Part 3

319 12 6
                                    

Sekian lama aku menunggu Rehan ataupun Rahim di mushola. Biasanya atau sudah dipastikan mereka pasti langsung pergi ke musala susai bel berdentang untuk salat dhuhur setiap harinya.

Selepas salat dhuhur aku memang telah siaga satu di depan pintu agar melihat kedatangan mereka. Namun setengah jam berlalu bagaikan setahun, lama banget.

Membuatku mulai berpikir, apa mungkin mereka langsung pulang. Aku mulai berputus asa, dan hampir beranjak dari tempatku berdiri ketika Rehan terlihat masuk musala sehabis berwudlu. Alhamdulillah seruku di dalam hati. Kutunggu dia selesai salat di teras musala. Namun hingga hampir lima belas menit berlalu, dia masih saja belum keluar, lamma BGT.

Aku mulai kesal menunggunya keluar. Udah lama nunggu datangnya, giliran udah datang lama pula keluarnya.

'Ih nyebelin!' gerutu hatiku.

Tak lama kemudian terdengar pintu musala berderit, bersamaan dengan munculnya si kunyuk Rehan. Spontan aku menggerutu kesal padanya, yang enggak tahu apa-apa.

"Lama banget sih, enggak tahu apa kalau aku nunggunya udah hampir lumutan, udah enggak keluar-keluar lagi, huh!"

"Ngapain kamu disitu?" tanyanya tanpa dosa.

"Gara-gara kamu sama Rohim aku jadi kena omelan Kak Fean tau!" omelku lagi.

"Apa masalahnya sama aku, yang dimarahin juga kamu." timpalnya enteng.

Rehan adalah satu-satunya cowok yang paling nyebelin bin ngeselin yang pernah aku kenal seumur hidupku.

Selama kenal dia, setiap kali ketemu dia bawaannya kesel mulu, udah seneng ngulur waktu, tambah kalau ngomong seenak perut, ughh... menyebalkan!

"Heh! mana laporan buat acara maulid nabi besok? Juga udah ditotal belum jumlah biayanya? Hari dan tanggal pelaksanaanya, sama Ustadz yang bakal ngisi acara, udah diundang belum? Jangan bilang belum. Karena besok pagi Kak Fean meminta semua laporan udah beres tinggal memeriksa aja, ngerti!" berondongku seakan-akan menginterogasinya habis-habisan.

"Belum." jawabnya singkat, enteng plus terdengar menyebalkan.

"Ha?! Astaghfirullah! Kok bisa belum sih? Waktunya kan tinggal sebentar lagi tau! Kalian kok bisa-bisanya nganggap enteng tugas gitu!"seruku bersungut-sungut.

"Oh ya Rahim mana? Kalian harus bertanggung jawab pokoknya! Aku nggak mau tau besok pagi berkas itu udah ada di tanganku." tambahku lagi penuh emosi.

"Rohim sakit...."

"Oh... ah... ehm.. sakit apa?" tanyaku gugup dan merasa bersalah.

"Kecelakaan kemarin Sabtu, puas!" jawabnya super ketus.

Kini giliran aku yang ngerasa bersalah banget, membuatku diam membisu dan berhenti mengintrogasinya.

"Kamu bawa Hp kan?" tiba-tiba Rehan membuyarkan lamunanku.

"Ngapain nanya-nanya, penting buat kamu?"

"Udah, tinggal ngasih aja ribet amat sih!"

"Niih!" akhirnya kukasih Hp-ku dengan kesal, tapi mungkin karena kupikir mungkin dia bakal menghubungi keluarga Rohim atau untuk hal yang lebih penting lagi.

PUTIH ABU-ABUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang