Part 14

156 7 0
                                    

Sesiang itu aku duduk diam pura-pura sibuk dengan tugas-tugasku. Di sampingku Lita juga diam membeku tak seperti biasanya. Meskipun sakit jika mengingat perkataan Arvi tadi pagi, namun aku belum memastikan kebenaran dari penuturan yang belum jelas juntrungannya itu.

“Ta… entar siang kamu mau nemenin aku nge-print makalah enggak?” pintaku hati-hati.

Dia terperangah kaget dengan pertanyaanku, aku tersenyum.

“Aduh kamu tuh ngalamun? Oh I’m sorry…” tambahku lagi.

“Eh.. hehehe..” Senyumnya terlihat di paksakan.

“Kamu ada masalah?” Aku masih mengutamakan positive thinking di depannya. Dia kembali tersenyum, namun senyumnya terlihat memendam sesuatu.

“Kalau kamu ada masalah kamu harus cerita sama aku…” Pintaku  hati-hati.

“Enggak kok..” Akhirnya dia buka suara.
“Naya… kamu dicari Bu Sri.” Suara dingin Arvi menghentikan pengintrogasianku.

“Oh… ya” Jawabku  singkat.

“Ta.. nanti kita lanjutin okay.” Kataku sambil bergegas menuju perpustakaan.

****888****

Sudah hampir seminggu aku terngiang-ngiang kalimat Arvi pagi itu, aku mondar-mandir di depan kelas menunggu yang lain datang. Dari ujung lorong gedung lantai dua itu terlihat seseorang berjalan santai menghampiriku.

“Rei…” sambutku, dia berhenti, lalu clingak-clinguk.
“Aku?”tanyanya.

“Bukan… tapi tiang listrik, ya iyalah kamu…”jawabku kesal.

“Kangen? atau rindu?”

“What…!”

“Heih…aku tau kok…perasaanmu padaku..” lanjutnya sok lebay.

“Oh ya, kata Kak Fean kamu disuruh ngambil materi UAS tahun kemarin dikelasnya…”

“Kak Fean?” tanyaku meyakinkan pendengaranku.

“Enggak usah bangga, dia udah ada yang punya…”sambungnya menghentikan senyumanku.

“Udah enggak usah sedih gitu deh… lagian yang punya juga sahabat kamu kok…” lanjutnya meninggalkanku yang tiba-tiba membeku dan tertohok pernyataannya hingga tak mampu untuk berkata sepatah katapun lagi.

****888****

PUTIH ABU-ABUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang