Aku ingin menulis ulang masa lalu, dan membuatnya hanya milikku, tanpa perlu berbagi dengannya.
Sub Genre: Romance
***
Hamparan ombak yang menenangkan mengingatkanku pada seorang pemuda yang berada jauh di sana. Senyum manis dibalik tatapan dinginnya seakan menarikku jatuh ke dalam pelukannya. Bagaimana mungkin aku tak luluh pada perhatiannya disaat orang-orang memanggilnya sebagai si cuek.
Senyumanku kembali merekah mengingat kembali kisah yang telah kita lukis bersama. Kisah yang berhasil membuatku jatuh semakin dalam hingga sukar untuk berpaling.
Aku duduk di ambang pintu, mengenakan sepatu dengan tergesa-gesa. "Yol, sarapan dulu. Kamu nanti bakalan jaga sampe siang," ujar Ifa memperingatkanku.
"Engga usah deh. Aku duluan ya guys," ucapku pada teman-teman KKN-ku yang duduk melingkar.
Aku melangkah cepat mendekati seorang pemuda yang telah siap dengan motor maticnya, "Ayok Ris."
Pemuda itu diam menatapku. "Kamu gak makan dulu Yol?" tanyanya mendapat gelengan dariku.
"Sarapan aja dulu Yol, aku tungguin kok." Lagi-lagi aku menggeleng, "Aku udah minum sereal kok Ris."
"Beneran?" Aku mengangguk yakin.
Melihat jam yang sudah menunjukkan pukul 7 pagi membuat Haris mulai menyalakan motornya. Hari ini giliran kami untuk membantu di balai desa. Sejujurnya aku merasa kesal dengan teman-teman KKN-ku mengingat mereka sengaja mengganti jadwal Haris sehingga ia bisa berjaga bersamaku. Namun, aku juga berterima kasih kepada mereka lantaran mendukung perasaanku.
Tidak banyak tugas yang diberikan kepada kami di balai desa. Alhasil Haris pun memanfaatkan waktu untuk melatih skill mengetiknya. Sementara aku sibuk bermain ponsel sembari mencuri-curi pandang padanya. Aku akui Haris memang terlihat keren saat berkutik dengan perangkat lunak. Terlebih lagi tangannya terlihat indah saat berlarian menekan satu tombol ke tombol lainnya.
"Arkhhh." Sial, mengapa kram bulananku datang saat aku sedang menikmati karisma sang pangeran es.
"Kenapa Yol? Kamu sakit?" tanya Haris. Ada sedikit rasa khawatir yang terdengar dari pertanyaannya.
Aku menggeleng, "Engga. Aku gapapa kok." Sebisa mungkin aku menahan kram ini agar pegawai balai tidak memintaku untuk pulang. Sialnya kram ini tidak bisa diajak kerjasama, hingga aku tak dapat lagi menahannya.
"Kak, apotek disekitar sini di mana ya?" tanyaku pada seorang pegawai wanita yang ada di sampingku.
"Ouh kalau di sini agak jauh kak, di dekat pasar kecamatan."
Aku mengangguk paham. Tidak masalah mau seberapa sejauh itu, aku akan tetap membeli obat untuk menghentikan nyeri ini. Ya mungkin aku bisa mengajak temanku yang menganggur di tempat kami tinggal.
"Mau aku beliin aja?" tawar Haris membuat aku terdiam.
"Obat apa? Biar aku beliin, jadi kamu gak sakit lagi," ucapnya menatapku khawatir.
Hari itu ingin sekali rasanya aku berteriak dan memberi tahu dunia bahwa Haris mengkhawatirkanku. Mati-matian aku menahan senyum yang ingin menggembang dihadapannya. Terlebih lagi di hari-hari selanjutnya ia tak lagi menyembunyikan perhatiannya yang membuatku semakin jatuh hati padanya.
Sayangnya, kisah kami tak bertahan lama. Aku harus melupakan pemuda yang tak pernah aku miliki itu. Jika saat itu sang gadis tidak ada di kelompok kami, akankah aku dan Haris dapat bersama?
***
"Tak selamanya Cinta hadir untuk saling memiliki satu sama lain, tetapi ia hadir untuk mengikat insan dalam sebuah kenangan"

KAMU SEDANG MEMBACA
Bibliotheca
RomanceRuang luas yang menyimpan kisah para manusia. Seiring berjalannya waktu kisah-kisah itu kian menumpuk, membentuk bukit yang tinggi menjulang. Dan ingatlah satu hal yang pasti, setiap manusia memiliki takdirnya masing-masing.