Cherry Blossoms After Error

A Shoulder You Can Cry On - 2

"Snoepje*."

*permen kecil, panggilan sayang untuk anak perempuan maupun laki-laki

Tanggul air mata Wonbin hampir jebol. Beruntung Tuhan masih berbelas kasihan, menyelamatkannya dari risiko pelanggaran aturan keluarga. Omanya terpilih sebagai perpanjangan tangan Tuhan dalam situasi darurat malu. Lewat suara lembut yang terdengar satu-satu seperti irama andante milik sang oma, Wonbin berhasil menahan laju bulir bening di pelupuk mata.

Suara sang oma memberikan efek semacam raungan sirene, mengembalikan Wonbin pada kewaspadaan penuh. Ia seperti disadarkan kembali tentang urgensi menjaga sikap di depan tamu. Menangis di depan orang tua Eunseok jelas bukan opsi yang bijaksana. Wonbin pribadi ogah mendrama. Babak belur perasaannya cukup menjadi rahasia dapur. Paling tidak bukan sekarang waktunya mengumbar sedu-sedan. Kamar Tante Karina-nya masih menempati opsi terbaik dan teraman untuk menguras air mata.

Sejak kecil, aspek kehidupan Wonbin selalu dibatasi koridor-koridor etiket sesuai standar famili Klein-nya yang terhormat. Snoepje, demikian ia terkadang dipanggil di rumah, sejak kecil dibentuk menjadi pribadi yang aware dalam menjaga sikap dan mengatur ekspresi di muka publik. Lahir dengan sendok perak, Wonbin sadar segala gerak-geriknya menarik perhatian. Ada banyak mata yang memantau. Lihat saja cara sang mama menatapnya sekarang. Perempuan keturunan Belanda itu terang-terangan melempar kode 'behave' lewat tatapan mata.

Wonbin tidak mungkin mempermalukan keluarganya lebih jauh dengan cara memperlihatkan sisi cengeng di depan orang tua sang pacar. Ia telah melampaui batas, melempar kotoran ke wajah keluarganya dalam bingkai drama kehidupan bertajuk gejolak masa muda yang ia lakoni bersama Song Eunseok. Ruined their family bloodline kalau meminjam istilah Danielle Marsh-Klein, sepupu cantiknya yang arogan.

Para Klein secara turun-temurun punya kriteria khusus terhadap calon menantu mereka. Keyakinan dan status darah konsisten menempati urutan pertama dari generasi ke generasi, mengingat mereka dibesarkan dalam kultur Nasrani kental dan memandang tinggi status darah Duitsen yang mengalir dari para leluhur di Nijmegen sejak Belanda masih diduduki Spanyol. Seluruh menantu Klein bisa dipastikan masih memiliki darah Duitsen, tidak terkecuali Park Chanyeol yang menyandang nama Wijnberg di belakang namanya. Kemampuan finansial yang mumpuni dari setiap kandidat sudah pasti menyusul di urutan dua. Song Eunseok yang pribumi totok dan berbeda keyakinan jelas gugur di persyaratan pertama, tidak peduli statusnya sebagai cucu raja masuk level istimewa bagi the locals. Benihnya yang tertanam dalam tubuh Wonbin berarti pelanggaran terhadap tradisi keluarga besar Klein, ancaman bagi 'kemurnian' garis darah Duitsen mereka. Sampai kapan pun, Eunseok tidak akan memenuhi kriteria menantu idaman para Klein.

"Ja, Oma?" Wonbin menyahut takzim, setenang permukaan The Bison Bay yang bisa ia ingat sepanjang sejarah pelancongannya ke kampung halaman Opa dan Oma Klein di Nijmegen sana.

"Mulai sekarang kamu fokus dengan kehamilanmu saja. Papamu yang akan mengurus cuti kuliahmu untuk setahun penuh. Tidak perlu memikirkan yang lain-lain, begrijp je dat*?"

*kamu mengerti?

Beatrix Louise Pauline Klein masih menyisakan jejak gemilang kecantikan di masa mudanya. Memasuki usia delapan puluh dua tahun, Beatrix memenuhi gambaran nyonya-nyonya borjuis sepuh yang mempertahankan sisi priyayi mereka sebagai produk era kolonial. Mulai dari pilihan busana, tata rambut, dan aksesoris yang setia mengusung konsep klasik, semuanya menegaskan di kelas sosial mana ia berada. Tidak sulit membayangkan bagaimana Beatrix di masa mudanya, sosok nona Belanda kaya raya yang mampu menghabiskan jutaan gulden untuk fashion maupun investasi di balik tembok kokoh societeit tersohor. Ia tidak perlu repot-repot meninggi dalam rangka menunjukkan superioritasnya sebagai bagian dari kaum borjuis. Gestur hingga caranya bicara sukses mengonotasikan jalan hidup yang konsisten di jalur kemakmuran.