Pemuda itu memperkenalkan dirinya sebagai Kim Daeyoung. Pertama kali melihatnya, Song Eunseok sempat meragukan status anak adam Kim Daeyoung. Yang benar saja! Dilihat dari sudut manapun, Kim Daeyoung itu lebih mirip gadis boyish ketimbang pria tulen.
Kim Daeyoung adalah ia yang beruntung dari segi visual, sosok orang muda pemilik struktur wajah yang feminin dan lembut. Garis rahang anggun membingkai parasnya yang jelita, tidak kurang dan tidak lebih. Alisnya seperti dilukis. Namun, yang paling sukses memandu Song Eunseok salah fokus tentu saja hidung maupun dagunya. Gadis-gadis mungkin bakal nekat bertanya di klinik mana Daeyoung berhasil mendapatkan hidung dan dagu yang sempurna seperti itu, pasalnya selebriti sekelas Karina Yoo yang disebut-sebut sebagai salah satu pekerja seni tercantik di Korea pun tidak memiliki hidung dan dagu sesempurna milik Daeyoung.
Penampilan fisiknya yang rupawan memang menjadi nilai plus, sampai-sampai Oh Sion terlihat gelisah di tempatnya. Eunseok tahu sepupunya yang satu ini memang paling rentan pada wajah cantik semacam milik Daeyoung ini, tetapi saat ini bukan saat yang tepat untuk menggoda Daeyoung. Demi Tuhan, mereka benar-benar butuh uang. Eunseok telah berdoa sepanjang malam agar hari ini ia berhasil menjual rumah warisan leluhurnya kepada Daeyoung--bukan--tepatnya kepada Damian, jutawan muda yang diklaim Daeyoung sebagai bosnya.
"Daepyonim bersedia membayar berapa pun harga rumah ini."
Daeyoung memberitahu Eunseok usai diajak berkeliling rumah bergaya Korea klasik ini oleh Eunseok dan sepupunya yang gelisah--Sion. Tidak dipedulikannya Sion yang terus-menerus berusaha mengirimkan sinyal please notice me lewat tatapan mata. Sesaat bibir Daeyoung mengulas senyum yang kelewat tipis hingga nyaris tidak terlihat, tepat saat maniknya yang sebiru lautan Pasifik menangkap binar dalam jernih tatapan Eunseok.
"Tetapi dengan satu syarat." Kalimat Daeyoung sukses mendatangkan raut waspada di wajah elok Eunseok dan kerutan di kening mulus Sion.
"Syarat?" Alis Eunseok turut mengerut waspada.
"Syarat apa?"
"Syaratnya Anda juga bersedia menjual lukisan perempuan Barat yang kabarnya dimiliki keluarga ini dari generasi ke generasi, juga buku catatan tentang perempuan yang ada di dalam lukisan itu," beber Daeyoung gamblang.
Baik Eunseok maupun Sion terkejut mendengar jawaban yang diberikan Daeyoung. Sepasang sepupu yang berbeda usia otomatis bertukar pandang, saling menatap dengan penuh tanya.
"Maksud Anda lukisan Wilhelmina Poelman?"
Eunseok bertanya, ragu.
Daeyoung mengangguk. "Itu yang saya dengar dari agen saat bertanya tentang rumah keluarga Anda."
"Lukisan itu berhantu." Raut wajah Eunseok berubah serius, tidak jauh berbeda dengan raut wajah sang sepupu.
"Keluarga kami mengeramatkannya dari generasi ke generasi. Saya rasa lukisan itu bukan barang bagus untuk dijadikan koleksi Damian Daepyonim."
Konyol, mungkin itu adjektiva yang tepat dijadikan predikat bagi penjelasan Eunseok. Jika tidak, Daeyoung mungkin tidak akan terlihat menahan tawa.
"Sama sekali tidak." Daeyoung dengan santun segera menyembunyikan tawa di wajahnya.
"Justru lukisan itu sangat cocok dijadikan koleksi Daepyonim, karena …," Daeyoumg tiba-tiba mencondongkan tubuhnya, mendekatkan bibirnya ke telinga kanan Eunseok hingga Sion mendelik kaget, "Daepyonim gemar mengoleksi benda-benda yang dianggap keramat. Eksotis, demikian menurut istilah beliau," bisiknya.
Sekarang giliran kening Eunseok berkerut.
"Mohon maaf, tapi jika itu lukisan Wilhelmina, saya … tidak bisa menjualnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cherry Blossoms After Error
FanfictionGudang penyimpanan arsip fiksi bujang RIIZE BxB kadang GS! Didominasi Seoknen, CP lain tergantung prakiraan cuaca Silakan baca jika sanggup menahan mual, tidak usah dibawa keluar Wattpad