15. Malam Kelima (3) 🤡

34 2 0
                                    

Masih di malam kelima.

Para pemain masih berkumpul di ruang tamu, mengelilingi mayat John.

Summer meraih kerah baju perempuan misterius di hadapannya. "Apa kamu psikopat?! Bagaimana bisa kamu bunuh dia idup-idup?!"

Perempuan itu ketawa sejenak. Ketawa ringan seolah pembunuhan tadi tidak ada apa-apanya. Ia menepis kedua tangan Summer yang meraih kerahnya. "Ini namanya naluri."

"Apa maksudnya?!"

Perempuan itu kini mengambil duduk dengan santai di atas sofa, menyilangkan kedua kakinya, menatap Summer dengan tidak ada perasaan bersalah sedikitpun walaupun habis membunuh orang. "Naluri bertahan hidup."

"Bertahan hidup gimana? Bukan lo yang diancam nyawanya!" Kali ini Aaron berbicara. Ia lah yang nyawanya diancam tadi! Ia lah yang harus bertahan hidup.

"Si ganteng ini bahkan gak ngucapin makasih? Berkat gue, lo masih hidup, loh."

"Sinting," maki Aaron merasa perempuan itu tidak waras.

"Lo siapa, sih?" Kali ini Samantha berbicara.

"Gue? Gue pemain juga. Sama kayak kalian."

"Oh. Lo si Narsis yang terakhir vote dan nentuin cara kematian John?" tanya Samantha.

"Ya. Kenalin nama gue Tasin," ujar perempuan misterius itu. Akhirnya identitasnya terungkap.

"Kalian kenal dia?" tanya Summer. Summer melihat semua orang menggelengkan kepala. Ini benar-benar semakin aneh. Kini bahkan muncul karakter yang tidak Summer maupun tokoh lainnya kenalin. Siapa sebenarnya Tasin ini?!

"Gue penulis novel," ungkap Tasin seolah menangkap kebingungan Summer. Ungkapan itu membuat kaki Summer mendadak lemas.

Apa tadi katanya?! Penulis novel? Dia sama seperti Summer dong?

Xena yang mengetahui identitas Summer sebagai penulis novel reflek menatap wajah pucat Summer.

"Kalian adalah karakter fiksi yang gue ciptain di novel gue," lanjut Tasin benar-benar membuat gempar seluruh orang. Terlebih Summer.

"Apa? Apa maksudnya kita ini karakter fiksi?!" tanya Samantha.

"Udah dijelasin, gue bikin novel. Novelnya tuh ada kalian-kalian, karakternya. Jadi, sekarang kita lagi di dunia fiksi," jelas Tasin dengan nada santainya.

"Nggak." Summer menggeleng. "Dia bohong! Gue lah yang bikin novel kalian. Dia udah pakai identitas gue! Oh. Gue tau. Lo pembunuhnya, kan?! Lo tuh sebenarnya yang ngubah alur cerita gue jadi begini, kan?!" Summer menarikkan kerah baju Tasin.

Tasin ketawa sinis. Cewek itu menepis kedua tangan Summer. "Lo penulis apaan? Inget. Lo tuh cuma Viona. Salah satu karakter lemah yang gue ciptain di sini."

"Enggak! Gue bukan Viona! Gue Summer yang udah nulis cerita ini!" elak Summer menggebu.

"Teman-teman, kita harus bunuh Tasin! Tasinlah pembunuhnya! Dia udah pake identitas gue!" seru Summer, tapi tidak mendapat respon apapun. "Kenapa kalian semua diem?! Kita harus vote Tasin! Permainan ini akan selesai!"

"Ayo, Ron! Billy! Xena! Xenaa, kamu percaya sama aku, kan?!" Summer menatap Xen sungguh-sungguh. "Kamu selalu support aku. Kali ini juga, kan? Kamu nggak akan ngecewain aku, kan?"

Xena menundukkan kepalanya perlahan. Tampaknya kali ini ia memang harus mengecewakan Summer.

"Sorry. Daripada percaya sama lo yang jelas-jelas bentukannya persis kek Viona, gue lebih percaya sama Tasin. Walaupun kedengaran konyol kalo ini cerita fiksi, tapi lebih baik gue percaya karena game pembantaian itu udah nggak masuk akal. Mungkin benar kata Tasin, ini dunia fiksi," ucap Samantha yang entah sudah kapan berdiri di belakang Tasin. Disusul juga dengan Helena dan Jessie.

Xena dan Billy juga perlahan berjalan ke belakang Tasin.

Melihat itu, hati Summer hancur sudah. Tidak ada yang memercayainya.

"Gue percaya." Suara Aaron menarik perhatian semua orang. Cowok itu perlahan berjalan ke samping Summer, lalu merangkul pundaknya.

"Gue percaya sama Tasin, tapi gue lebih percaya lagi sama Viona karena dari awal sampai akhir permainan, kita selalu bersama. Seenggaknya gue gak pernah lihat dia membunuh langsung. Dia sayang sama semua orang di sini. Ini bisa nunjukin kalo dia pencipta kita semua. Gue yakin setiap author pasti sayang sama karakternya, sekalipun itu karakter antagonis."

Baru kali ini Summer mendengar Aaron berbicara begitu panjang. Ucapan itu hanya demi membela Summer. Hati Summer yang sempat hancur rasanya sudah menyatu kembali hanya dengan ucapan Aaron tadi.

"Sementara beda sama lo, Tasin. Lo gak ada perasaan bersalah sedikitpun buat ngebunuh John. Kalo lo yang nulis nyiptain kita, seenggaknya lo harus merasa sedih karena John udah mati," lanjut Aaron.

"Benar kata Aaron. Tasin, kamu cuma orang asing yang tiba-tiba muncul. Aku salah udah hampir mau percaya sama kamu. Ayo, Bil!" Xena menarik Billy berjalan ke belakang Summer.

Kini empat lawan empat. Mereka saling beradu tatap sengit hingga akhirnya Tasin memutuskan kontak mata mereka. Cewek itu lalu berjalan ke arah Aaron, memberi tatapan sinis, kemudian menabrak bahu cowok itu. Tasin keluar disusul sama antek-antek barunya, Samantha and the geng.

"Makasih kalian," ucap Summer kepada Aaron, Xena dan juga Billy.

"Aku mau minta maaf, tadi hampir gak percaya sama kamu," ucap Xena menundukkan kepala.

"Gapapa." Summer tersenyum hangat.

"Ngomong-ngomong, ini beneran dunia fiksi?" tanya Aaron penasaran.

Summer mengangguk. Ia menghela. Sudah waktunya memberitahu ke lebih banyak orang apa yang terjadi sebenarnya.

🤡🤡🤡

Melihat Aaron yang sudah tidur, Summer pelan-pelan menutup pintu kamar. Cewek itu lalu keluar dari rumah menemui Tasin yang sudah menunggunya.

"Lo siapa sebenarnya?" tanya Summer tanpa basa-basi.

"Gue? Haha." Tasin ketawa sinis. "Gue adalah lo."

"Jangan bercanda, kampret!"

"Ngapain bercanda? Hahaha. Memang benar. Gue adalah lo. Lo adalah gue. Summer sama dengan Tasin. Tasin sama dengan Summer. Hahahaha."

"Ngomong apaan, sih? Lo sebenarnya siapa? Ngaku, deh. Kenapa bisa tau kalo dunia ini dunia fiksi?"

"Hahaha. Karena gue adalah lo. Lo adalah gue."

"Dih. Masih aja diulang. Mana mungkin lo itu gue. Cewek gilak! Udahlah. Males."

Tasin hanya ketawa penuh misterius sebagai tanggapan. Summer lelah berbicara dengan cewek gila di hadapannya ini. Ia berjalan pergi meninggalkan Tasin.

Tak berapa lama kemudian, Tasin lalu mengeluarkan ponselnya. Ia tampak mengurus sesuatu melalui benda pipih itu hingga tidur seseorang terganggu, dan tak dapat tidur nyenyak lagi.

🤡🤡🤡🤡🤡

Endless Game | Transmigration Become A Player (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang