29 (End)

3.6K 93 5
                                    

Killian berdiri didepan balkon jendela kamarnya, ia menatap lurus kedepan. Menikmati malam tenang dengan semilir angin yang berhembus.

Pria itu tak menyangka bisa kembali bersama Kanaya, bahkan ia kini memiliki seorang putri yang sangat cantik dan menggemaskan. Penantian dan rasa bersalahnya membuahkan hal manis. Bisa kembali memeluk Kanaya sekaligus memiliki seorang anak.

Dulu ia tak pernah membayangkan akan sampai dititik ini. Berkeluarga ternyata bisa membuat hatinya tenang. Hal ini tak lepas dari sosok yang menjadi istrinya. Jika bukan karena Kanaya, ia tak akan bisa dititik ini. Jika Kanaya tak mau menerimanya lagi, ia tak akan bisa melihat putrinya dan memiliki keluarga utuh yang bisa dirinya bahagiakan.

Kanaya memasuki kamar dengan langkah perlahan. Ia melihat sekitar tak menemukan keberadaan suaminya. Hingga ia melihat pintu balkon yang terbuka. Wanita itu melangkah perlahan, lalu memeluk Killian dari belakang. Dagunya bersandar pada bahu Killian. Ia mengecup pipi Killian singkat.

Pria itu mengusap punggung tangan Kanaya. Menatap dari samping, ini yang ia suka. Kanaya sangat romantis dan pengertian.

"Luci udah tidur?" Tanya Killian.

"Udah, dia gak rewel kok."

"Putri kita memang anak yang baik," balas Killian. Kini berbalik memeluk Kanaya. Ia menelusupkan kepalanya pada perpotongan leher Kanaya. Menghirup nyaman wangi istrinya.

Kanaya mengangkat tangannya, mengusap kepala Killian berulang kali.

"Kenapa?" Tanya Kanaya.

"Gak ada apa-apa, aku cuma inget masa lalu dan beryukur banget kini kita bisa berkumpul sebagai keluarga." Killian mengangkat kepalanya, menatap Kanaya dalam dan penuh rasa syukur.

Kecupan singkat Killian layangkan pada bibir Kanaya. Membuat si wanita melotot terkejut. Ditengah suasana intim dan romantis mereka.

"Kamu baik banget, mau nerima aku yang penuh kekurangan ini," ucap Killian, tangannya terangkat mengusap pipi Kanaya.

"Kamu harus bersyukur aku mau nerima kamu lagi, padahal banyak cowok yang ngejar aku dulu," balas Kanaya dengan godaan pada pria yang menjadi suaminya.

"Aku bersyukur banget," timpal Killian membenarkan, ia tak bisa membayangkan jika Kanaya bersama pria lain dan juga putrinya memanggil pria lain dengan sebutan Papa. Hancur sudah pasti diri Killian jika sampai tau hal itu.

"Udah, sedih-sedih mulu," ucap Kanaya. Ia mencubit pipi Killian dengan gemas. Pria ini tak pernah dirinya duga akan berubah sejauh ini, menjadi lebih mudah melow dan merasa bersalah jika itu bersangkutan tentang Kanaya dan Lucianna putri mereka.

Killian meyelipkan lengannya diantara paha Kanaya, pria itu mengangkat Kanaya dalam gendongannya. Ia membawa Kanaya menuju ranjang. Lalu menurunkan wanita itu perlahan duduk diatas ranjang dengan kaki menggantung.

Pria itu membungkuk, lalu mencium bibir Kanaya dengan kelembutan, tangannya menahan tengkuk Kanaya, memperdalam lumatan, menikmati setiap lembut sudut bibir istrinya. Lidahnya juga terus menggoda Kanaya untuk bermain bersama.

Kanaya dengan senang hati membalas Killian, ia merasa perutnya seperti tergelitik, tak pernah ia lupakan setiap kenikmatan dari ciuman suaminya. Tangannya meremas surai hitam tebal pria itu, melampiaskan rasa nikmat yang terus membumbung. Kanaya melenguh samar, sambil terus menikmati pergulatan bibir yang semakin intens.

Ciuman Killian turun ke rahang Kanaya, lalu menuju leher. Menikmati rasa kulit Kanaya. Ia menggigit dan menyesap kuat meninggalkan ruam merah samar. Suara lenguhan Kanaya semakin membuat semangat Killian membara.

Killian melepas pakaian Kanaya, mempertintonkan tubuh istrinya yang hanya terbalut pakaian dalam. Kanaya memerah malu saat Killian menatap penuh puja pada tubuhnya.

KanaLian (selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang