10. Malam Keempat (1) 🤡

43 6 0
                                    

Summer berbondong-bondong lari ke depan sekolah setelah mendengar keributan yang terjadi.

Ternyata keributan itu berasal dari John. John berteriak kencang hingga menarik perhatian semua penghuni novel ini. Ada Aaron, Xena, Billy, Samantha and the geng, dan juga karakter baru yang Summer tebak itu adalah Justin.

"GAME ITU NYATA! GAME ITU NYATA!" teriak John.

"Nyata gimana maksud lo? Eh, kalian akhir-akhir ini diundang ke dalam game pembantaian juga?" tanya Samantha yang tengah melipatkan kedua tangan di depan dada.

"Ya, gue diinvite!" balas Justin yang ada di sana.

Summer melirik ke arah cowok itu. Benar karakter baru, pikirnya. Memang sudah waktunya karakter itu muncul di part-part begini.

Di cerita aslinya, Justin adalah salah satu karakter tambahan yang menjadi teman baik Aaron.

"Aaron juga," ungkap Justin lagi.

"Aaron kamuu diinvite? Astagaa, kamu pasti bingung dan takut. Sini sama aku aja, aku peyuk," ucap Jessie segera bergelayut manja di lengan Aaron. Aaron merasa risih, segera ia tepis Jessie jauh-jauh.

Samantha juga andil dalam memisahkan, ia menarik Jessie kembali ke sisinya. "Lo gak usah ganjen sama Aaron, deh. Kalo masih berani ganjen, gue gorok leher lo!"

Jessie hanya meneguk ludah kasar.

"Eh, lihat apa tuh?" tanya Helena menunjuk ke arah John. John sedang menarik sebuah kotak peti.

"Aku jadi takut," gumam Xena yang dari tadi menyimak.

"Tenang. Ada aku di sini." Billy menyembunyikan mata Xena ke dalam dekapannya hingga cewek itu tidak bisa melihat.

"Semuanya!" seru John lagi. "Kalian lihat ini! Ini bukti gamenya nyata!"

John membuka peti itu, menampilkan jenazah Marchesto yang tragis dengan kondisi mengenaskan. Lebam di leher, mata menonjol, lidah menjulur.

"AAAAA!!!!!" pekik cewek-cewek. Xena langsung berlari ke arah Summer, lalu menutupi wajah cewek itu agar tak melihat.

"Bodoh. Padahal kamu sendiri takut," ujar Summer menepis lembut tangan Xena.

"Aku khawatir sama keadaan kamu."

"Aku baik-baik aja."

Mendengar itu, Xena kemudian memeluk Summer.

"Game itu gak waras! Game itu akan membunuh kita semua!" seru John menggebu.

"Game itu emang gak waras." Aaron membuka suara, menarik perhatian semua orang.

"Gak cuma pak Marches yang terbunuh, tapi udah ada dua korban sebelumnya yang terbunuh," tambah Aaron membuat bulu kuduk orang-orang berdiri.

"Bagaimana ini? Tadi awalnya gue kira itu cuma game gak penting. Kalo sampai makan korban begini, gue gak mau ikutan," ucap Helena takut.

"Mau gak ikutan juga gak bisa. Gue udah coba out dari gamenya." Justin menunjuk layar ponselnya. "Lihat. Gue udah coba out, tapi masih aja diundang kembali."

"Kalo gitu, hancurin hapenya!" Samantha mengeluarkan ponselnya, lalu dengan kasar ia banting ke lantai. Anehnya, ponsel itu tidak retak sama sekali.

"Gue gak percaya hapenya gak bisa hancur." Samantha kembali membanting ponselnya. Aktivitas itu ia lakukan berkali-kali, tetap saja tidak bisa.

"Kalian cepat ancurin hape kalian juga," ucap Helena kepada yang lain.

Semua orang kini mengikuti aktivitas Samantha and the geng untuk menghancurkan ponselnya, tapi hasilnya nihil.

Endless Game | Transmigration Become A Player (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang