Reformasi agama di masa itu membawa perubahan sosial dan budaya, membuat perkembangan pendidikan dan kapitalisme.
Sub Genre: Historical
***
Kericuhan tercipta di seluruh sudut kota. Kobaran api dan kepulan asap menjadi bukti tuntutan terhadap reformasi. Masyarakat tak lagi peduli pada ajaran sesad yang memprioritaskan diri sendiri. Selebaran tentang ide-ide baru pun kini telah berhasil menguasai.
Aku melintasi keramaian masa yang mengamuk menuju pusat kota. Mataku tak pernah berhenti mencari keberadaan wanita yang tadinya berjalan bersamaku. Rencananya aku dan sahabatku itu akan berjalan bersama para demonstran dan menghancurkan manusia yang sok suci itu. Namun, yang terjadi saat ini justru aku terpisah dengannya.
"Joie!!" Aku sangat yakin Joie berjalan memisahkan diri dari kerumunan ini. Tetapi, entah kenapa aku tak dapat menemukannya bahkan setelah menjauh.
"Joie?"
Mataku tak sengaja menangkap bayangan seorang gadis yang masuk ke dalam sebuah gang kecil. Gaun sederhana yang di kenakan sosok itu mirip dengan yang dikenakan Joie, hingga membuatku berjalan mengikutinya. Namun, apa daya yang kutemui hanyalah sebuah gaun yang sama.
"Maafkan saya nona," ucapku seraya membungkuk hormat sebelum wanita itu berlalu pergi.
Huft, sebenarnya di mana kamu? Aku menghembuskan napas beratku sembari menendang batu yang tak bersalah. Kini aku memutuskan kembali ke kerumunan dan melakukan protes bersama mereka yang tak aku kenal.
Namun, baru membalikkan badan seorang pria telah menabrakku hingga mengacaukan keseimbanganku. Beruntungnya, lengan kekar pria itu berhasil menahan tubuhku hingga batal mencium tanah.
Mataku seketika bertemu dengan mata sang pria yang begitu indah bagai samudra. Angin pun turut menambah pesonanya membuat rambut pirang itu menari-nari. Aku pikir malaikat telah datang padaku dan membawaku pergi dari dunia yang mengerikan ini.
"Apa nona baik-baik saja?" Pertanyaan itu membuatku tersadar dari lamunan indah. Tanpa menjawab, aku bangkit dari posisiku hingga menciptakan atmosfer canggung di antara kita.
"Maafkan saya, nona. Saya tidak melihat nona yang berdiri di sini," ucapnya dengan penuh rasa hormat.
Aku terdiam sejenak. Dari pakaian memang seperti rakyat biasa, tapi parfum yang ia kenakan cukup membuktikan siapa dirinya. "Tidak tuan, saya yang bersalah karena berdiri di jalan seperti ini," ucapku seraya menunduk menyadari posisiku.
"Dia di sana!!" Teriakan seorang membuat kami menoleh bersama. Aku tak mengerti siapa yang mereka maksud hingga tangan kekar itu membawaku berlari bersama.
Ia menggenggam erat tanganku, seolah tak ingin aku terpisah darinya. Dengan detak jantung yang tak karuan, aku menatap pundak yang lebar itu. Seolah merasakan betapa hangat berada di dalam dekapannya.
Kurasa apa yang dikatakan orang-orang tentang cinta pandangan pertama itu nyata. Kini hanya ada satu hal yang aku harapkan. Semoga ini hanyalah awal dari kisah kita dan bukan akhir cerita. Dan jika Tuhan itu ada, tolong kabulkanlah harapanku ini.
***
"Terkadang Cinta itu terasa sederhana, karena hanya butuh 3 detik untuk merasakannya"

KAMU SEDANG MEMBACA
Bibliotheca
RomanceRuang luas yang menyimpan kisah para manusia. Seiring berjalannya waktu kisah-kisah itu kian menumpuk, membentuk bukit yang tinggi menjulang. Dan ingatlah satu hal yang pasti, setiap manusia memiliki takdirnya masing-masing.