Besok hari minggu. Dua hari menuju hari H maulid Nabi saw. di sekolah. Setelah sekian hari aku berkutat pada rapat-rapat OSIS dan pembuatan proposal serta wira-wiri kesana kemari, akhirnya jatuhlah hari istirahatku.
Namun ketika aku masuk ke kamarku sepulang sekolah tadi, aku langsung dibuat shok ketika menyadari bahwa kamarmu telah serupa kapal pecah, berantakan bin amburadul.
Buku-bukuku udah berserakan dimana-mana, ada yang dikolong meja diatas kasur, di bawah lemari sampai-sampai ada juga yang berada tepat di sebelah pintu masuk. Aku hanya geleng-geleng kepala, dan pasrah juga senyum-senyum sendiri menyadari keteledoranku.
Kesialanku makin jadi ketika kubuka lemari bajuku saat mau berganti baju seusai mandi, bajuku tinggal beberapa saja, yang lain ternyata udah pada nunggu di samping mesin cuci. Aku makin tertawa menyadari itu semua. Seusai salat maghrib dan bertadarus sebentar, ku putuskan untuk merapikan kamarku yang serupa kapal pecah itu. Kumulai dari merapikan buku-bukuku dan memasukannya ke rak buku, lalu menyapu seluruh kamarku hingga bersih.
“La makan dulu nak.” sambut Ibu dari pintu, membuatku sadar kalau aku memang belum sempat makan sejak sepulang sekolah tadi. Aku menghentikan kegiatanku.
“Ok boss…!”jawabku, membuat Ibu tersenyum.
“La… bantuin Ibu nggih ke dapur, Ibu tunggu Ya….” Pinta Ibu seraya meninggalkan kamarku.
“Ya….” Jawabku sambil meletakkan sapu ke tempat asalnya dan berlari membuntuti Ibu ke dapur.
Sesampainya aku di dapur kulihat Ibu sedang sibuk mengiris-iris beberapa bumbu masak.
“Bu.. aku bantuin ya.” Pintaku tanpa meminta jawaban, langsung ikut mengiris-iris cabe merah.
Lalu setelah selesai memasak, tanpa komando aku langsung menata tempat makan, sedang adikku membantu mengambil piring, sendok dan gelas air minum dari dapur, sebelum akhirnya makan malam di mulai.
“La…. Beres belum acara maulid sekolah kamu?” Tanya Bapak seusai makan.
“Emh… hampir tujuh puluh lima persen lah." jawabku sambil menghentikan aktifitas makanku malam itu.
“Memangnya kapan pelaksanaannya La..?”sambung Ibu yang lebih dulu menyelesaikan makannya.
“Dua hari lagi Bu.”
“Tapi kamu masih sempat kan belajar walaupun sibuk… Bapak nggak mau kalau tau-tau kamu enggak naik kelas besok, gara-gara sibuk di OSIS.”
“Ya enggak lah Pak, ya walaupun Lala belum bisa ngalahin Arvian, tapi Lala yakin masih bisa diurutan kedua kok.”jawabku
“Memangnya Arvian pandai sekali ya? Kok sepertinya bisa buat anak perempuan Ibu jadi kesal?” goda Ibuku yang sebenarnya sudah tahu kehebatan Arvian lewat ceritaku.
“Oh iya, Ibu tau ndak? Tadi anak Ibu dianterin cowo? Mungkin pacarnya?” tambah Bapak menggoda. Semua menoleh kearahku.
“Siapa hayo? Cerita sama Ibu.”
“Ih… itu cuma si Rehan bu. Teman di OSIS.”jawabku.
“Ah… jangan…. Jangan…kakak… udah… ja…”
“Ah… anak kecil mau bilang apa!” kataku memotong kalimat Azka, sambil mencubit lengannya, mengancam.
“Auu… auuuu…”jerit Azka, sambil mengomel padaku.
“Udah... Udah... kalau kamu mau pinter seperti Arvian, makanya jangan pacaran!”
“Bapak...”sewotku manja, yang lain hanya tertawa.
****8****
KAMU SEDANG MEMBACA
PUTIH ABU-ABU
RomanceNayala Salsabil berambisi masuk OSIS untuk dekat dengan cinta pertamanya, Fean. Namun dalam perjalanan memperjuangkan cintanya, dia dipertemukan dengan persahabatan yang hangat di sekitarnya. Mampukah Lala menaklukan sang pujaan hati? Atau malah ta...