Night Garden

9 3 0
                                    

Bagaimana pun, meski kau adalah orang yang konseptual dalam setiap tindakan, tetapi dalam sebuah pertarungan kau tidak memerlukan hal itu.

Sub Genre: Fantasy

***

Pesta Debutan menjadi saat-saat yang mendebarkan bagi setiap remaja. Bangsawan dari berbagai kalangan dan daerah akan berkumpul di istana. Mereka akan berusaha memberikan kesan yang baik walau harus mengenakan 1.000 topeng.

Namun, hal itu tidak berlaku padaku. Aku lebih memilih berdiri di sudut ruangan sembari mengawasi para bangsawan. Membosankan rasanya menatap para gadis yang mengibaskan gaun mereka untuk mencari perhatian. Dan para pemuda yang terlihat bagai penyair yang memikat dengan kata-katanya.

Jujur saja aku tidak menyukai situasiku saat ini. Jika bukan karena ibu yang meminta, aku pun tak akan datang dengan gaun yang terlalu glamor ini. Seharusnya aku mencari alasan dan ikut bersama kakak pergi memeriksa wilayah.

Merasa jenuh aku lantas pergi meninggalkan ruang pesta. Langkah asalku membawaku pada taman istana. Bintang yang bertaburan menambah keindahan taman malam ini. Suasana yang jauh dari keramaian membuatku merasa senang hingga tanpa sadar aku pun mulai terlelap.

Srak srak

Suara aneh yang terdengar dari balik rerumputan membuatku terbagun. Mataku melotot menatap seorang pemuda bangsawan yang kini terjebak di antara para pembunuh bayaran. Dengan sigap aku mengambil posisi di balik sebuah pohon sembari menggenggam belati yang tadinya tersimpan di dalam gaunku.

Kondisi sang pemuda yang semakin terdesak membuatku beraksi. Hanya dengan sebuah belati aku dapat memberikan serangan yang kuat. Meskipun gaun yang kukenakan harus sobek hingga mengekspos pahaku. Berkat bantuanku kami mampu memukul mundur para pembunuh hingga mereka memilih pergi.

Pemuda itu tersenyum senyum. "Terima kasih atas bantuanmu, Nona. Saya Demios Ermano," ucapnya memberi hormat.

Aku terdiam beberapa saat sebelum membalas ucapannya. Anehnya pemuda itu tak menatapku dengan tatapan aneh. Ia terlihat berbeda dengan pemuda lainnya yang selalu menatap aneh gadis yang mahir bertarung. Bahkan mahir menggunakan anak panah saja sudah menjadi hal yang tabu bagi mereka.

"Ah, sepertinya perhitungan saya meleset." Ujar Demios mengawali percakapan saat kami duduk di bangku taman.

"Perhitungan?"

"Iya, saya selalu melakukan berbagai hal sesuai dengan yang telah diperhitungkan. Tentu saja, saya juga memperhitungkan berbagai gerakan saat bertarung."

Aku menatapnya dengan tatapan tak percaya. Selama aku berlatih dengan kakak ia selalu mengajarkanku untuk bertarung dengan naluri. Ya mungkin perhitungan adalah hal yang penting tapi bukan yang utama. Ingin rasanya aku berkata bagaimana pun, meski kau adalah orang yang konseptual dalam setiap tindakan, tetapi dalam sebuah pertarungan kau tidak memerlukan hal itu. Namun, tentu tak mungkin aku mengkritik seseorang yang baru kutemui.

"Saya rasa tidak semua hal memang berjalan sesuai dengan keinginan kita," balasku membuatnya tersenyum.

"Anda, keren sekali nona. Saya belum pernah bertemu nona bangsawan yang pemberani seperti Anda."

Aku kembali terdiam. Sulit dipercaya aku mendapatkan pujian yang selama ini hanya sempat aku bayangkan. Bahkan setelah kami berpisah aku terus berharap agar bisa kembali bertemu dengannya. Dan sepertinya dewa berpihak padaku hingga Ia menyatukan kami dalam sebuah keluarga.

***

"Seseorang yang menyukaimu dengan tulus tak akan membutuhkan penjelasan tentang dirimu"

BibliothecaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang