🌼🌼🌼
Roda-roda yang bergulir cepat di lorong-lorong terdengar. Lalu lalang para petugas medis memulai pagi itu dengan sangat sibuk. Suara-suara berdengung dari setiap sudut instalasi gawat darurat.
Dari pintu utama muncul sebuah brankar yang didorong oleh beberapa petugas dengan cepat. Meneriakkan bahwa yang terbaring di atas ranjang saat ini adalah korban kecelakaan. Seorang dokter jaga sudah bergerak cepat memberikan instruksi untuk diarahkan ke sebuah ranjang kosong paling ujung.
"Tidak memberikan respon sejak dua puluh menit yang lalu, dok. Kepalanya dilindungi helm tapi sepertinya tubuhnya terbentur keras."
Sang petugas mundur teratur ketika para dokter mengambil alih pasien dengan beberapa perawat yang ikut mendampingi. Cekatan semua bekerja teramat cepat. Perawat langsung memberikan semua permintaan sang dokter untuk menggunting pakaian pasien yang masih terbaring tidak sadarkan diri. Mengecek semua luka dan memar yang ada.
"Serra!"
Gadis bernama Serra yang sejak tadi berdiri diam di ujung brankar terkejut mendengar teriakan tersebut. Gelagapan ia segera mendekat.
"Y-ya, dok?"
"Sarung tangannya, Serra!"
Panik, ia kembali mundur. Menjangkau hand sanitizer di ujung troli untuk digunakan di telapak tangannya sebelum mengambil sarung tangan latex dan segera ia gunakan.
"Cek seluruh luka ditubuhnya, obati semua memar dan pastikan tidak ada indikasi yang serius."
"Siap, dok!"
Dokter Fahri langsung mundur. Mengedikkan bahu pada perawat yang langsung menganggukkan kepala. Membiarkan Serra mengambil alih pasien korban kecelakaan yang masih belum sadar saat ini.
"G-gak dicek dulu, dok?"
Dokter Fahri keburu pergi. Sudah berpindah ranjang ke pasien lain yang tampaknya juga sangat membutuhkan bantuan darinya. Meninggalkan Serra yang kini tampak bingung harus melakukan apa.
"S-sus?"panggilnya pada perawat yang kini menyiapkan obat-obatan di samping ranjang. Bersiap menerima instruksi dari Sera yang masih bingung ditinggalkan begitu saja.
"Ya, dok?"
Serra mengggit bibirnya gelisah. Matanya berulang kali menatap tubuh pasien yang kini terbuka akibat sudah diguntingi oleh Dokter Fahri sebelumnya. Sedang pasien tersebut masih belum sadar.
"I-ini pasiennya belum diapa-apain udah ditinggal Dokter Fahri."ucapnya pelan. Membuat perawat yang bernama Sofi tersebut kembali mengangkat kepala dan menatap Serra dengan bingung.
"Kan sudah ada Dokter Serra."ucapnya polos. Membuat Serra menahan kesal dalam hatinya.
"Sus! Saya gak pernah pegang pasien sendiri sebelumnya!"desisnya kesal bercampur bingung.
"Ya mungkin ini pasien pertama dokter."
Sofi adalah salah satu perawat senior disini. Banyak yang menaruh rasa hormat dan segan padanya karena memang skill dan ketenangan perempuan itu banyak membantu para dokter. Pun sering sekali mendampingi dokter-dokter ahli dalam menjalani berbagai macam operasi. Sofi terkenal cekatan, akurat dan tidak pernah terdengar salah dalam menangani pasien. Dilain sisi juga terkenal galak di beberapa kesempatan.
Bagi Serra yang baru saja selesai coass dan sedang menjalani internship-nya setahun kedepan, menghindari Sofi adalah pilihan paling baik sebelum ia menimbulkan masalah dan menghambat rencana residennya tahun depan. Sofi adalah seperti informan bagi para dokter senior dan para mentor dari dokter-dokter yang baru lulus sepertinya.
"Tenang, dok. Pasien ini hanya sedang tidur. Setelah diobati lukanya, pasien akan dibawa ke ruang rawat."
Serra tidak tahu harus senang atau lega saat ini. Bukan berarti ia tidak percaya diri mengobati pasien korban kecelakaan, hanya saja seperti yang ia sebut sebelumnya, ini kali pertama ia memegang pasien sendiri sebagai penanggungjawab.
"Oke. Saya obati dulu luka-lukanya, nanti tolong disiapkan kamar untuk rawat inap. Jaga-jaga lakukan rontgen setelah ini."
