Part 5

235 12 0
                                    

Seusai bel berdentang seperempat jam yang lalu. Aku langsung ngabur ke ruang rapat OSIS. Mengantar berkas-berkas dari si kunyuk Rehan, dan yang pasti lipatan undangan hasil karya temanku yang baik hati, tidak sombong, suka menolong dan rajin belanja jugaa ngabisin duit, eit's panjang amat.

Aku masih duduk di dekat jendela yang menghadap lapangan upacara. Sepoi-sepoi semilir angin menimpa wajahku. Aku masih menunggu Melda dan si kunyuk Rehan untuk menyampaikan berkas proposal ini pada kak Fean. Kali ini mereka bener-bener ikut bertanggung jawab pada hasil proposal ini. Tak lama kemudian kak Rara dan Leina datang mengahampiriku.

"Hei, udah lama nunggunya?" Tanya Leina padaku.

"Ya... sepuluh menitan lah..." jawabku.
"Oh gitu, oh ya proposal, sama undangan bereskan?" Tanya Kak Rara.

"Sipp!" kataku mengacungkan jempol.

Kamipun bercakap-cakap ngalor-ngidul sambil menunggu yang lain datang. Kadang-kadang bercanda, kadang-kadang ketawa-ketiwi. Kadang-kadang sunyi berpikir, tertawa lagi begitu seterusnya.

Seusai salat berjamaah, kami pun memulai rapat. Semua udangan dan berkas si kunyuk telah aku setorkan ke Kak Fean. Rapat berjalan sedikit alot ada yang setuju ada yang tidak dengan ide-ide teman-teman.

Aku mulai bosan mendengarkan perdebatan sengit. Walau biasanya aku ikut andil didalamnya, namun entah mengapa kali ini aku enggan menanggapi ide-ide konyol itu dan lebih asik melihat-lihat keluar jendela.

Namun tiba-tiba jantungku terasa berhenti berdegub, ketika tak sengaja pandanganku menemukan sebuah titik kecil yang mengecewakan. Di sisi barat lapangan upacara terlihat Bu Sri guru biologiku sedang berjalan beriringan dengan seorang cowok jangkung dengan tas punggung hitam dan berkacamata. Nah siapa lagi kalau bukan Arvian.

Aku enggan mengalihkan perhatianku dari mereka, karena aku yakin Bu Sri telah memilih Arvian sebagai peserta OSN Biologi. Arghh... bener-bener nyebelin wal ngeselin bin njengkelin. Gerutuku dalam hati.

Bukannya Bu Sri selalu bilang kalau aku lebih bagus nilainya dari Arvian. Masa dia sih yang terpilih sebagai kandidatnya, nggak adil! gerutuku dalam hati yang semakin menjadi-jadi.

"La, ngliatin apaan sih? Serius banget!" bisik Melda yang duduk disampingku, membuyarkan kekesalanku.

"Hem... ah... nggak.. enggak papa kok..." jawabku gugup.

"Beneran?" Tanya Melda sambil melihat keluar jendela, namun untungnya si Arvian udah ngilang di telan bumi. Lalu aku hanya mengangguk saja sebagai jawaban yang menutupi kekecewaanku pada Arvian.

Aku bener-bener nggak ngerti hasil rapat seharian ini, kukira sudah cukup hariku kacau karena melihat Arvian tadi. Sepertinya mimpiku untuk mengikuti OSN Biologi bakalan kandas, dan entar semalaman entah aku masih enak tidur atau enggak.

***888***

PUTIH ABU-ABUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang