A Wife's Love

20 8 1
                                    

Bagaimana bisa semua elemen berkumpul di tempat kejadian perkara tersebut dan tidak lama kemudian kejahatan terungkap, akuratkah tkp tersebut? Hmmm ....

Sub Genre: HTM

***

Marmer putih telah terlukis oleh cairan merah. Ruangan yang sebelumnya rapi kini tampak berantakan, seolah tornado pernah singgah bertamu. Rumah yang tadinya sepi kini dipenuhi para penegak hukum dan forensik. Masyarakat yang merasa penasaran pun turut berkerumun diluar garis polisi.

Tanpa suara aku terduduk lemas di teras rumah. Dengan penuh rasa khawatir aku menanti hasil penyelidikan. Yang entah akan berpihak padaku atau justru menyerangku.

"Selamat siang nyonya, Saya Raymond dan Dia Sakti kami dari Kepolisian. Bisakah saya menanyakan beberapa bertanyaan?" Aku menatap lemas pria dihadapanku, sebelum mengangguk setuju.

Pria lain yang bernama Sakti itu mulai membuka note yang dibawanya. Pulpen yang ia pegang mengarah lurus, siap menghiasi kertas putih itu.

"Bisakah nyonya menceritakan kejadian ini?" tanya Raymond.

Aku menghembuskan napas sebelum mengusap jejak air mata di pipiku. Kini aku harus kembali mengingat kejadian yang ingin aku lupakan. Kejadian yang telah membuat suamiku seolah lenyap ditelan bumi.

Hari itu awan mendung datang menyelimuti langit. Memancing rasa malas untuk singgah bertamu. Terlebih lagi pria kekar tanpa busana itu mendekapku dalam pelukannya, membuatku lupa entah sudah berapa lama kami berada dalam posisi ini.

Kutatap lekat wajah rupawan pria yang telah menjadi suamiku itu. Ia terlihat tenang memejamkan mata, seakan semalam tidak terjadi perdebatan di antara kita. Meskipun, perdebatan ini sama seperti hari-hari sebelumnya di mana aku yang selalu mengalah dan meminta maaf.

"Kenapa kau selalu menatapku saat tidur, Sayang?" ucapnya menyadari tindakanku. Ia mencium bibirku sekilas sebelum menatapku dengan lembut.

"Bagaimana bisa aku tidak menatap wajah tampan ini? Rasanya aku ingin sekali mengurungmu agar tidak ada yang bisa melihat wajahmu selain aku." Pria itu hanya terkekeh mendengar ucapanku.

Ding dong

Suara bel itu memecahkan momen romantis diantara kami. Ia memintaku untuk menunggu sedangkan dirinya bersiap membukakan pintu. Rasa penasaran membuatku tak menuruti perintahnya dan bergegas menyusul.

"Aku merindukanmu."

Suara seorang wanita yang masuk tanpa permisi membuatku mematung seketika. Sulit dipercaya aku mendengar hal yang tidak kuinginkan. Dengan mata kepalaku, aku menyaksikan suamiku berpelukan dengan wanita lain. Terlebih lagi di rumah yang sudah kita tinggali bersama. Wanita mana yang hatinya tak tergores menyaksikan hal itu. Sialnya lagi, aku hanya bisa diam dan mundur perlahan.

Praangg. Tanganku tak sengaja menyenggol vas bunga. Perhatian keduanya kini pun tertuju padaku. Namun, tetap saja wanita itu tidak melepaskan pelukannya.

"Anna . . . ," panggil Ryan. Wajahnya tampak terkejut menyadari kehadiranku. Ya, dia tidak akan menyangka istrinya menangkap basah perselingkuhan yang dilakukannya.

Rasa sakit yang begitu kuat membuat air mataku mentes. Tak sanggup lagi rasanya menatap wajah pria yang telah melukai hatiku. Tanpa bicara aku berlari meninggalkan rumah. Aku sudah tak peduli lagi meski dia terus memanggil namaku. Aku lelah terus mengalah. Aku lelah terus berjuang sendiri. Kini aku tersadar kapan aku harus melangkah mundur.

Setelah semalaman menginap di luar dan memutus komunikasi aku pun kembali pulang. Anehnya saat itu hari telah menunjukkan pukul 9 pagi, namun lampu rumah masih tetap menyala. Seolah penghuninya telah pergi meninggalkan rumah itu.

Merasa curiga aku lantas mengetuk pintu dengan keras. Sekali, dua kali, bahkan hingga yang ketiga kalinya aku tidak menemukan jawaban. Akhirnya aku putuskan untuk masuk melalui jendela kamar. Setelah menyusuri rumah aku mendapati bercak darah yang berceceran di dapur. Bahkan dapur yang telah kutata rapi kini kembali acak-acakan.

"Jadi, saat nyonya datang korban sudah tidak ada di tkp?" tanya Reymond mendapatkan anggukan dariku.

"Kapten," panggil seorang pemuda yang berjalan cepat menghampiri kami.

"Rekaman CCTV menunjukkan adalah orang asing yang masuk melalui jendela kamar." Mendengar ucapan anak buahnya Raymond lantas pergi. Ia memintaku untuk tetap tenang dan meyakinkanku bahwa mereka akan menemukan pelakunya.

Setelah beberapa saat ia kembali sembali membawa lembaran foto di tangannya. "Apa nyonya mengenal orang ini? Dari postur tubuhnya seperti seorang wanita."

Aku terdiam sejenak, mengamati dengan teliti. Aku menggeleng, "Tidak, dia menutup seluruh wajahnya. Bahkan sehelai rambut saja tidak terlihat."

Raymond menghembuskan napas beratnya. Terlebih lagi ia telah mendengar penjelasan bahwa listrik padam tepat setelah korban terbunuh. Artinya tidak ada rekaman yang menunjukkan keberadaan korban. Kurasa kasus ini akan membuat kepalanya berdenyut kuat.

"Kapten, tim forensik menemukan tambahan barang bukti," ujar Sakti memperlihatkan benda yang di bawanya.

Mataku memincing menatap benda di dalam kantung plastik itu. Sebuah anting-anting dengan bercak darah yang belum dibersihkan. "Itu . . . ," ucapku lirih.

Raymond menoleh. Ia menatapku seperti sedang memastikan sesuatu. "Apa nyonya mengenali benda ini?"

Aku menatapnya ragu-ragu. "Tidak apa-apa, nyonya bisa memberikan kesaksian dengan leluasa," ujar Raymond menyadari gelagatku.

"Ini . . . mirip seperti milik wanita itu." Mereka saling bertatapan. Seolah memberikan sinyal bahwa sebuah petunjuk besar telah ditemukan.

Aku tersenyum remeh menyaksikan petugas yang perlahan menjauh. Tak henti-hentinya aku terus memuji otak cerdasku hingga berhasil menjerumuskan wanita jalang itu. Kini, tak akan ada orang lain yang bisa menatap wajahmu selain aku. Jadi kuharap kau tertidur tenang dibalik lantai kayu itu.

***

"Ada kalanya Cinta berjalan seperti NAPSA, begitu menyenangkan dan membinasakan"

BibliothecaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang