Minho kini menyiapkan banyak sekali makanan. Rencana mereka nanti Chan akan datang lalu menjelaskan semuanya pada sang ibu. Dengan ceria Minho memasak sangat banyak.
Namun, tiba-tiba terdengar suara keributan dari luar rumah. Suara gedoran pintu membuat Minho terkejut.
"Ada apa ini?" Gumam si manis. Minho mematikan kompor dan berlari keluar rumah.
"Minho! Minho!" Mereka mendekat dan memegang Minho. Wajah mereka nampak panik sekarang.
"Iya paman ada apa?" Tanya Minho jadi cemas dan takut.
"Mereka datang" katanya. Minho memegang tangan pria itu berusaha untuk mengerti.
"Siapa paman? Siapa yang datang?" Tanyanya.
"Ayah dan ibu mu, mereka ada di dermaga mencari mu" katanya. Minho terdiam mendengarnya, air matanya kini langsung lolos. Sudah beberapa tahun, rasa rindu itu kini muncul.
Tanpa berpikir panjang, Minho berlari pergi dari sana. Berlari dengan cepat membelah jalanan. Air matanya kini terus tumpah. Ibu? Apa ibunya sudah kembali dengan sang ayah?
Tak jauh dari sana, Minho melihat sebuah kapal besar. Air matanya menetes saat melihat dua orang pasangan paruh baya itu. Wajah mereka pun terlihat sangat sedih.
"Ibu! Ayah!!" Teriak Minho, mereka pun berlari dan memeluk anak mereka. Tangisan terdengar dari ketiganya, setelah berpisah sangat lama.
"Maafkan kami, kami terpaksa pergi dan meninggalkan mu sendiri. Syukurlah kau baik-baik saja" kata sang ayah memegang wajah anaknya. Walaupun tak seperti dulu, tapi dia senang Minho masih dalam keadaan hidup.
"Kita tidak punya waktu, ayo pulang nak ke tempat kita" kata sang ibu memegang tangan Minho. Pria manis itu kembali berkaca-kaca, saat bersama mereka Minho selalu merasa aman dan nyaman tapi di sisi lain, dia juga punya keluarga lain.
"Ayo nak, kapalnya tak bisa berlabuh lama di sini" kata mereka. Minho menoleh ke belakang, bagaimana caranya dia mengatakan ini pada Chan dan ibunya.
"Keluarga besar kita menunggu mu, ayo nak. Mereka pasti tidak sabar untuk bertemu dengan mu" kata sang ibu sambil menangis bahagia. Minho masih menoleh ke belakang.
"Ibu. Ayah, ayo kita bertemu dengan mereka" kata Minho. Pria itu memegang tangan Minho.
"Kita harus bergegas nak" kata sang ayah. Minho tiba-tiba menangis.
"Minho!!" Suara itu membuat Minho menoleh. Seorang pria dengan pakaian tentara berlari ke arahnya. Mata Minho langsung berkaca-kaca melihat itu.
Pria manis itu kini melepaskan tangan sang ayah dan berlari ke arah Chan.
"Minho kau mau ke mana? Kau tidak akan meninggalkan ku kan?" Tanya Chan memegang tangan si manis. Minho tak menjawab, dia hanya menangis saja.
"Minho kau sudah janji" kata Chan. Minho kini memeluk suaminya.
"Kak maaf, aku harus pulang" katanya. Seketika tangisan Chan pecah mendengarnya.
"Tolong sampaikan pada ibu, terima kasih atas semuanya" kata pria manis itu. Chan melihatnya, saat dia sudah mulai nyaman dan mencintainya pria ini pergi.
"Minho" kata Chan tak melepaskan tangan Minho.
"Selamat tinggal kak, aku selalu mencintai mu" kata Minho tersenyum.
"Lino!!" Teriak sang ayah. Minho berbalik dan berlari menuju mereka. Masuk ke dermaga di mana kapal mereka.
"Minho!! Jangan pergi" Teriak Chan. Minho tak bisa menahannya, tapi dia harus kembali ke tempat di mana seharusnya dia berada.
Setelah kepergian Minho, Chan kembali tinggal bersama sang ibu. Pria itu pun kini berhenti bekerja dan kembali berladang bersama sang ibu.
"Ini" tiba-tiba sang ibu memberikan Chan sebuah syal merah. Pria itu menerimanya dan menatapnya sekilas.
"Ini dari Minho, dia membuatnya langsung untuk mu" kata wanita itu. Chan kembali berkaca-kaca tapi dia tersenyum, sangat bangga memiliki istri yang baik sepertinya.
"Cantik sekali" kata Chan.
Lima tahun berlalu............
"Tuan, bagaimana dengan buah anggurnya? Apa kau tak menjualnya?" Tanya pria itu. Chan menggeleng dan menatap kebun di mana tanaman anggurnya sekarang.
"Tidak, itu untuk istri ku. Dia sangat suka anggur" kata Chan tersenyum. Pria itu pun mengangguk pelan.
"Istri?" Tanya pria itu.
"Iya, tapi sekarang dia ada di luar negeri" katanya. Saudagar itu tiba-tiba tertarik dengan cerita Chan.
"Apa dia orang Eropa?" Tanyanya. Chan tersenyum dan mengangguk. Mengingat bagaimana mereka disatukan dulu.
"Benar, dia berwajah manis dan cantik. Tubuhnya mungil dan juga kurus. Kulit juga putih dan matanya sangat cantik" katanya. Pria itu pun mengangguk.
"Apa yang kau katakan mengingatkan aku pada seseorang yang aku temui di dermaga tadi pagi" katanya. Chan meneguk salivanya.
"Ya kau benar, mungkin ada yang mirip. Tapi dia hanya ada satu di dunia" katanya. Pria itu kini mengusap bahu Chan.
"Percayalah, dia akan datang pada mu jika kau benar-benar tulus" katanya. Chan tersenyum dan mengangguk, tapi sepertinya itu tak mungkin terjadi.
Seharian Chan biasanya habiskan waktu di kebun dan ladang. Menyibukkan diri untuk mengurangi bosan di hatinya. Tak peduli dia lelah atau apa, tapi ini untuk mengalihkan pikirannya.
"Hah kena!" Suara anak kecil membuat Chan agak jengkel. Apalagi kini dahinya terkena buah yang sengaja di lempar padanya.
Ketika Chan menoleh, seorang anak kecil tertawa melihatnya. Wajahnya entah kenapa sangat mirip dengan adik semasa kecil.
"Ayah" panggil anak itu tersenyum.
Di belakangnya berlari seorang pria yang sangat dirinya kenal. Wajahnya nampak lebih dewasa dan semakin cantik.
"Minchan lari mu sangat cepat" kata pria manis itu. Chan terpaku melihatnya, jika saat ini dia bermimpi tolong siapapun jangan pernah bangunan dirinya.
"Ibu! Ini ayah kan? Kau bilang dia mirip dengan ku" kata anak itu. Minho menatap ke Chan. Sekilas dia tersenyum dan mengangguk.
"Minho?" Kata Chan bangun dan berjalan ke arah mereka. Minho berkaca-kaca dan mengangguk.
"Kak ini Minchan, anak kita" kata Minho sembari mengusap rambut si kecil.
TBC
Jangan lupa vote dan komen ya
KAMU SEDANG MEMBACA
MY LITTLE SECRET [BANGINHO] ✔️
FanfictionSebelum baca wajib follow akun author !!! Sebuah rahasia yang disimpan oleh Bang Chan. Seorang pria pribumi yang memiliki dendam yang kuat kepada para penjajah karena kematian sang adik. Suatu hari, dia menyelinap ke rumah salah satu penjajah yang s...