Hati yang berbunga
Pada pandangan pertama
Oh Tuhan tolonglah
Aku cinta aku cinta dia
~Aku cinta dia: Chrisye
Gadis dengan kuncir kuda itu melambaikan sebelah tangan, sebuah angkutan umum kini berhenti tepat di depannya. Ia segera naik, lalu mendudukkan diri tanpa menyadari kehadiran seorang pemuda yang mengikutinya sedari tadi.
"Hai, Rahma," sapa pemuda tersebut setelah berhasil mendaratkan bokong di sebelah Rahma.
Rahma terkejut mendapati siapa yang menyapanya, pasalnya ia tak pernah menjumpai pemuda itu naik angkutan umum. "Ehh, Ikhwan? Kok tumben banget naik angkot?"
"Sedang ingin saja, memangnya tidak boleh?"
Rahma menggeleng pelan, segera ia palingkan wajah karena tak dapat menahan senyum. Gadis itu jelas melihat jika tadi pagi Ikhwan berangkat menggunakan motor, lantas apakah ia boleh berharap jika pemuda itu sengaja naik angkutan umum demi bersama dengannya? Membayangkan hal itu membuat Rahma tak bisa menahan rasa yang tiba-tiba membuncah di hatinya.
"Rahma?" Panggilan itu membuat Rahma kembali memandang Ikhwan. Namun bukannya menjawab gadis itu malahan kembali terdiam, jatuh pada tatapan teduh yang kini menenggelamkannya.
"Kamu sudah punya pacar?" Rahma membelalakkan mata saat mendengar pertanyaan yang Ikhwan lontarkan, benar-benar tak pernah menyangka jika kalimat tersebut bisa keluar dari mulut pemuda di depannya ini.
Gadis itu mengerjap-ngerjapkan mata berulang kali, berusaha memastikan apakah ia bermimpi. Baru saja ia hendak membuka mulut, adegan klise dimana angkot yang mereka tumpangi mengerem mendadak pun terjadi. Seperti dalam drama ftv, Rahma terhuyung ke hadapan Ikhwan membuat pemuda itu reflek melingkarkan tangannya di pinggang Rahma. Keduanya sama-sama terdiam seribu bahasa, dengan jantung yang berdegup dua kali lebih cepat dibanding biasanya.
Ikhwan harap waktu berjalan lambat saat ini juga, agar lebih lama dekat dengan gadis yang diam - diam telah menarik perhatiannya sejak lama. Jika alasan seseorang jatuh cinta harus dideskripsikan dengan sebuah kalimat, Ikhwan tak yakin dapat menyusun kata dengan baik. Pasalnya ia juga tak mengerti mengapa bisa jatuh hati. Bukankah tak semua hal memerlukan alasan? Bukankah tak semua pertanyaan berhasil menemukan jawaban?
"Ehh, maaf," ujar Rahma lalu kembali menegakkan tubuh. Rona merah menghiasi pipinya, lalu dengan cepat mengalihkan pandangan menatap jalanan kota. Tolong hati, jangan jatuh untuk saat ini.
"Kamu belum jawab pertanyaan saya tadi, Rahma."
"Belum, gue belum punya pacar," ujar Rahma. Rasa tak nyaman menyeruak di dadanya, merasa takut dengan kalimat apa selanjutnya yang akan mengudara dari Ikhwan.
"Saya menyukaimu. Apa kamu keberatan jika saya mendekat?" Rahma merasakan sebuah gumpalan aneh di tenggorokannya, membuatnya sulit sekali untuk sekedar bersuara 'tidak'. Tatapan intens yang diberikan laki - laki bersuara rendah nan menenangkan di sampingnya itu semakin membuatnya kesusahan merangkai kata.
Rahma menarik napas panjang, berusaha menghalau berbagai rasa aneh yang hinggap. "Rumah gue lagi berantakan."
Ikhwan terdiam, Rahma juga begitu. Ada yang mengatakan bahwa seseorang yang rumahnya telah rusak, tidak punya kesempatan untuk jatuh cinta selama kekacauan di hatinya belum mereda dan tertata. Dan Rahma percaya dengan hipotesis yang tidak jelas diungkapkan oleh siapa itu.
Tapi kemudian Ikhwan bersuara, dengan kalimat yang tidak pernah Rahma kira sebelumnya. Membuat gadis itu kehilangan kata untuk membalasnya.
"Ayo kita beresin sama-sama!"
***
Kedua insan dengan seragam serupa itu menurunkan kakinya, berbarengan keluar dari angkot yang baru saja mereka tumpangi. Setelah kalimat tak terduga yang Ikhwan lontarkan, keduanya sama-sama tak mengeluarkan suara. Sibuk dengan pikiran dan pengharapan masing-masing.
"Ngapain ikut turun?" tanya Rahma bingung setelah membayar ongkos.
Laki - laki dengan ransel hitam itu tersenyum, membuat desiran aneh di dada Rahma kembali muncul. Ingin sekali Rahma mengutuk hatinya yang tidak sesuai logika. Ia tak ingin jatuh cinta untuk sekarang, namun perasaannya selalu mengatakan sebaliknya. "Besok saya jemput ya?"
"Enggak, ngapain coba? Gue bisa berangkat sendiri, naik angkot," sambar Rahma cepat.
Ikhwan mengangguk-anggukkan kepala mengerti, "kalau gitu, sampai bertemu disini lagi besok pagi. Saya temani naik angkot nya."
Mata cokelat kehitaman itu terbuka lebar, jantungnya kembali berdegup kencang. Mengapa pemuda di hadapannya itu selalu punya balasan disetiap penolakan Rahma? Sementara gadis itu selalu dibuat terdiam cukup lama. Apa karena ia tak pandai bicara? atau karena setiap perkataan tiba - tiba Ikhwan yang tidak bisa ditebak itu berhasil mematikan motorik gerak di lidahnya?
Ikhwan tersenyum, kemudian melambai pada gadis di depannya. Ia berbalik, berlalu dari sana tanpa mengatakan apapun lagi. Sementara Rahma masih terdiam di tempat, pada trotoar jalan tak jauh dari gang rumahnya. Matanya masih tertuju pada punggung lebar yang kini semakin menjauh. Eksistensinya kini terasa jauh lebih besar, orang - orang di sekitar seolah menghilang. Suara para pejalan kaki, juga deru kendaraan ikut lenyap, seolah hanya dirinya dan ikhwan yang ada di sana.
Di sisi lain jalan itu, Ikhwan tersenyum lebar. Ia pernah membaca bahwa ada beberapa senyawa kimia yang datang di tubuh manusia ketika sedang jatuh cinta. Dopamine, neropinefrin, dan serotonin.
Dopamine membuat manusia punya sekantong penuh kebahagiaan, sebab itulah mereka yang jatuh cinta sering kali merasa senang bahkan kesulitan untuk sekedar tidur.
Selanjutnya neropinefrin yang meningkatkan detak jantung dan energi. Senyawa ini bertugas untuk memusatkan perhatian terhadap objek tertentu, menyimpan memori dan berperan dalam mengelola emosi. Ini yang menjadi alasan mengapa manusia bisa begitu senang sampai jingkrak - jingkrak hanya karena tindakan dan hal kecil dari pasangan.
Lalu, ada serotonin yang turut serta membuat perasaan manusia lebih tenang dan stabil.
Gabungan dari ketiga senyawa ini lah yang membuat manusia akan bersikap berbeda ketika jatuh cinta, ada rasa hangat, ada kebahagiaan yang membuncah. Dan hormon jatuh cinta pada pemuda itu kini tengah bekerja dengan keras, Ikhwan jelas menyadarinya.
Getaran di saku pemuda itu membuatnya mengalihkan perhatian, ada sebuah pesan dari Raksa yang menyatakan bahwa motor Ikhwan telah ia pulangkan dengan aman. Setelah mengucapkan terima kasih, ia segera menutup ponsel. Tangan Ikhwan melambai pada taksi yang kini melaju ke arahnya, untunglah sang pengemudi bersedia menepi.
"Sore, pak," sapa Ikhwan kepada sang pengemudi begitu ia memasuki taksi.
Pria itu mengangguk sembari tersenyum, kemudian menunjuk telinganya sendiri. "Saya ada gangguan pendengaran, agak tuli karena pengaruh umur. Bicara yang keras saja tidak apa - apa," ujarnya.
Ikhwan mengangguk mengerti, mengangkat jempol kanannya. Ia kemudian mengetik alamat di ponsel, memperlihatkan tujuannya kepada sang supir. Mulanya ia ingin mengajak pria tua di depannya itu mengobrol, tapi setelah mengetahui dia punya masalah pendengaran, niat Ikhwan itu urung. Ikhwan tak terbiasa berbicara dengan suara keras, tidak nyaman untuknya juga untuk orang lain karena akan terdengar seperti membentak. Meski pengecualian untuk sekarang sebab lawan bicara memintanya demikian, namun Ikhwan tetap tak ingin melakukannya.
Pemuda itu kemudian memperhatikan sosok di kursi kemudi itu dengan seksama. Rambutnya sebagian besar sudah memutih, kulit keriput, mata yang terlihat sayu dan lelah, serta tubuhnya yang kurus. Sudah serenta itu, tapi dia masih semangat bekerja. Sementara banyak yang muda dan punya tenaga luar biasa justru hanya hongkang-hongkang kaki tanpa mau berusaha.
Terkadang semuanya memang terlihat tidak adil, ya. Tapi dengan itu, manusia bisa memaknai kehidupan. Karena kalau semua hal semudah itu untuk didapatkan, makna berjuang sudah tidak ada, rasa puas dan bahagia ketika berhasil juga jadi biasa saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Back to December
Teen FictionMaybe this is wishful thinkin' Probably mindless dreamin' But if we loved again, I swear I'd love you right I'd go back in time and change it, but I can't ~Taylor swift - Back to December "Beberapa orang gak move on bukan karena gak bisa, tapi gak m...