🌼🌼🌼
"Aku di coffeshop samping rumah sakit."
"Oke. Lima belas menit lagi kususul, ya."
"Gak usah. Kamu langsung pulang aja. Bukannya baru---"
Nada panggilan terputus terdengar setelahnya. Serra menatap heran layar ponselnya cukup lama sebelum mengedikkan bahu. Mengirim pesan pada seseorang yang tadi menghubungi, lalu kembali menaruh gawai tersebut di atas meja.
Tangannya lalu kembali meraih sebuah buku yang memperlihatkan anatomi tubuh manusia dengan banyak sticky notes yang tertempel di atasnya. Dengan sebuah pensil berwarna biru muda yang dimainkan jemari atau sesekali digigitnya, Serra kembali fokus.
Ingatan tentang ucapan-ucapan para dokter senior di rumah sakit kembali membuatnya memikirkan banyak hal. Terutama soal karir yang akan dia jalani nantinya. Terlebih pembicaraan dengan Fahri yang entah kenapa terus terngiang di kepalanya hingga saat ini.
"Hai."
Serra mendongak kaget. Seseorang yang tadi menghubunginya lewat sambungan panggilan, sudah berada di hadapannya bahkan dengan sebuah nampan berisi kopi dan sepiring aglio e olio yang tampak menggoda.
"Kok udah disini?"
Aldric, laki-laki itu, tersenyum tipis. Nampan ditaruh di atas meja, berdampingan dengan laptop dan sebuah buku catatan milih Serra yang terbuka. Matanya menatap satu gelas kopi yang sudah kosong menyisakan beberapa tetes dan satu gelas lainnya yang masih berisi seperempat gelas.
Aldric lalu mengambil tempat di sebelah kanan Serra, meraih tubuh mungil gadis itu untuk dipeluknya singkat serasa melayangkan kecupan ringan di atas kepala. Kebiasaan Aldric yang belakangan semakin membuat Serra mulai terbiasa. Laki-laki ini suka sekali melakukan kontak fisik ringan seperti ini dengannya.
"Hari ini kamu gak shift malem?"
Serra menggeleng. Membiarkan tubuhnya dibawa bersandar oleh Aldric yang juga menghempaskan tubuh ke sandaran sofa. Memejamkan matanya sebentar dan menikmati rangkulan ringan yang menenangkan dari Aldric.
"Harusnya kamu tadi langsung pulang aja. Terakhir kamu sakit karena kecapekan dan kurang cairan."
"Udah sebulan yang lalu, Serra."
"Dan itu karna kamu bolak-balik rumah sakit mulu. Padahal mobilitas kamu ngurusin kerjaan juga tinggi."
Aldric hanya tersenyum. "Gak apa-apa. Ada kamu ini yang siap jadi dokter pribadiku dua puluh empat jam."
Walaupun dibalas dengan dengusan, Serra tetap menganggukkan kepala setuju atas ucapan Aldric. Ia akan sanggup menjaga laki-laki itu dua puluh empat jam.
Tangan kanan Aldric yang menjadi tumpuan Serra bergerak memainkan rambut gadis itu. Memelintir pelan dengan jemarinya sembari bergumam pelan. Mencari kalimat pembuka untuk mengutarakan maksud hatinya.
"Hmm Serra?"
"Hm?"
Aldric berdehem. "Tadi sebelum telfon kamu aku sebenarnya udah ke rumah sakit."
Serra mendongak. "Oh ya? Kok gak ngomong?"
"Awalnya mau mampir aja sekalian bawain kamu dan yang lain cemilan malam di IGD. Ternyata kamu malah gak ambil shift malam."
Gadis itu mengangguk. Kembali menatap buku yang masih berada di pangkuannya.
"Jadinya cemilannya aku kasih aja buat yang lain. Gak apa-apa?"
Anggukan kembali datang sebagai jawaban.
"Hm terus aku gak sengaja dengar cerita dokter yang lain."
"Soal?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Night Before
Chick-Lit"Udah?" Ia mengangguk pelan. Membiarkan dirinya menangisi segala hal yang sudah dilakukannya bertahun-tahun ini. "Mau peluk?" Ia merangkak mendekat. Membiarkan tubuhnya dibawa dalam pelukan. Wangi musky yang menguar dari tubuh laki-laki itu membuatn...