Rontgen adalah tindakan medis yang menggunakan reaksi gelombang elektromagnetik untuk mengambil gambar bagian dalam dari tubuh pasien. Serra melakukan tindakan tersebut karena dirinya sedikit ngilu melihat memar di sepanjang lengan kiri dan kaki kiri sang pasien. Tidak begitu yakin bahwa pasien yang kini berada dalam pengawasannya ini baik-baik saja.
🌼🌼🌼
Rambutnya digulung asal menyisakan beberapa helaian yang menjuntai di depannya. Masker hitam yang menutup mulutnya menjadi pelindung saat ini karena Serra yakin ia tampak begitu kusam dengan wajah berminyak. Pasalnya tadi setelah jam kerjanya selesai bahkan sudah berganti pakaian untuk segera pulang, Dokter Hanum--spesialis orthopaedi dan traumatologi memanggilnya untuk menunjukkan hasil rontgen pasien yang tadi menjadi korban kecelakaan.
Dengar-dengar, si pengendara motor melanggar lalu lintas sehingga ditabrak dengan keras dari arah kiri oleh sebuah mobil bak pengangkut sayur. Karena memang si pengendara motor yang bersalah, mereka memilih jalan damai sehingga supir mobil pengangkut sayur tersebut tidak harus bertanggungjawab setelah menabraknya.
Serra terlalu sibuk kesana-kemari mengikuti langkah Dokter Fahri hari ini sehingga tidak sempat lagi mengunjungi pasien pertama yang ia handle sendiri. Maka ketika Dokter Hanum memanggilnya untuk menyerahkan selembar hasil rontgen dan kertas kosong, ia tidak bisa menolak.
"Kamu tulis semua diagnosa yang bisa kamu berikan di kertas ini, setelah selesai nanti bawa ke ruangan saya."
Sebenarnya dari hati yang paling dalam, Serra masih belum tahu akan mengambil spesialis apa tahun depan. Itulah alasan kenapa ia masih sering mengikuti Dokter Fahri kesana kemari dan menghabiskan hampir seluruh harinya di IGD. Tapi jika para Dokter spesialis di rumah sakit ini memintanya bergabung dalam operasi untuk mempelajari kegiatan yang mereka lakukan, atau menyuruhnya membaca jurnal dan case-case yang ditemui di lapangan, Serra tetap bersedia melakukan semua itu. Karena memang dia belum tahu harus memilih apa nantinya.
Setelah mempelajari kertas hitam putih berisi hasil gambar sang pasien, Serra memilih untuk duduk di sebuah ruang istirahat yang berada tepat di belakang bagian informasi lantai tiga. Karena di lantai itulah jarang sekali ditempati dokter coass, internship ataupun dokter residen karena mereka biasa tersebar di berbagai lantai tempat pasien yang mereka incar. Lantai tiga hanya berisi ruangan para dokter dan ruang-ruang admistrasi rumah sakit lainnya.
"Serra!"
Kepalanya hampir saja jatuh menyentuh meja karena menahan kantuk ketika sebuah suara mengejutkannya. Dengan cepat, Serra kembali menunduk menekuri kertas berusaha kembali fokus karena ia bisa mendengar suara Dokter Fahri yang mendekat.
"Pasien kamu--"
"Iya, Dok. Pasiennya mengalami retak tulang di lengan kirinya, pergelangan tangan, kelingking dan jari manis."dengan panik, ia memotong ucapan Dokter Fahri. "Saya akan memasangkan gips--"
Rentetan ucapannya langsung terhenti ketika mengangkat kepala. Tidak jauh dari tempatnya duduk, Dokter Fahri berdiri sambil berpangku tangan. Menatapnya dengan tatapan tajam namun terkesan meledeknya. Tapi bukan itu yang membuat Serra lebih kaget, pasalnya si pasien yang sedang ia bicarakan sedang berdiri santai di samping Dokter Fahri dengan santai. Wajahnya yang diplester di beberapa tempat itu tersenyum amat lebar.
Dan, oh, rencana Serra untuk memasangkan gips tidak akan bisa direalisasikan karena lengan kiri pasien tersebut sudah dipasang gips yang dengan tengilnya diangkat seolah memamerkannya pada Serra.
Tuhan, Serra ingin tenggelam saja di laut mediterania.
🌼🌼🌼
Hallo, aku datang kembali. Kali ini membaca cerita ringan nan menyenangkan. Mirip-mirip sama Ode To You. Semoga kamu suka!
love
--aku
![](https://img.wattpad.com/cover/357321878-288-k406098.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Night Before
ChickLit"Udah?" Ia mengangguk pelan. Membiarkan dirinya menangisi segala hal yang sudah dilakukannya bertahun-tahun ini. "Mau peluk?" Ia merangkak mendekat. Membiarkan tubuhnya dibawa dalam pelukan. Wangi musky yang menguar dari tubuh laki-laki itu membuatn...