Love Is Pain

595 28 18
                                    

Daur ulang sebagai pengingat.

....

Still .... About My Abusive Relationship

Wonbin Park 14 September
kepada saya

Yerim Ssaem yang paling mengerti aku,

Sebelumnya aku minta maaf kalau surelku ini mengganggumu. Aku tahu mahasiswa baru program pascasarjana di universitas sekelas Melbourne University pastinya sibuk, tapi aku tidak tahu harus curhat kepada siapa lagi. Semoga Ssaem tidak keberatan, ya.

Ssaem, apa yang menjadi kekhawatiranmu selama ini sama sekali tidak meleset.

Kak Eunseok membeli lima testpack sekaligus. Semua hasilnya sama. Dua garis biru. Jantungku rasanya melorot sampai ke dengkul.

Aku tahu seharusnya aku tidak perlu kaget. Cepat atau lambat semua ini pasti terjadi. Aku tidak bisa menghitung berapa kali Kak Eunseok memaksaku dalam seminggu dan tidak bisa mengingat berapa kali dia tidak menggunakan pengaman apa pun. Tapi, Ssaem, nyatanya aku tetap terguncang. Aku takut. Mengetahui ada kehidupan baru dalam tubuhku, yang kupikirkan hanyalah hari-hariku ke depan dengan Kak Eunseok di sampingku.

Dia masih belum berubah. Memukul atau menendang setiap kali emosinya tidak terkontrol, lalu memaksaku melayaninya. Bagaimana kalau dia menyakiti bayi kami atau membunuhnya?

Kak Eunseok sama terguncangnya seperti aku. Dia diam saja melihat testpack yang kusodorkan. Awalnya aku takut luar biasa. Aku yakin dia pasti menyuruhku aborsi secepatnya. Ketakutanku semakin menjadi-jadi waktu dia menarikku keluar dari kamar mandi, menyeretku keluar dari apartemen. Aku terlalu ketakutan, jadi aku tidak berani menanyakan ke mana dia akan membawaku pergi. Aku hanya bisa berdoa semoga dia tidak berniat membunuh bayi kami.

Ternyata dia membawaku ke rumah sakit. Aku sempat mendengar beberapa bisik-bisik petugas administrasi. Tidak heran, sih. Aku masih pakai seragam. Tampang kami berdua juga berantakan, terlalu mudah untuk ditebak, 'kan? Aku sangat malu, tapi bagaimana lagi?

Aku melupakan rasa malu waktu dokter menunjukkan sesuatu di layar. Aku menangis, sedangkan Kak Eunseok diam saja seperti patung batu. Aku melihat gumpalan kecil yang hidup di dalam tubuhku. Dokter bilang umurnya tujuh minggu.

Aku tidak mimpi. Aku memang hamil.

Aku tidak bisa bilang kalau aku bahagia memiliki bayi kecil, tapi aku juga tidak tega kalau harus menggugurkannya. Dia berhak untuk hidup, 'kan?

Aku terlalu terbawa perasaan, sampai lupa kalau keputusan tetap di tangan Kak Eunseok.

Aku ketakutan setengah mati. Kak Eunseok mendadak kalap dan dia mulai memukuliku waktu kami kembali ke apartemennya. Dia berteriak-teriak seperti orang kesetanan, memintaku aborsi secepatnya. Yang bisa kulakukan hanya mati-matian melindungi perutku. Begitu dia mulai menendang, aku tidak punya pilihan selain nekat memohon padanya agar tidak membunuh bayi kami. Aku memeluk kakinya dan mengajukan penawaran. Aku terpaksa berjanji tidak akan memintanya bertanggung jawab asalkan dia tidak memaksaku untuk aborsi. Aku juga berjanji padanya kalau aku bakal pergi jauh-jauh, tidak akan mengganggunya lagi.

Dia berhenti memukul dan menendang. Aku bertahan memeluk kakinya sambil menangis, tidak putus-putus berdoa dalam hati agar dia sedikit berbelas kasihan padaku dan bayi kami. Berikutnya, reaksi yang diperlihatkan Kak Eunseok sepenuhnya di luar dugaanku.

Dia menangis, Ssaem. Menangis dan memelukku, lalu memintaku tidak pergi. Dia bilang tidak ingin kehilanganku. Kamu mau tahu bagaimana perasaanku saat itu? Sebut saja aku ini bodoh karena yang kulakukan justru balas memeluknya, berjanji tidak akan meninggalkannya. Aku janji tidak akan pergi dari laki-laki yang menyiksaku hampir setahun terakhir ini. Laki-laki yang berkali-kali menyakitiku secara fisik dan psikis, tapi tidak sanggup kubenci. Aku harus mengakui kalau aku mencintai Song Eunseok, sangat. Sejak kelas satu sampai sekarang, perasaanku tidak berubah.

Cherry Blossoms After ErrorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang