Masih Ada Kereta yang Akan Lewat

448 22 10
                                    

Kumpulan Cerita Mini

...

#1 Biarkan Kereta Itu Lewat

Jaket dan satu cup cokelat panas, masing-masing di tangan kiri dan kanan. Udara sudah mulai dingin. Jaket dan cokelat panas menandai secuil dari keseluruhan upaya Wonbin menjaga kesehatan Eunseok. Lelakinya harus senantiasa sehat. Sehari-hari bertanggung jawab atas keselamatan ribuan nyawa, sakit terdefinisi tabu dalam kamus lelaki itu.

Wonbin menunggu di peron 5, berdebar menyambut semboyan kedatangan yang dibunyikan sang masinis. Ini adalah stasiun terakhir, tempat Eunseok resmi mengakhiri dinas. 16.50 waktu setempat setiap Sabtu, Wonbin siap menyambut kepulangan lelakinya.

Kereta melambat, memperlihatkan sosok gagah sang masinis dari balik kaca. Eunseok selalu tampil gagah dalam balutan seragam masinisnya. Wonbin berbangga untuknya sebagaimana Eunseok berbangga atas pencapaiannya sendiri. Sebagai saksi hidup perjalanan karier Eunseok dari titik nol, Wonbin tahu seberapa keras perjuangan Eunseok meraih lisensi hingga kabin masinis resmi menjadi tempatnya bertugas delapan jam sehari.

Wonbin melambai, dibalas lambaian yang sama. Wonbin mengulas senyum dan ia yakin berbalas. Minggu telah berganti bulan penanda jadwal Eunseok yang termutakhir. Sabtu pukul 16.50 di peron 5, Wonbin tahu Eunseok pun telah menantikannya di balik kaca kabin masinis.

Kereta berhenti dengan decitan sedikit gatal di telinga, disusul derit pintu gerbong terbuka bersamaan. Penumpang turun seperti laron. Senyum Wonbin melebar, menantikan pintu kabin masinis terbuka dengan Eunseok bersiap meraihnya ke dalam pelukan. Ia telah menemukan sosok gagah lain mendekati gerbong dengan surat izin perjalanan di tangan. Seragam yang sama, penanda identitas masinis, sosok rekan sejawat yang siap meneruskan estafet dari Eunseok untuk jadwal keberangkatan berikutnya.

Wonbin menantikan pintu kabin terbuka dalam hitungan yang sama dengan ketukan ujung sepatu pantofel milik rekan kerja Eunseok; sang masinis selanjutnya. Dengung suara penumpang mengisi telinga bak musik latar, berlomba dengan debar memantul-mantul dalam dada.

Pintu kabin terbuka.

Wonbin mengulurkan tangan kiri tempat jaket Eunseok terlipat rapi. Jas masinis Eunseok tidak dapat dibandingkan dengan jaket di tangannya. Ia telah bertekad memastikan Eunseok hangat pada langkah pertamanya turun dari kereta.

"Tuan Park Wonbin."

Tangan lain menyentuh tangannya, menghalangi Wonbin menyongsong sosok gagah berseragam masinis turun dari kereta.

"Mari saya antar sampai taksi. Jangan seperti ini. Kasihan Tuan Song Eunseok. Dia sudah hangat sekarang, sehangat suara terakhirnya yang menyeru kami, aku, salah satu penumpang di gerbong pertama untuk mundur minimal sampai gerbong ketiga."

Tangan-tangan lain meraihnya seperti berebut, menahan tubuhnya yang berusaha menjangkau lelaki gagah di depan pintu kabin. Suara-suara asing berlomba-lomba masuk ke gendang telinga, terasa memukul-mukul dalam volume dan intonasi berbeda-beda.

"Tolong beri jalan. Biar kami antar tuan ini pulang."

"Tolong panggilkan taksi."

"Sudah satu tahun berlalu. Selalu seperti ini. 16.50 setiap Sabtu. Syukurlah aku masih kuat berjalan hingga bisa datang kemari. Biarlah menjadi balas jasaku kepada Tuan Masinis yang tabah sampai akhir, berkali-kali menyeru penumpang menyelamatkan diri ke gerbong belakang selagi ia bertahan di kabin masinis bersama asisten dan teknisi."

"Aku juga ada di gerbong pertama waktu itu. Aku masih ingat persis. Suara yang tenang, dalam, hangat. Menyeru penumpang lari ke gerbong belakang. Seharusnya ia bisa menyelamatkan diri bersama dua lainnya dengan lari ke gerbong belakang, tetapi ia tidak melakukannya. Masinis Song bersama Asisten Masinis Jung dan Teknisi Oh, mereka adalah pahlawan. Melaksanakan tugas sampai purna, meminimalisasi dampak tabrakan dengan berkorban nyawa."

Cherry Blossoms After ErrorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang