"Udah?"
Ia mengangguk pelan. Membiarkan dirinya menangisi segala hal yang sudah dilakukannya bertahun-tahun ini.
"Mau peluk?"
Ia merangkak mendekat. Membiarkan tubuhnya dibawa dalam pelukan. Wangi musky yang menguar dari tubuh laki-laki itu membuatn...
Sorry for typos. Please leave a comment (karena aku suka banget bacain komen hehe moodbooster banget) Enjoy!
🌼🌼🌼
"Mama sudah blokir credit card kamu. Mama juga akan hentikan seluruh uang bulanan dan uang sakumu. Silakan kamu keinginanmu yang gak masuk akal itu."
Serra memijit keningnya. Mencoba menahan semua kalimat yang sudah berada di ujung tenggorokannya.
"Mama pikir kamu sudah cukup dewasa, Serraphina."
"Ma--"
"Memangnya ini gak berat untuk kami melepas kamu memilih tinggal di kota lain? Memangnya ini gak berat untuk kami menaruh harapan pada anak kandung sendiri? Memangnya kamu pikir semua yang kami lakukan ini untuk siapa?"
"Bukan untukku!"desisnya tajam.
"Apa?!"
"Semua yang mama lakukan ini bukan untukku. Semua ini hanya untuk memberi makan ego mama."
"Apa maksudmu?! Semua jalan ini kamu yang pilih!"
"Ya! Karena itu semua keinginan mama!"
"Jangan sekali-sekali kamu berani menyalahkan mama atas jalan yang kamu pilih. Kamu yang bilang--"
"Ya! Aku yang bilang mau ambil kedokteran! Aku yang bilang akan menggantikan semua mimpi yang mama taruh di anak kesayangan mama! Aku yang bilang akan menebus semua kegagalan itu!"
"Kamu--"
"Ya! Aku yang memutuskan untuk memberi makan ego mama atas semua kegagalan yang sudah mama lakukan."
Panggilan itu langsung diputus sepihak olehnya. Dengan tangan bergetar Serra langsung mematikan ponselnya. Lantas melempar menaruh benda itu di wastafel. Menatap dirinya yang kacau pada cermin besar. Jejak air mata dan rambutnya yang direnggut keras menjadi bukti bahwa dirinya benar-benar berantakan.
Semua ini bermula ketika dirinya baru saja sampai hotel mendapat panggilan telepon dari sang papa. Menanyakan keberadaannya dan juga kegiatannya di rumah sakit. Serra yang memang belum memberi tahu orang tuanya terkait keputusannya, memutuskan untuk mengatakan pilihan yang sudah ia ambil.
Serra menyampaikan bahwa dirinya memutuskan untuk tidak langsung mendaftar residen, memilih kembali menjadi internship di rumah sakit sembari terus menggali potensi terbesar yang ia punya. Awalnya papa dengan bijak menanyakan alasan dan bagaimana langkah yang ingin ia ambil setelahnya, namun ketika Serra mengutarakan bahwa dirinya ingin mencari tahu mimpi dan cita-cita yang sebenarnya, suara mama langsung terdengar. Berkata dengan suara keras tentang keputusan Serra yang menurutnya tidak masuk akal.
Mama berkata bahwa dirinya sangat tidak bertanggungjawab. Mengatakan Serra tidak berbakti karena tidak melibatkan keluarga dalam keputusan ini lalu mulai merembet pada hal lainnya termasuk membawa Aldric dalam pembicaraan mereka. Pada saat itulah Serra terpancing. Dirinya amat tidak suka ketika keputusannya diragukan hanya karena dirinya terpengaruh oleh Aldric padahal ia amat sangat yakin bahwa Aldric tidak terlibat sedikitpun. Semua keinginan dan keputusan ini adalah murni berasal darinya.
Tak ingin lama-lama termenung, Serra memilih membilas wajahnya. Melunturkan semua bekas make up yang masih menempel dan berniat untuk mandi. Namun ketika dirinya sadar bahwa tidak membawa pakaian ganti, Serra kembali melangkahkan kaki keluar kamar mandi menuju lemari tempat kopernya berada. Pada saat itulah dirinya sadar bahwa ada orang lain di dalam kamarnya saat ini.
"Hai?"
Aldric masih menggunakan suit yang dipakai pada after party tadi. Duduk di kasurnya sembari memegang sebuah botol minuman di tangan kiri dan dua gelas tinggi di tangan kanan. Menatapnya sembari tersenyum lembut.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Versi Lengkap tersedia di Karya Karsa. Tetapi kalo gak baca juga gak apa-apa, bisa langsung baca bab selanjutnya ya.