Part 8

206 8 5
                                    

Aku masih menunggu acara istirahat, Ustad Sholeh yang akan mengisi tausiah juga belum hadir. Aku duduk gusar didekat Kak Andra, ketika Jeni dan Miftah selaku pembawa acara berkali-kali membuat kejutan untuk meramaikan acara. Jantungku berdetak tak menentu karena grogi setengah mati. Namun sedari tadi alias sejak pagi tadi aku tak juga melihat Arvian Hermawan orang yang seharusnya menyaksikan penampilanku ini. Lita terlihat sedang duduk bersandar di kursi paling ujung berkumpul bersama makhluk-makhluk XI IPA 1 sambil bercanda kesana-kemari.

"La..." bisik seseorang dari belakangku, spontan aku menoleh.

"Arvian." Sungguh batinku berbahagia, akhirnya orang yang satu ini dateng juga.

Namun tak sempat Arvian berkata apa-apa, bersamaan sang pembawa acara memanggil namaku.

"Inilah dia musikalisasi puisi antara Lala dan sang pianis kita Andra! mari kita sambut penampilan mereka dengan tepuk tangan!"

"Siap kan....? Semangat!"pesan Kak Andra sebelum aku berlari ke panggung.

"Ok kak." Jawabku, bersamaan dengan riuh rendah tepuk tangan yang membahana, aku menatap ke Arah Lita, dia tersenyum, dan mataku pun masih sempat mengekor ke tempat Kak Fean berdiri dan siap menyaksikanku dengan hikmat.

Ya habibi....
Ya Rasulullah....
Kaulah oase-oase kecil yang diciptakan di tengah gurun pasir yang kering
Yang menyejukan jiwa-jiwa yang kekeringan dan kehausan
Kau rajut benang-benang iman dalam hati kami
Lalu kau ukir rohan kami penerang-penerang jiwa
Dan Kau selipkan setiap rahmat dan hidayah-Nya
Agar kami tak terjerumus dari kubangan tinta hitam yang menghanyutkan.

Aku mulai tenggelam dalam penghayatan puisi itu, bersama dengan musik yang indah dari kak Andra.

Aku berhasil menyelesaikan puisiku dengan sukses, aku tersenyum ke arah Kak Andra, aku menundukan kepala tanda ucapan terima kasih kepada para tamu undangan, di sisi lain para bapak ibu guru berdiri bersama para tamu undangan juga teman-teman lain diikuti gemuruh tepuk tangan yang kembali mengantarku turun dari panggung.
Aku tersenyum menghampiri kak Andra yang sedang duduk sambil menyeruput segelas aqua dingin.

"Sukses Kak."
"Sip!"

"Makasih ya Kak.. udah bantuin aku" lanjutku.

"Ok. Oh ya La, tadi Arvian kan dateng dan belum sempet ngomong sama kamu kan, dan keliatan bingung gitu, akhirnya dia hanya nitip pesen ke aku buat nyampein ke kamu, kalau kamu udah selesai dia bilang suruh ke perpus."

"Perpus Kak, ngapain ya?"

"Ya kamu cari tahu aja, siapa tahu penting soalnya tadi dia langsung buru-buru pergi tepat waktu kamu naik panggung."jawab Kak Andra membuatku kecewa, jadi Arvian enggak ngliat aku bacain puisi ini, kenapa sih selalu aja aku gagal buat bikin sesuatu yang lebih buat ngalahin dia, ahh...

"Loh kok kamu masih berdiri disini sih. Sambil cemberut lagi, udah cari sana!" suara Kak Andra membuyarkan lamunanku lagi.

"Oh iya, aku pergi dulu ya, makasih Kak" kataku lagi

"Lala...!" panggil seseorang dari kejauhan dan menghentikan langkahku, aku menoleh kearahnya, Kak Fean?

"Iya Kak." jawabku, sambil tersenyum melihatnya berlari kecil menghampiriku.

"Kamu bener-bener bagus tadi, selamat ya, emang enggak salah aku nyetujuin ide kamu itu, bahkan pak Kepsek dan guru-guru sampai berdiri melihat kamu, hebat deh!" cerocos Kak Fean bersemangat.

"Makasih Kak, tapi enggak boleh terlalu memuji aku, hehe, soalnya masih banyak kok yang lebih bagus dari aku..."jawabku menyimpan kebahagian yang tak bisa aku ungkap dengan kata-kata apapun buat mewakilinya, ah terlalu melayang tinggi dan enggak sadar kalau bisa saja jatuh terjerembab di tanah basah saat itu juga.

"Enggak usah merendah gitu La. Aku pikir kamu emang bener-bener berbakat kok." tambahnya lagi, membuat aku kembali melayang tinggi.

"Makasih Kak... hehe" jawabku menggaruk-garuk kepala yang enggak gatal, keki dan grogi udah campur aduk jadi satu mirip es campur yang tercampur aduk jadi satu sampe enggak kelihatan lagi bentuknya.

"Oh ya kamu mau kemana?" Tanya Kak Fean menyadarkanku.

"Emm... nyari A.. Arvian Kak.. katanya aku disuruh keperpus kata dia..."

"Oh gitu ya, penting banget pastinya, sampe kayaknya kamu enggak bisa diganggu lagi.."tambahnya sambil menyiratkan sesuatu yang sepertinya tak bisa di katakannya.

"Oh.. enggak kok..., emangnya ada apa Kak..., kalau Kak Fean butuh apa-apa aku siap kok buat bantuin." jawabku buru-buru memperbaiki ucapanku, takut salah dan menyakiti hati sang pangeran impian yang sedang berdiri di hadapanku itu.

"Enggak kok, udah kamu cari Arvian nggih, takutnya ganggu lagi, aku bisa dimarahin dia kan..." ucapnya sedih seraya meninggalkanku yang berdiri termenung, dan mendadak bingung plus shok tambah campur aduk lagi perasaanku, kali ini perasaan bingung, bersalah, bahagia, dan sedih udah nyampur kaya gado-gado aja. Sampai Kak Fean menghilang di keramaian itu aku masih berdiri termenung, dan terbayang oleh sikap dan kata-katanya itu, namun biarlah ku pendam saja.

"Heh...! Ngapain disitu? Ini tuh jalan umum tau! Minggir atau kuusir!" seru Rehan yang tiba-tiba sudah ada di belakangku.

"Terserah!" jawabku seraya meninggalkannya dengan jengkel.

"Mau kemana kamu?"

"Keppo!" jawabku mempercepat langkah, kali ini tak ku hiraukan dia yang sedang berjalan membuntutiku, perasaanku udah tak menentu lagi, ada apa sih dengan hari ini, udah bikin pusing.

***8***

PUTIH ABU-ABUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang