Rekonsiliasi

965 43 19
                                    

Song Eunseok mungkin terlalu malas, mungkin juga terlalu cuek hingga kumis dan jambang di wajahnya hampir menyerupai miniatur hutan lindung. Ditambah dengan rambut darurat pangkas dan tato-tato serupa mural di lengan berototnya yang menggoda, dia cocok memerankan karakter badboy dalam kisah-kisah fiksi di platform penulisan daring. Akan tetapi, kesan kurang sedap semacam itu memudar kala tatapannya tertumbuk pada pintu kamar yang bertuliskan huruf S besar di hadapannya. Sudut-sudut mulutnya melengkung, mengulas senyum yang bersahabat, kompak dengan kelembutan mengisi sorot matanya.

Eunseok memutar kenop, membuka pintu kamar perlahan-lahan.

"Sohee, kenapa belum tidur?"

Eunseok terkejut melihat bocah lucu yang masih terjaga di dalam kamar. Sohee, si cilik yang mirip boneka saking menggemaskannya dia. Tampak olehnya Sohee duduk di meja belajar, menghadap layar laptop keluaran Samsung yang bertengger di meja.

Eunseok melirik sekilas jam tangannya. 22.30 KST.

"Kamu sedang pilek. Tidak baik tidur terlalu larut." Eunseok menghampiri Sohee. Tangannya yang kekar terulur, menyentuhkan punggung tangannya ke kening si cilik.

"Kamu bahkan masih demam," kata Eunseok begitu memastikan suhu tubuh Sohee masih tinggi.

"Sudah minum obat? Jangan bilang belum. Kamu harus minum obat sesuai jadwal. Jangan sampai lusa nanti ibumu datang, sementara kamu belum sembuh. Bisa-bisa dia marah dan tidak mengizinkanmu tinggal bersamaku lagi," nasihat Eunseok.

"Kenapa Kakak sudah pulang?" Sohee justru balas bertanya alih-alih menjawab. "Sekarang baru jam setengah sebelas." Dia menunjuk jam di sudut kanan bawah layar laptop, persis di bawah tampilan video musik milik Taylor Swift yang berada dalam posisi paused.

"Aku minta izin pulang cepat," jawab Eunseok.

"Kamu belum menjawab pertanyaanku. Kamu sudah minum obat atau belum? Lalu kenapa belum tidur?" Eunseok mengulangi pertanyaannya.

"Aku sudah minum obat, tapi tidak bisa tidur." Sohee menjawab seraya mengalihkan tatapannya dari Eunseok ke arah laptop, lantas menutup laptopnya.

"Kenapa tidak bisa tidur?" tanya Eunseok lagi.

"Soalnya aku kesepian," jawab Sohee. "Sendirian di rumah, sebenarnya bukan sesuatu yang menyenangkan."

"Oh."

Raut wajah Eunseok berubah, tampak prihatin.

"Kamu kesepian?" Eunseok membeo jawaban si cilik.

"Maaf ya, aku tidak bisa sering-sering menemanimu di rumah. Kamu tahu sendiri kalau aku harus bekerja siang-malam. Aku tidak sekolah tinggi, tidak bisa kerja di perusahaan besar macam kantor ibumu. Aku hanya bisa bekerja di kafe saja."

Eunseok berlutut di sisi Sohee. Rasa bersalah tegas membayangi tatapannya yang tidak lepas dari Sohee.

"Aku tahu." Sohee menanggapi, santai.

"Kakak tidak perlu minta maaf," katanya bijak, dewasa. Untuk ukuran anak seusianya, bisa dikatakan Sohee ini memang tergolong jauh lebih dewasa dari sikap maupun caranya berbicara.

"Tapi, Kak, mumpung Kakak pulang cepat, maukah Kakak membacakan dongeng pengantar tidur untukku? Sudah lama aku tidak dibacakan dongeng. Aku tahu ini lucu, apalagi umurku sebentar lagi sepuluh tahun. Tapi aku kangen dibacakan dongeng pengantar tidur seperti waktu kecil dulu." Sohee memohon.

Bocah menggemaskan itu memasang aegyo. Mungkin dia lupa, visual kelas atasnya telah memenangkan hati banyak orang tanpa dia perlu berusaha membuat aegyo.

Cherry Blossoms After ErrorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang