru. Aih, ia menjadi sedikit melow pada keduanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
KanaLian (selesai)
Historia Corta🍑Minnie Series #1🍑 Cerita ini hanya akan berisi tidak lebih dari 30 bab bahkan bisa kurang. Projek Minnie Series pertama, semoga kalian menikmati bacaan ini. Rasa haus akan cinta membuat Kanaya harus menelan pil pahit dengan masuk kedalam perangka...