Come Back Home

11 5 0
                                    

"Segalanya ditenagai sinar matahari, dengan teknologi dan alam yang berjalan harmonis ... kegelapan seolah tak punya peran."

Sub Genre: Sci-Fi

***

Orang-orang berkata bahwa dunia ini telah banyak berubah. Kini kami kembali ke masa lalu, menyatu dengan alam yang berangsur pulih pasca perang. Kami kembali menggantungkan hidup pada alam dengan bergerak maju mengembangkan teknologi yang tak akan lagi mencelakakan alam.

Ilmu pengetahuan yang melaju begitu pesat menciptakan dunia baru bagi penduduk bumi. Para peneliti menjadi salah satu pondasi negara mengingat perjuangan yang telah mereka lakukan pasca perang kehancuran puluhan tahun silam. Mereka mengerahkan seluruh pikiran dan tenaganya agar mampu bertahan melalui masa krisis.

Namun, tak semuanya merasakan dunia baru ini. Seperti halnya aku, beberapa penyitas lain yang tak memiliki koneksi pun berkumpul di reruntuhan bangunan yang telah menghijau. Kami mencari makanan seadanya di hutan sembari menunggu giliran untuk melewati tembok pembatas.

Sialnya sudah setahun lebih petugas pemanggil tak lagi mendatangi kami. Mereka seolah telah melupakan keberadaan kami. Padahal kami pun turut ambil bagian dalam rekonstruksi wilayah, tapi mengapa kami diasingkan.

Aku tak bisa diam saja melihat ketidakadilan ini. Saat malam datang aku pergi menyusuri hutan berniat untuk menyusup tembok tinggi itu. Beruntungnya aku tak memiliki keluarga bahkan teman yang harus aku khawatirkan. Dan jika aku akan mati setelah berusaha menyusup aku tak akan pernah menyesalinya. Karena, setidaknya aku telah berusaha untuk bertahan hidup.

Namun, setelah menempuh perjalanan selama beberapa hari aku tak mendapatkan hasil yang sepadan. Pintu kota yang menjulang tinggi itu pun terbuka lebar tanpa penjagaan. Suasana kota terasa aneh, begitu sunyi senyap seolah memang tak berpenghuni.

Dengan penuh rasa curiga aku perlahan melangkah masuk. Mataku terus menelisik setiap sudut kota mencari keberadaan manusia lainnya. Namun, nihil aku tak menemukan siapa pun bahkan binatang sekali pun.

Kruyuk. Suara perut yang memberontak membuatku melangkah masuk ke dalam bangunan terdekat. Berharap semoga mendapatkan sesuatu yang dapat kumakan.

Kriet. Suara pintu itu membuatku berbalik. Mataku membelalak menatap seorang pria telanjang dada yang keluar dari balik salah satu ruangan. Dari raut wajahnya pun aku bisa tahu, ia sama terkejutnya denganku.

"Mia?!"

Tanpa bicara lagi ia menarikku dalam dekapannya. Kepalaku diusapnya dengan lembut sembari menghirup aroma tubuhku. Seolah ia telah merindukanku untuk waktu yang lama.

"Akhirnya kau kembali."

Jantungku berdegup semakin kencang. Sungguh, aku tak mengerti maksud dari ucapannya. Dan bagaimana bisa ia mengetahui namaku. "Siapa kau?! Bagaimana kau tahu namaku?!" tanyaku melepas paksa pelukannya.

Pria itu tersenyum kecut, "Ini aku Sergio, suamimu."

Aku tersentak. Ingin sekali rasanya menampar wajah pria itu. Aku yang bahkan belum pernah merasakan jatuh cinta bagaimana mungkin tiba-tiba memiliki suami. "Ini gila! Tipuanmu tidak akan mempan untukku!" ucapku tegas.

Ucapanku seperti tak berpengaruh. Ia tampak tenang meskipun kekecewaan  terpancar dari kedua matanya. Pria itu memintaku untuk duduk sembari menyeduhkan coklat panas.

"Sudah kuduga, telah terjadi sesuatu padamu."

Kutatap lekat-lekat wajah tampan yang dapat memikat hati setiap gadis. Sayangnya, hal itu tidak akan berlaku padaku. Di pemukiman penyitas telah banyak kejahatan yang terjadi hingga membuatku menaruh curiga pada segala hal.

Pria itu membuka laci meja yang letaknya tidak jauh dari posisi kami. Diusapnya lembut foto yang telah terbingkai rapi itu. Senyuman pilu pun memancar di wajah tampannya.

"Kita terpisah saat pintu kota dibuka pertama kali," ucapnya memperlihatkan foto itu.

Aku terdiam menatap potret sepasang kekasih yang tampak serasi dalam balutan baju pengantin. Atmosfer hangat dan bahagia juga terasa walau hanya ada beberapa orang yang hadir dalam foto. Mataku tertuju pada pengantin wanita yang wajahnya membuatku seakan menatap potret diri.

"I-ini tidak mungkin."

***

"Hanya karena Cinta telah bersatu, bukan berarti Cinta tak akan diuji"

BibliothecaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang